Ketentuan Air untuk Sesuci (Thaharah) Menurut Penjelasan Kitab Kuning

Pada era milenial saat ini banyaknya orang muslim yang minim pengetahuan tentang pentingnya memahami fiqih untuk kebutuhan sehari-harinya. Seperti halnya tentang masalah ibadah,yang mana ibadah ini adalah kewajiban bagi seorang muslim. Salah satu contohnya adalah ibadah sholat, sebelum sholat hendaknya kita bersuci dari hadats dan Najis dengan perantara wudhu bahkan mandi. Salah satu media untuk bersuci adalah air.

Tidak semua air bisa digunakan untuk membersihkan atau sesuci. Hanya air suci dan mensucikan yang dapat membersihkan kotoran, menghilangkan noda-noda kecil dan digunakan untuk mandi junub/mandi besar. Berdasarkan pentingnya air dalam hal ibadah, fiqih Islam mengatur air sedemikian rupa, mulai dari membaginya ke dalam kategori yang berbeda hingga mendefinisikan hukumnya. Menurut Imam Syafi, Ulama membagi air menjadi 4 (empat) golongan yang masing-masing memberikan hukum mulai dari pemanfaatannya hingga pensuciannya. Keempat kategori tersebut adalah air suci dan menyucikan, air musyammas, dan air mutanajis.

Menurut Ibnu Qasim Al-Ghazi ada 7 (tujuh) macam air yang termasuk dalam kategori ini. Beliau mengatakan:
المياه التي يجوز التطهير بها سبع مياه: ماء السماء، وماء البحر، وماء النهر، وماء البئر، وماء العين, وماء الثلج، وماء البرد
“Air yang dapat digunakan untuk bersuci ada tujuh macam, yakni air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air mata air, dan air salju, dan air dari hasil hujan es.”

Kemudian didalam kitab Taqrib (matan kitab fathul qarib) dijelaskan bahwa air dibagi menjadi 4 bagian:
1) Air suci yang mensucikan (air mutlak).
2) Air suci mensucikan tapi makruh digunakan untuk badan,yaitu air yang panas
3) Air yang suci tapi tidak mensucikan, yaitu air yang musta`mal (sudah digunakan) dan yang terkena Najis.
4) Air yang Najis, yaitu; (i) air yang kurang dari dua kullah yang terkena najis (ii) air yang terkena dan sifat airnya berubah dari segi warna,rasa,dan baunya.

Baca Juga :  Kementerian Agama Instruksikan Penghormatan Bendera dan Doa Setiap Tanggal 17

Ketentuan Dua Kullah menurut pandangan ulama kontemporer

Dalam ukuran Baghdad dua kullah itu 500 kathi. Sedangkan menurut imam Nawawi adalah 180 dirham. Dua kullah jika dalam ukuran liter menurut beberapa pendapat ulama yaitu:
1. Menurut Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu air dua qullah (qulah/ kulah) sama dengan 270 liter.
2. Menurut Pendapat Imam Syafi`i, ukuran dua kullah dihitung menggunakan hasta (Dari siku sampai ke ujung jari tengah tangan).Dua kullah digambarkan pada sebuah kolam atau wadah air berbentuk persegi itu harus memiliki ruang dengan minimal panjang, lebar, dan kedalaman 1 ¼ hasta standar orang dewasa.
3. Menurut keterangan dalam kitab Attaqrirot Al-sadidah karya Habib Hasan bin ahmad, volume air dua kullah setara dengan 217 liter.
4. Menurut pendapat syaikh Wahbah Az-zuhaili dalam kitab Al-fiqhul Al-islami Wa adillatuh, ukuran dua kullah setara dengan 270 liter.

Baca Juga :  Sistem Hukum di Pengadilan Berbasis Agama: Tantangan dan Peluang

Mengenal Air Mutlak dan Air Musyammasy

Air Mutlak ini adalah air yang paling sering digunakan untuk menghilangkan kotoran dan Hadas. Hal ini bahkan ditegaskan oleh Imam Abdul Karim Al Qazwin dalam Al Muharrar Fiqhi Al Imam Al Syafii, air mutlak satu-satunya air yang mensucikan. Setiap kali kita bersuci tanpa menggunakan air tersebut, maka wudhu dan mandi besar kita dianggap tidak sah.Air mutlak disebut mutlak karena sifatnya tidak mengandung bahan tambahan, sehingga namanya tidak memerlukan kata lain selain nama air itu sendiri. Hakikat mutlak air adalah thahirun muthahirin. Arti dari Thahir adalah hakikat asli air ini adalah murni dan suci. Sedangkan muthahirin artinya dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran dan menghilangkan hadas besar maupun kecil. Sifat mutlak air mempunyai warna, bau dan rasa yang asli sebagaimana Tuhan menciptakannya. Warnanya cerah, baunya segar dan rasanya asin jika air laut dan segar jika air tawar. Itu sebabnya air sebenarnya tidak berbahaya dan menyegarkan. Contoh air mutlak adalah air hujan, salju, embun, sungai, laut, danau, sumur, mata air.

Sedangkan air musyammasy adalah Pada dasarnya air musyammasy adalah air murni yang membersihkan, namun penggunaannya makruh karena dapat membahayakan tubuh manusia. Air ini merupakan air yang disinari oleh panasnya sinar matahari. Namun, para ilmuwan mengklasifikasikan air apa pun yang terkena sinar matahari langsung sebagai air yang tidak termasuk air musyammasy. Imam Al Nawawi Al Bantani dalam Nihayatu Al Zain mencantumkan beberapa keadaan air musyammasy yaitu:
1. Air musyammasy hanya terdapat di negara-negara yang cuacanya sangat panas. Suhu meningkat sangat tinggi. Misalnya di Brazil, Victoria, China dan India.Di negara-negara yang cuaca dan suhunya normal dalam derajat Celcius, keadaan air yang terkena panas langsung tidak termasuk dalam kategori air musyammasy. Artinya air itu mutlak misalnya diindonesia sendiri.
2. Golongan air musyammasy meliputi penggunaan air yang direbus ketika direbus dengan kompor. Sifat air ini mirip dengan air musyammasy di negara-negara yang cuacanya sangat panas.
3. Air ditampung dalam tangki atau bejana yang terbuat dari bahan selain emas dan perak, seperti besi, tembaga atau bahan lainnya. Benda selain emas dan perak merupakan isolator atau penghantar panas yang baik. Selain itu, barang yang terbuat selain emas dan perak dapat mengeluarkan bau berkarat sehingga sangat berbahaya bagi kulit manusia.
4. Air musyammasy digunakan pada musim panas dan langsung. Jika dibiarkan hingga berbagai cacatnya hilang, keadaannya akan kembali ke hukum aslinya, yaitu air mutlak.
5. Penyebab lainnya adalah penggunaan air musyammaasy dapat menimbulkan bahaya bagi tubuh manusia, seperti panas, terbakar, melepuh, dan lain-lain.[]

Baca Juga :  Penilaian Status Gizi pada Anak

Pengirim :
Suci Awaliyah, mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan, email : suciawaliyah49@gmail.com

banner 300250