ANAK berkebutuhan khusus biasanya memiliki rasa rendah diri disebabkan kekurangan/ inferioritasnya. Namun dukungan dari orang sekitar akan sangat berpengaruh bagi perkembangan kepribadiannya.
Tunalaras mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi, perilaku dan kontrol sosial. Menurut Undang-Undang pokok pendidikan nomor 12 tahun 1952 anak tunalaras adalah individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang atau berkelainan , tidak memiliki sikap, melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, tidak atau kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Sechmid dan Mercer (1981) anak tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus menerus menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar meskipun telah menerima layanan belajar serta bimbingan seperti anak lain.
Anak tunalaras mengalami gangguan perilaku yang kacau, anak yang cemas menarik diri, dimensi ketidakmatangan mengacu kepada anak yang tidak ada perhatian, lambat, tidak minat sekolah mirip seperti anak autis, anak agresi sosialisasi.
Tingkah laku yang muncul merupakan suatu tindakan yang ekstrim yang tidak biasa dilakukan anak biasanya. Anak tunalaras ini disebut gangguan karena bersifat sesuatu kronis, tidak mudah sembuh. Tingkah laku yang digambarkan anak tunalaras merupakan tingkah laku yang tidak dapat diterima, tidak sesuai dengan harapan-harapan sosial budaya.
Anak tunalaras tingkah lakunya tidak terarah seperti tidak patuh, anak yang suka berkelahi, melakukan perusakan, mengucap kata-kata kotor yang tidak senonoh, suka memerintah dan berperilaku kurang sopan. Biasanya anak tunalaras sering merasa rendah diri, merasa cemas, depresi, pemalas, kesedihan yang mendalam dan suka menarik diri dalam pergaulannya. Anak tunalaras juga tidak matang/tidak dewasa, sikapnya pasif, kaku,pemarah, tidak bisa bergaul, senang melamun dan juga berkhayal.
Faktor yang menyebabkan ketunalarasan pada anak diantaranya faktor biologis,yaitu perilaku serta emosi yang dipengaruhi oleh faktor genetik. Faktor keluarga, kondisi keluarga sangat mempengaruhi sumber perilaku penyimpangan anak. Faktor sekolah, lingkungan sekolah juga merupakan tempat berkembangnya tingkah laku anak. Faktor budaya, kebiasaan budaya juga sangat mempengaruhi berkembangnya tingkah laku anak.
Bentuk pendidikan anak berkebutuhan khusus tunalaras dapat diselenggarakan di SLB khusus untuk anak tunalaras yaitu SLB-E. Bentuk penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan tunalaras dapat dilakukan bimbingan serta penyuluhan disekolah regular bisa juga dengan menyediakan kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus tunalaras jika mereka perlu belajar terpisah dari teman-teman satu kelas.
Anak tunalaras mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, hal tersebut sangat membantu perkembangannya, berikut kebutuhan pendidikan anak tunalaras : a) Berusaha mengatasi semua masalah perilaku akibat kelainannya dengan menyesuaikan lingkungan belajar maupun proses pembelajaran yang sesuai dengan kondisi anak tunalaras; b) Berusaha mengembangkan kemampuan fisik sebaik-baiknya, mengembangkan bakat dan kemampuan intelektualnya; c) Memberi keterampilan khusus untuk bekal hidupnya; d) Memberi kesempatan sebaik-baiknya agar anak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan atau terhadap norma-norma hidup dimasyarakat; e) Memberi rasa aman , agar mereka memiliki rasa percaya diri dan merasa tidak tersia-siakan oleh lingkungan sekitarnya; f) Menciptakan suasana yang tidak menambah rasa rendah diri, rasa bersalah.
Kondisi yang tidak menguntungkan bagi anak tunalaras yaitu diantaranya lingkungan fisik yang kurang memenuhi persyaratan, disiplin sekolah yang kaku dan tidak konsisten, guru yang tidak simpatik sehingga situasi belajar tidak menarik, kurikulum yang digunakan tidak berdasarkan kebutuhan anak, metode dan teknik mengajar yang kurang mengaktifkan anak.
Berdasarkan dimensi tingkah laku anak tunalaras yang dikemukakan Hallahan & Kauffman bahwa : a) Anak yang mengalami kekacauan tingkah laku memperlihatkan ciri-ciri suka berkelahi, memukul, mengamuk, membangkang dan sebagainya; b) Anak yang sering merasa cemas dan menarik diri, dengan ciri-ciri khawatir, cemas, ketakutan, kaku, pemalu dan sebagainya; c) Anak yang kurang dewasa, dengan ciri-ciri pelamun, kaku, berangan-angan, pasif, mudaj dipengaruhi, pembosan, pengantuk, kotor; d) Anak yang agresif bersosialisasi, dengan ciri-ciri mempunyai komplotan jahat, loyal terhadap teman nakal, suka diluar rumah sampai larut malam.
Tunalaras yang disebabkan faktor genetik tidak dapat disembuhkan. Tunalaras sementara yang memiliki gangguan sama seperti tunalaras psikopat (yaitu tunalaras faktor genetik) dipengaruhi oleh lingkungan namun dapat disembuhkan.
Pada tunalaras ringan menunjukkan penyimpangan emosi dan penyesuaiannya masih pemulaan dan ringan, namun ada gangguan dalam dirinya. Tunalaras sedang menunjukkan penyimpangan emosi dan penyesuaian pada taraf sedang sehingga memelrukan perlakuan tersendiri dalam belajarnya dan dipisah dari anak biasa atau normal. Sedangkan tunalaras berat menunjukkan pelanggaran ketertiban dalam masyarakat.[]
Pengirim :
Asma’ul Khusnah
Mahasiswi Prodi PIAUD INISNU Temanggung
Email : asmaul2911@gmail.com