Kehalalan Obat yang Mengandung Alkohol di Indonesia

Obat adalah sediaan yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang bertujuan agar kualitas hidup seseorang yang sakit menjadi kembali baik. Salah satu bentuk sediaan obat adalah Liquid (cair). Dalam formulasi atau pembuatan sediaan diperlukan dua komponen yaitu zat aktif dan eksipien yaitu zat yang ditambahkan agar sediaan obat yang dihasilkan bisa stabil dan berkualitas sehingga sesuai seperti yang diinginkan. Salah satu zat tambahan itu ialah Alkohol. Alkohol adalah salah satu senyawa kimia organik yang memiliki gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon, atau yang terikat pada atom hidrogen maupun atom karbon lainnya. Beberapa manfaat Alkohol dalam sediaan Liquid antara lain sebagai pelarut, co solven, pemanis, pengawet, wetting agent, dan lain sebagainya.

Kebutuhan obat halal masih menjadi isu yang menarik untuk terus dibahas mengingat banyaknya permintaan dan juga banyak obat-obatan yang kandungannya masih diragukan. Kehalalan obat meliputi tiga faktor yaitu bahan yang digunakan, proses produksi dan penyimpanan produk. Perbedaan persepsi yang terjadi di masyarakat sebagian besar obat non herbal (sirup) mengandung alkohol yang kadarnya lebih dari 1%. Karena berdasarkan fatwa MUI bahwa minuman dilarang mengandung alkohol lebih dari 1%, sedangkan obat berupa sirup juga diminum.

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia, kurang lebih 80% penduduknya adalah Muslim. Setiap muslim hanya diperbolehkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang halal dan bermanfaat bagi tubuh, termasuk obat-obatan medis. Kehalalan Alkohol dalam sediaan obat masih kerap dipertanyakan oleh masyarakat Muslim, karena dalam Islam Alkohol itu dilarang. Oleh karena itu, masih banyak masyarakat Muslim di Indonesia yang ragu atau tidak mau mengonsumsi obat yang mengandung Alkohol karena mereka masih khawatir akan kehalalan dari obat yang mengandung Alkohol tersebut.

Baca Juga :  Perkawinan Lintas Budaya

Seiring dengan perkembangan zaman diperkirakan pada tahun 2030 penduduk muslim akan meningkat sebesar 27%, hal ini berkaitan dengan peningkatan permintaan masyarakat terhadap produk halal seperti obat-obatan, kosmetika dan produk lainnya. Tentunya hal ini terkait dengan kebutuhan industri penghasil produk halal. Dimana tentunya tantangan yang harus mereka hadapi dalam praktek di industri, apakah sudah sesuai dengan syariah atau tidak, yang terkait dengan pengetahuan para pekerja mengenai syarat-syarat produksi menurut syariat Islam.

Dalam penjelasan Raheem (2018) Penemuan obat baru atau metode baru yang berkaitan dengan pengobatan suatu penyakit atau penyembuhan merupakan upaya atau upaya di bidang farmasi untuk mengurangi kesenjangan antara munculnya penyakit baru dan kebutuhan obat untuk masing-masing penyakit. Minuman beralkohol atau minuman yang berbahaya bagi kesehatan dilarang dalam Islam bahkan bisa menjadi dilarang. Dan diketahui bahwa minum alkohol berbahaya bagi kesehatan. Kemudian Majelis Ulama Indonesia telah menetapkan bahwa kandungan alkohol dalam minuman tidak boleh lebih dari 1%, padahal fatwa MUI tahun 2009 menyatakan bahwa obatobatan beralkohol masih diperbolehkan jika ada keadaan darurat atau tidak ada pilihan lain, dan secara medis tidak diperbolehkan. berbahaya bagi kesehatan.

Baca Juga :  Judi Online dan Generasi Z

Kehalalan obat ditentukan oleh tiga faktor. Pertama, bahan baku yang digunakan yaitu bahan aktif, bahan tambahan seperti pembawa, pengisi, pelarut, pengawet, pengemulsi, pensuspensi, pewarna, dan lain-lain. Kedua, proses produksi dimana dalam proses tidak boleh menggunakan alat-alat yang bersentuhan dengan barang najis dan barang haram. Ketiga, penyimpan produk.

Untuk itu bagi kalangan industri wajib menerapkan “Good Manufacturing Practices for Halal Pharmaceuticals” (Kenny et al 2013), sebagaimana langkah berikut: 1) Obat tidak boleh mengandung bagian binatang haram atau binatang yang tidak disembelih secara Islami; 2) Tidak boleh mengandung barang najis berdasarkan Syariah Islam; 3) Aman digunakan oleh manusia dan tidak membahayakan bagi kesehatan; 4) Diproses dengan menggunakan alat- alat yang tidak mengandung najis atau tidak bersentuhan dengan najis dan barang haram; 5) Tidak mengandung bagian tubuh manusia atau derivate barang haram; dan 6) Selama preparation, processing, handling, packaging, torage, dan distribution, harus tetap terjaga supaya tidak bersentuhan dengan barang-barang yang tidak halal dan najis.

Untuk menjawab pertanyaan mengenai kehalalan obat yang mengandung Alkohol, kita mengacu kepada Fatwa MUI mengenai hal tersebut. MUI (Majelis Ulama Indonesia) adalah lembaga pemerintah sebagai wadah para ulama dalam mengatur atau membimbing umat Islam di Indonesia. Selain itu, MUI juga dapat bergerak dalam mengatur kehalalan suatu makanan sebelum dipasarkan. Untuk itu, Fatwa MUI tentang penggunaan alkohol untuk bahan obat, yaitu : a) Ajaran Islam bertujuan untuk menjaga keselamatan agama, jiwa, pikiran, keturunan, dan harta benda, dan oleh karena itu, segala sesuatu yang bermanfaat untuk pencapaian tujuan itu diperintahkan, dianjurkan atau diizinkan untuk dilakukan, sedangkan apa yang merugikan. pencapaian tujuan ini dilarang atau dianjurkan untuk Dijauhi; b) Untuk mencapai tujuan ini, Islam membutuhkan perawatan kesehatan dan pengobatan ketika sakit. Namun, saat ini banyak obat-obatan yang beredar di pasaran tidak diketahui kehalalannya; c) Padahal saat ini alkohol/etanol banyak digunakan sebagai bahan baku, bahan tambahan, dan/atau bahan penolong dalam produksi obat-obatan, khususnya obat-obatan cair yang dikonsumsi dengan cara diminum; d) Karena itu timbul pertanyaan, bagaimana hukum penggunaan alkohol/etanol untuk produk obat khususnya obat cair; dan e) Karena itu dipandang perlu adanya fatwa tentang Penggunaan Alkohol/Etanol Untuk Bahan Obat sebagai pedoman.

Baca Juga :  Kewenangan Gubernur dalam Pengendalian LH dan SDA Terkait Perizinan Tambang Timah di Wilayah Kepulauan Bangka Belitung

Berdasrakan penjabaran-penjabaran tersebut, maka dapat disimpulkan jika penggunaan alkohol/etanol untuk sediaan farmasi cair atau non-cair diperbolehkan untuk digunakan. Penggunaan yang diperbolehkan tersebut yaitu dengan syarat/pada kondisi berikut, yaitu tidak membahayakan kesehatan, tidak ada penyalahgunaan, aman dan sesuai dosis, dan tidak sengaja digunakan untuk mabuk-mabukan. Jadi, masayarakat Muslim tidak perlu khawatir mengenai kehalalan obat yang mengandung alkohol. Tetapi tetap perlu diperhatikan lagi aturan-aturan pakai dari obat yang mengandung alkohol tersebut, agar khasiat dari obat itu sendiri dapat bekerja dengan semestinya dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.[]***

Pengirim :
Amelia, mahasiswa Jurusan Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), email : ameliaachmad2407@gmail.com

banner 300250