Ambisi dan Kekuasaan dalam Demokrasi

Oleh : Ahmad Rofik Darmawan*

Menurut UUD 1945 pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa “kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Dasar”. Pasal ini menegaskan prinsip bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat, bukan di lembaga tertentu. Dengan demikian, tidak ada lagi pemisahan antara Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara, yang menunjukkan bahwa kekuasaan negara harus dilaksanakan secara bersama-sama dan sesuai dengan konstitusi. Pasal ini merupakan salah satu landasan utama dalam sistem pemerintahan Indonesia yang menekankan prinsip kedaulatan rakyat.

Pada sistem demokrasi, kekuasaan dan ambisi politik seringkali menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Meskipun demokrasi dianggap sebagai bentuk pemerintahan yang memberikan kekuasaan kepada rakyat, namun tidak dapat dipungkiri bahwa sisi gelap politik juga dapat muncul dalam sistem ini. Ambisi kekuasaan yang berlebihan dan praktek-praktek politik yang tidak etis yang dilakukan oleh para elit politik dalam mendapatkan kekuasaan dapat mengancam integritas demokrasi itu sendiri.

Terdapat beberapa sisi gelap politik dalam demokrasi diantaranya korupsi, politik identitas, politik money. Ambisi kekuasaan yang haus dapat mendorong para pemimpin untuk menyalahgunakan jabatan mereka demi keuntungan pribadi. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan politisi dan pejabat publik seringkali menjadi sorotan media dan menimbulkan kecaman dari masyarakat.

Baca Juga :  Ketentuan Air untuk Sesuci (Thaharah) Menurut Penjelasan Kitab Kuning

Berikut merupakan kasus kasus korupsi yang dilakukan pejabat dan politisi :
1. Pada tanggal 14 Juni 2019, kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) oleh mantan ketua DPR RI Setya Novanto.
2. Kasus Korupsi Bansos yang dilakukan oleh mantan mentri sosial indonesia Juliari Batubara.
3. Kasus korupsi penyeludupan benih udang oleh mantan mentri perikanan dan kelautan Edhy Prabowo.
4. Kasus korupsi food estate yang dilakukan oleh mantan kementrian pertanian Syahrul Yasin Limpo.
5. Kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU) Oleh mantan mentri Agama Said Agil Husain Al Munawar.
6. Kasus Korupsi Menara BTS 4G oleh mantan mentri komunikasi dan informatika Johnny G plate.
7. Kasus korupsi proyek pembangunan di Provinsi Papua oleh mantan gubernur Papua Lukas Enembe.

Kasus-kasus korupsi yang terungkap mengungkapkan betapa merajalelanya tindakan yang dilakukan kalangan elit tersebut merugikan negara dan masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus korupsi yang menghebohkan telah mencuat ke permukaan, mengguncang keyakinan publik terhadap integritas pemerintahan dan sistem hukum.

Selain korupsi, politik identitas juga merupakan sisi gelap politik dalam demokrasi. Ambisi kekuasaan dapat mendorong politisi untuk memanfaatkan isu-isu identitas, seperti agama, etnis, atau ras, untuk memperoleh dukungan suara politik. Praktek politik identitas ini dapat memicu polarisasi masyarakat, memperkuat sentimen perpecahan, dan mengancam persatuan dalam masyarakat yang multikultural. Politik identitas juga dapat mengaburkan isu-isu substansial dan mengalihkan perhatian dari permasalahan yang lebih mendesak.

Baca Juga :  Rumah Bantuan dan Tingkat Kemiskinan Aceh Tamiang

Selain itu, praktek politik kotor seperti politik uang dan kampanye hitam juga merupakan sisi gelap politik dalam demokrasi. Ambisi kekuasaan dapat mendorong politisi untuk menggunakan uang sebagai alat untuk mempengaruhi pemilih dan meraih kemenangan. Praktek politik uang ini melanggar prinsip demokrasi yang seharusnya berdasarkan persaingan yang adil dan kesetaraan peluang.

Kampanye hitam yang menggunakan serangan pribadi dan propaganda negatif juga merusak proses demokrasi dengan mempengaruhi persepsi publik terhadap calon pemimpin.
1. Dalam pemilihan presiden tahun 2014, ada laporan yang menyebutkan praktik money politics
2. Pada pemilihan legislatif tahun 2019, banyak laporan yang menunjukkan adanya praktik money politics.
3. Terdapat laporan tentang penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk kepentingan politik, seperti meminta pemilih untuk memberikan suara kepada calon tertentu sebagai syarat menerima bantuan.

Meskipun demokrasi memiliki keunggulan dan nilai-nilai yang tinggi, disadari bahwa seringkali realitasnya tidak sesuai dengan harapan. Ambisi untuk memegang kekuasaan oleh kelompok elit, praktik politik uang, kontrol atas media, dan pembatasan terhadap partisipasi politik menunjukkan bahwa demokrasi seringkali dimanfaatkan sebagai alat untuk mencapai tujuan kekuasaan. Namun, masih ada harapan untuk memperbaiki sistem ini. Dalam upaya memperbaiki sistem politik, penting untuk terus berjuang demi transparansi, akuntabilitas, dan melibatkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat dalam proses pengambilan keputusan politik.

Baca Juga :  Kerja Sama Pendidikan dan Bantuan Hukum, YARA dan PWI Teken MoU

Menguak sisi gelap politik dalam demokrasi adalah langkah penting dalam upaya menjaga integritas sistem demokrasi. Masyarakat perlu mengawasi dan mengkritisi praktek-praktek politik yang tidak etis serta memilih pemimpin yang memiliki integritas dan komitmen terhadap kepentingan publik. Selain itu, perlu adanya regulasi yang ketat dan penegakan hukum yang tegas untuk melawan korupsi dan praktek politik kotor.

Demokrasi merupakan sistem yang memungkinkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan politik. Namun, ambisi dan kekuasaan dalam demokrasi juga dapat menjadi sisi gelap yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri. Dengan mengungkap sisi gelap politik, diharapkan masyarakat dapat lebih waspada dan berperan aktif dalam menjaga integritas demokrasi untuk kepentingan bersama.[]

*Penulis adalah Mahasiswa Institut Agama Islam Negri (IAIN) Syekh Nurjati Cirebon,
Email: ahmadrofik9523@gmail.com

banner 300250