“JONGASI KORUPSI” : Jargon Serial Gundul-Gundul Pacul di Temanggung

“Gundul-gundul pacul cul, gembelengan…” menjadi lagu permainan legendaris yang kita pelajari pada usia kanak-kanak. Gundul-gundul pacul adalah sebuah nyanyian atau lagu berbahasa Jawa, yang memiliki makna luar biasa.

Lagu “Gundul-Gundul Pacul” erat kaitanya dengan sindiran terhadap pemimpin berkuasa yang telah melakuakan tindakan korupsi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi, definisi korupsi merujuk pada beberapa jenis di antaranya tindakan kerugian keuangan pada negara, suap-menyuap, penggelapan jabatan, pemerasan, perbuatan curang, pembentukan kepentingan dalam hal pengadaan, dan gratifikasi.

Kasus korupsi menjadi mimpi buruk dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dilansir dari Kompas.com (Asabri, 2024) belum lama ini, Indonesia digemparkan kasus mega korupsi yang berakibat pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 271 triliun. Kasus mega korupsi tersebut bertajuk dugaan kasus korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk tahun 2015-2022. Sumber dana korupsi meliputi penghidupkan fungsi tata air, pengaturan tata air, pengendalian erosi dan limpasan, pembentukan tanah, pendaur ulang unsur hara, fungsi pengurai limbah, biodiversitas (keanekaragaman hayati), sumber daya genetik, dan pelepasan karbon. Kasus tersebut menjadi secuil fenomena tragis di negeri khatulistiwa ini.

Jargon “JONGASI KORUPSI”

Berbagai kasus korupsi yang terjadi di Indonesia menjadi hal miris yang harus dipahami dan diwaspadai oleh masyarakat Indonesia khususnya warga di Kabupaten Temanggung. Disadur dari Media Center Temanggung (Ari, 2022) pada Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia (Hakordia) Kabupaten Temanggung dengan menggelar kegiatan workshop dan menghadirkan nara sumber dari BPK dan KPK Jawa Tengah sebagai bagian dari komitmen Pemkab Temanggung dalam mengimplementasikan “JONGASI KORUPSI”. Mantan Bupati HM Al Khadziq mengatakan, Kabupaten Temanggung melalui semangat “Indonesia Pulih Bersatu Melawan Korupsi” untuk berkomitmen guna melakukan pemberantasan korupsi dengan mengoptimalkan pencegahan korupsi melalui perbaikan sistem untuk mendorong transparansi penyelenggaraan negara, mendorong pembangunan zona integritas, dan keterbukaan informasi publik yang dapat diakses oleh seluruh masyarakat dan pendidikan anti korupsi yang dilakukan dalam berbagai instansi formal maupun non formal.

Baca Juga :  Jangan Takut Jadi Dewasa, Yuk Coba Cara Ini Untuk Menghadapinya

Pemberantasan korupsi dilakukan melalui pendidikan anti korupsi yang diimplementasikan melalui edukasi dan kampanye gerakan budaya anti korupsi. Yaitu, dengan menumbuhkan nilai-nilai anti korupsi Jujur, Ora Wedi/Berani, Nanggung Jawab/Tanggung Jawab, Gawe Saestu/Kerja Keras, Adil, Sederhana, Disiplin, Peduli Mandiri, atau “JONGASI KORUPSI”.

Jargon anti korupsi tersebut akan terus diperdengarkan, dan digaungkan kepada seluruh komponen masyarakat baik instansi formal maupun non formal agar semua pihak dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga jargon tersebut bisa turut mengambil peranan, serta andil dalam pencegahan korupsi yang dimulai dari diri sendiri.

“JONGASI KORUPSI” Serial makna baru lagu Gundul-Gundul Pacul di Temanggung

Lagu gundul-gundul pacul menjadi tembang dolanan yang familiar bagi orang Jawa khusunya warga Temanggung. Lagu gundul-gundul pacul kerap dinyanyikan oleh anak-anak dengan memperagakan gerakan-gerakan khasnya. Dilansir dari situs Pemprov DIY, gundul-gundul pacul ditulis oleh Sunan Kalijaga sekitar tahun 1.400. Konon, lagu yang terkesan jenaka ini sebenarnya adalah nasihat dan sindiran bagi penguasa dengan sikap serta perilakunya yang merugikan masyarakat. Sebagai lagu dengan lirik berbahasa jawa ini, lagu gundul-gundul pacul memiliki nilai sosio-religius sebagai berikut :

  • Gundul-Gundul Pacul Gembelengan
    Pernahkah kalian mendengar istilah rambut adalah mahkota? Hal ini mengandung artian bahwa gundul adalah orang yang sudah tidak memiliki mahkota lagi. Sedangkan pacul atau cangkul adalah perkakas pertanian yang sering digunakan oleh rakyat jelata. Suparyogi dalam jurnal berjudul Fenomena Lagu Dolanan “Gundul-Gundul Pacul” Dalam Pendidikan Karakter Anak Dan Ranah Sosial (2018) menjelaskan pacul juga melambangkan empat indera manusia yang tidak dipergunakan dengan baik yaitu mata, telinga, hidung, dan mulut. Sehingga ia menjadi gembelengan atau congkak, sombong dan tidak hati-hati. Maka kalimat tersebut bermakna bahwa sosok pemimpin bukanlah seseorang yang memiliki mahkota tetapi orang yang matanya bisa melihat kesusahan rakyat, yang telinga mau mendengar wejangan atau nasihat, yang hidungnya dapat mencium kebaikan serta kesusahan, dan yang mulutnya memiliki tutur kata baik, bijaksana, dan adil. Namun pemimpin yang tidak memiliki empat unsur tersebut akan berubah menjadi orang yang congkak dan sombong serta merugikan orang lain. Dia tidak lagi peka terhadap kesusahan dan kesengsaraan rakyat, menjadi buta dan tuli sert tertutup mata hatinya akan keluhan rakyat, tidak lagi mengayomi, adil bijaksana, dan hanya sombong akan posisinya sediri.
Baca Juga :  Peran Filsafat dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan

 

  • Nyunggi-nyunggi wakul-kul
    Nyunggi-nyunggi wakul-kul artinya membawa bakul di atas kepala. Hal ini bermakna bahwa seorang pemimpin mengemban amanah rakyat sebagai beban dan tanggung jawabnya. Namun setelah dia membawa amanah, bukannya bertanggung jawab namun kembali gembelengan (congkak, sombong dan tidak hati-hati) karena merasa dia adalah seorang pemimpin berkedudukan tinggi.

 

  • Wakul ngglimpang segone dadi sak latar
    Wakul ngglimpang segone dadi sak latar memiliki arti bahwa bakul terguling sehingga nasinya tumpah memenuhi halaman. Hal ini bermakna karena saat memimpin pemimpin tersebut gembelengan (tidak hati-hati), amanah rakyat (bakul) menjadi jatuh/tumpah dan sia-sia.

Sikap congkak, sombong, dan tidak berhati-hati pada seorang pemimpin akan berakhir dengan kegagalan memikul amanah rakyat. Membuat kepemimpinannya gagal dan tidak dapat mensejahterakan rakyat, bahkan tidak menghasilkan apa-apa yang bermanfaat bagi rakyat, semuanya sia-sia. Sehingga jargon “JONGASI KORUPSI” yang bermakna menumbuhkan nilai-nilai anti korupsi Jujur, Ora Wedi/Berani, Nanggung Jawab/Tanggung Jawab, Gawe Saestu/Kerja Keras, Adil, Sederhana, Disiplin, Peduli Mandiri menjadi serial baru lagu gundul-gundul pacul bagi warga Temanggung.

Baca Juga :  Super Brain Learning: Cara Belajar Anti Mainstream Biar Otak Auto Ngebut

Suarakan Aksi Gemakan “JONGASI KORUPSI”

Jargon ‘JONGASI KORUPSI’ sudah tertananam dalam diri masyarakat melalui implementasi nilai-nilai kearifan lokal seperti jiwa petani yang penuh kerja keras, jujur, sederhana, tanggung jawab, gotong royong dan rasa syukur yang tercermin melalui tradisi religius budaya sadranan, wiwit mbako, wiwit pari dan bersih dusun. Seorang pemimpin tidaklah boleh sombong, congkak, bermain-main, dan juga tidak hati-hati dalam mengemban amanah.

Seorang pemimpin haruslah menjadi pribadi yang dapat melihat kesusahan rakyat dan masalah di daerahnya, dapat melindungi rakyat dan daerahnya, yang mau mendengarkan nasihat orang-orang bijak, yang mendahulukan amanah rakyat banyak dibanding dirinya sendiri, dan yang adil serta bijaksana dalam menjalani kepemimpinan. Pemimpin bukanlah posisi yang tinggi dan membuat orang menjadi congkak sehingga merendahkan dan merugikan berbagai pihak, sebaliknya pemimpin adalah orang yang mengutamakan kepentingan rakyat dan khalayak banyak di atas kepalanya sendiri, untuk menjaga amanah dengan sangat hati-hati dan sepenuh hati.

Melalui Jargon “JONGASI KORUPSI” yang di gemakan mantan Bapak Bupati Temanggung dan tersebar melalui pamflet digital, short movie, maupun poster yang tertempel di setiap lembaga instansi formal maupun non formal diharapakan mampu membentuk ruh positif dan jati diri bagi masyarakat Temanggung. Jargon “JONGASI KORUPSI” sebagai seruan aksi nyata yang berkelanjutan dan terus digemakan, tidak hanya di jajaran instansi pejabat saja namun hingga ke seluruh pelosok negeri Tembakau ini serta merambah ke kalangan masyarakat dan anak-anak sekolah agar memiliki nilai-nilai karakter positif dalam menerapkan kehidupan masyarakat yang terbebas dari unsur-unsur berbau korupsi.[]

Penulis :
Iis Narahmalia, email : ppg.iisnarahmalia01430@program.belajar.id

banner 300250