Oleh : Yudha Anggara*
Asuransi syariah adalah sebuah sistem asuransi yang mana peserta saling menanggung risiko dengan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi melalui dana tabarru’. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar klaim jika suatu saat peserta mengalami musibah. Menurut Dewan Syariah Nasional mengenai asuransi syariah sendiri adalah suatu usaha untuk saling menjaga dan saling tolong-menolong di antara sejumlah orang ataupun pihak melalui investasi berbentuk aset yang kemudian memberikan pola pengembalian untuk menghadapi suatu resiko melalui akad yang syariah.
Secara umum, pandangan para ahli dalam menyikapi asuransi terbagi menjadi tiga pandangan, Pertama, yang mengharamkan asuransi dalam segala bentuknya. Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah al-QalqiIi, Yusuf Qaradhawi, dan Muhammad Bahis al-Muthi’. Alasan yang mereka kemukakan antara lain: asuransi sama dengan judi (perjanjian pertaruhan yang penuh spekulasi) ; asuransi mengandung unsur-unsur tidak pasti (spekulatif/jahalah/gharar); asuransi mengandung unsur riba atau rente (tertanggung memproleh sejumlah uang yang jumlahnya jauh lebih besar); asuransi mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis apabila tidak bisa melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi; premi-premi yang sudah dibayar akan diputar oleh perusahaan asurangi dalam praktik riba, asuransj termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang yang tidak tunai; dan alasan hidup, mati, dan kecelakaan seseorang diiadikan objek bisnis.
Kedua, asuransi diperbolehkan dalam segala bentuknya. Pendapat kedua ini dikemukakan oleh antara lain Abdul Wahab Khallaf, Mushthafa Ahmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam Fakultas Syariah Universitas syiria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo-Mesir), Abdurrahman Isa, dan Muhammad Nezatullah Shiddiqi. Alasan yang dikemukakan mereka adalah: tidak ada nash (teks Al-Qur’an dan Hadis) yang melarang asuransi; asuransi tidak merugikan, karena ada kesepakatan/kerelaan kedua belah pihak; asuransi saling menguntungkan kedua belah pihak; asuransi dapat menanggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan bangsa; asuransi termasuk akad mudharabah (kemitraan modal dengan sistem bagi hasil); asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’ awuniyyah); dan asuransi dapat dianalogikan dengan sistem pensiun seperti Taspen (Tabungan Asuransi Pensiun).
Ketiga, asuransi yang bersifat sosial diperbolehkan dan yang bersifat komersial diharamkan. Pendapat ketiga ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam Universitas Cairo-Mesir). Menurutnya, asuransi yang mengandung unsur sosial (membantu masyarakat) diperbolehkan dengan alasan sama seperti pendapat para ahli yang menghalalkan. Sebaliknya, asuransi yang mengandung unsur bisnis (komersial) semata diharamkan dengan alasannya sama seperti pendapat para ahli yang mengharamkan. Pendapat yang hampir sama dari Abdullah bin Zaid. la membolehkan asuransi kecelakaan dan melarang asuransi jiwa.
Menurut saya, dari ketiga pandangan yang terkait dengan asuransi ini, saya lebih memilih pandangan yang kedua yaitu asuransi diperbolehkan dalam segala bentuknya, karena pada dasarnya tidak ada dalil agama yang menyatakan bahwa asuransi itu haram bentuknya, selain itu asuransi juga tidak akan merugikan kedua belah pihak baik perusahaan asuransi maupun peserta asuransi itu sendiri karena telah terjadi kesepakatan diantara kedua belah pihak sebelumnya.
Kegiatan asuransi sendiri dapat diartikan sebagai tindakan untuk mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi seperti kecelakaan atau kehilangan barang. Pada dasarnya kegiatan asuransi merupakan suatu upaya untuk menjaga harta dari suatu kerugian, hal ini tidak bertentangan dengan islam karena salah satu tujuan dasar dari syariat islam adalah memelihara harta dan keluarga dari kehancuran, kemusnahan dan kehilangan.[]
*Penulis adalah Mahasiswa Akuntansi Universitas Al-Azhar Indonesia, email : anggaradha@gmail.com