Erupsi Gunung Semeru : Apa Kata Korban?

Oleh : Amanda Adelina

Bencana alam memang tidak diinginkan kehadirannya baik manusia maupun makhluk lainnya, karena mereka akan merasa kehilangan, kesedihan, keresahan, dan lain sebagainya. Seperti halnya, yang telah terjadi beberapa waktu lalu yaitu erupsi Gunung Semeru. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), menyatakan letusan Gunung Semeru mengakibatkan sedikitnya 34 warga meninggal, 17 warga hilang serta sedikitnya 2.970 unit rumah terdampak, per 7 Desember 2021.

Tentu hal ini membuat para korban terdampak erupsi harus mengungsi di tempat yang lebih aman. Kehilangan serta kerusakan adalah hal yang paling sering terjadi ketika terdapat bencana alam. Selain itu beberapa kesulitan lain yang dialami para korban ialah sulitnya mengambil bantuan sosial (BANSOS) dan beberapa faktor lainnya.

Makna Erupsi Gunung Semeru

Dapat diketahui gunung Semeru atau yang sering disebut maha meru, merupakan gunung berapi kerucut di daerah Jawa Timur, Indonesia. Memiliki tinggi 3.676 meter diatas permukaan laut (mdpl) yang membuat gunung Semeru menjadi gunung tertinggi di Pulau Jawa. Sedangkan erupsi sendiri berarti letusan gunung yang terjadi akibat endapan magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan tinggi. Peristiwa ini berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi.

Perlu diketahui 4 tingkatan status gunung berapi: Normal (level 1) adalah tidak adanya kelainan pada gunung api seperti perubahan aktivitas berdasarkan pengamatan dari hasil visual, kegempaan/seismik, dan kejadian vulkanik lainnya. Waspada (level 2) menunjukkan adanya peningkatan aktivitas gunungapi secara visual atau seismik di atas normal, serta adanya sedikit perubahan aktivitas magma, tektonik, dan hidrotermal. Siaga (level 3) status ini akan diberikan ke gunung berapi yang mengalami peningkatan kegiatan seismik secara intensif, adanya perubahan secara visual atau aktivitas kawah. Pada level ini, perubahan aktivitas gunung berapi cenderung diikuti letusan. Awas (level 4) menandakan bahwa gunung api akan segera atau sedang meletus. Menjelang letusan utama, letusan awal pada gunung berapi mulai terjadi dalam bentuk abu atau asap.

Baca Juga :  Freelancing dalam Perspektif Eknomi Syariah: Meraih Kemakmuran dengan Prinsip Halal

PVMBG telah memberikan sejumlah informasi kepada pihak-pihak terkait lainnya mengenai hasil monitoring rutin aktivitas Gunung Semeru. Dia menjelaskan, kejadian guguran awan panas sudah terjadi sejak beberapa pekan sebelum erupsi berlangsung dengan intensitas kecil. Dari sisi kegempaan, aktivitas juga terpantau tidak terlalu tinggi.

Nasib Korban

Menurut saya beberapa faktor yang mengakibatkan banyaknya korban jiwa pada kasus ini adalah miss comunication antara PVMBG dan penduduk sekitar, dimana pada saat kejadian status gunung semeru sudah awas akan tetapi PVMBG masih memberikan status siaga, sehingga tidak adanya kesiapan dari korban untuk segera meninggalkan lokasi yang sekiranya akan terdampak, dan hal ini menjadikan banyaknya korban yang sulit dievakuasi, banyak korban yang terluka, serta 34 orang dikonfirmasi meninggal.

Beberapa warga merasa kecewa karena tidak adanya informasi peringatan dini terkait munculnya awan panas guguran. Dan juga sistem evakuasi jika terjadi bencana dirasa kurang efektif. Menurut saya hal itu bisa terjadi dikarenakan curah hujan yang tinggi, serta pertanda lainnya yang kurang jelas, warga juga mengaku tidak merasakan gempa sebelum kejadian, sepertinya peran pemerintah dalam memberikan edukasi bencana dinilai kurang, dan juga peringatan dini letusan gunung semeru pun tidak di sampaikan kepada masyarakat dengan cepat sehingga banyak masyarakat yang tidak dapat menyelamatkan diri dengan segera.

Baca Juga :  Peranan, Fungsi dan Pendekatan Filsafat

Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati mengatakan “Sepuluh orang masih belum bisa dievakuasi karena lokasinya agak sulit, mobil tidak dapat masuk lokasi karena lumpur sampai lutut,” ia mengatakan bahwa evakuasi korban dapat berjalan karena bantuan dari komunitas pengguna Jeep. Ia berharap Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengerahkan helikopter untuk mengevakuasi warga dari daerah yang sulit dijangkau.

Di sisi lain, para korban erupsi gunung Semeru mengalami kesulitan dalam mengambil bantuan sosial (BANSOS) dari pemerintah, mereka kesulitan dikarenakan beberapa persyaratan yang ditetapkan pemerintah seperti harus menunjukkan data diri, dan antrian yang cukup panjang. Serta bantuan ini dirasa kurang efektif karena bantuan banyak menumpuk di satu lokasi, sehingga para korban harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh untuk mengambil bantuan tersebut. Tak jarang banyak orang yang memanfaatkan kondisi seperti ini, dimana banyak orang yang bukan korban terdampak yang mengambil bantuan sosial (BANSOS) tersebut.

Bantuan dirasa akan efektif jika bantuan tersebut berupa uang tunai, karena korban dapat menyesuaikan kebutuhan mereka seperti obat obatan sesuai penyakit yang diderita korban, pakaian sesuai ukuran, mukena atau alat ibadah lainnya, makanan dan lain sebagainya. Serta bantuan uang tunai akan efektif karna mereka dapat mengatur sendiri pengeluaran. Dikutip dari detikcom, salah satu korban yaitu Abdul Manan mengatakan “Mending bantuan berupa uang tunai, karena bisa mengatur pengeluaran untuk kebutuhan hidup keluarganya, kalau barang, kita harus jalan kaki menuju pos penyimpanan barang bantuan, dan melakukan pendataan, dan banyak warga lain yang mengambil barang bantuan, mengatasnamakan warga terdampak erupsi Semeru.”

Baca Juga :  Fenomena “Klitih” di Yogyakarta sebagai Eksistensi Remaja Berakibat Pelanggaran HAM

Namun sejauh ini, dapat dilihat bantuan dari rakyat indonesia terus berdatangan, mereka saling gotong royong membantu sesama. Mulai dari pengumpulan baju yang tidak terpakai, penggalangan dana, sembako dan lain sebagainya, para relawan juga masih berdatangan untuk membantu mengevakuasi korban, berjaga di posko, mengelola konsumsi dan tenaga medis serta yang lainnya. Beberapa perusahaan, politikus, artis, serta tokoh lainnya juga turut memberikan bantuan kepada korban erupsi gunung Semeru.

Dalam kasus erupsi gunung semeru ini, disimpulkan bahwa endapan awan panas ini terdiri atas material batuan yang sangat bersuhu tinggi sehingga menyebabkan banyak korban jiwa dan rusaknya tempat tinggal warga. Aktivitas gugusan awan ini sudah terjadi beberapa pekan sebelumnya dan terpantau tidak terlalu tinggi, namun barulah terjadi erupsi gunung semeru ini. Serta kurangnya pengetahuan dari warga sekitar agar ketika melihat tanda tanda erupsi gunung, segera antisipasi untuk pindah dan mengungsi ditempat yang lebih aman. Serta perlu adanya peningkatan dalam perataan bantuan sosial (BANSOS), dan variasi bantuan juga berdampak baik bagi korban erupsi Semeru.[]

*Penulis adalah mahasiswa Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, email : amandaadelina03@gmail.com

banner 300250