Kenali Anak Berkebutuhan Khusus Sejak Dini

ANAK berkebutuhan khusus atau sering disebut ABK merupakan anak yang mempunyai kelainan atau penyimpangan dari kondisi rata-rata anak normal baik secara fisik, mental, intelektual, sosial maupun emosional. Anak berkebutuhan khusus pada masa lampau disebut anak cacat yang memiliki karakteristik khusus dan kemampuan yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Tipe anak berkebutuhan khusus bermacam-macam dengan penyebutan yang sesuai dengan bagian diri anak yang mengalami hambatan baik telah ada sejak lahir maupun karena kegagalan atau kecelakaan pada masa tumbuh-kembangnya.

Salah satu hal penting yang perlu diperhatikan ialah bagaimana orang tua dapat mengenali gejala-gejala kelainan yang terdapat pada anak berkebutuhan khusus sejak dini. Langkah termudah yang dapat dilakukan orang tua adalah dengan memperhatikan tumbuh kembang anak. Identifikasi anak berkebutuhan khusus pada usia dini dapat dilakukan dengan pemantauan tumbuh kembang anak yang meliputi pemantauan dari aspek fisik, psikologi, dan sosial yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan.

Usia dini, yaitu usia 0 sampai 6 tahun sering juga disebut sebagai fase ”Golden Age” merupakan masa yang sangat penting untuk memperhatikan tumbuh kembang anak secara cermat agar sedini mungkin dapat terdeteksi apabila terjadi kelainan. Pada masa golden age penanganan tepat yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus dapat meminimalisir hambatan yang terjadi pada anak dan secepatnya dapat diberikan intervensi sesuai dengan kebutuhan.

Baca Juga :  Hadiah Kecil yang Berpengaruh Besar untuk Membangun Semangat Anak Berkebutuhan Khusus

Secara harfiah identifikasi berarti menemukan atau mengenali. Dalam buku Identifikasi ABK dalam Pendidikan Inklusi istilah identifikasi anak dengan kebutuhan khusus merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).

Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan. Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku: serta (10) Autisme.

Baca Juga :  Jalinan Kasih Pejuang ABK Jenjang Sekolah Dasar

Identifikasi merupakan kegiatan yang sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan secara kasar apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Oleh karena itu, identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya. Langkah berikutnya setelah identifikasi adalah asesmen. Assesmen bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, terapis, dan lain-lain.

Setelah dilakukan asesmen anak berkebutuhan khusus atau ABK membutuhkan perawatan kesehatan serta pelayanan lainnya termasuk layanan pendidikan yang lebih dari anak lain pada umumnya. Karakteristik anak berkebutuhan khusus dan hambatan yang mereka alami seringkali menyulitkan mereka mengakses layanan publik, seperti fasilitas di tempat umum yang tidak aksesibel bagi mereka, hingga layanan tumbuh kembang dan pendidikan yang relatif membutuhkan usaha dan biaya ekstra. Perbedaan karakteristik dan kebutuhan mereka dibanding anak-anak pada umumnya membutuhkan bentuk penanganan dan layanan khusus yang sesuai dengan kondisi mereka. Kondisi mereka yang berbeda bukan menjadi alasan untuk menghindari atau membuang mereka, melainkan justru menumbuhkan kesadaran untuk menghargai keragaman individu dan memberi perhatian serta layanan ideal yang seharusnya mereka terima.

Baca Juga :  Pancasila Sebagai Sumber Segala Sumber Hukum

Layanan untuk anak berkebutuhan khusus seperti sekolah inklusi berusaha menjembatani hambatan yang dialami anak dan memanfaatkan potensi anak untuk dapat mengakses kesempatan hidup sebesar-besarnya. Layanan diberikan dengan berorientasi pada prinsip mempertimbangkan kesamaan masing-masing tipe anak berkebutuhan khusus dan juga perbedaan individual dari masing-masing tipe tersebut, menjaga sikap optimis untuk dapat memberi layanan baik pendidikan, medis, psikologis, maupun upayaupaya pencegahan, mengedepankan potensi anak daripada fokus pada hambatan mereka, dan memandang bahwa kebutuhan khusus bukanlah hambatan melainkan kurangnya kesempatan anak untuk melakukan sesuatu yang orang lain pada umumnya mampu lakukan, baik dalam hal tingkat kematangan (emosi, mental, dan atau fisik), kesempatan yang diberikan masyarakat kepada mereka untuk hidup ‘normal’, dan pengajaran atau pendidikan sesuai hak yang seharusnya mereka dapatkan.[]

Pengirim :
Siti Sutanti
Email : sutanti979@gmail.com

banner 300250