Konsep Perkembangan pada Anak Usia Dini

Masa usia dini merupakan masa emas perkembangan yang penting bagi anak untuk mendapatkan  pendidikan.  Al Ibrasyi mengatakan, apabila sejak usia dini seorang anak ditelantarkan pendidikannya, tentu sebagian besar akan tumbuh menjadi orang yang buruk akhlaqnya. Akan tetapi, sang anak dapat dihindarkan dari akhlaq yang buruk tersebut apabila ia diperhatikan pendidikannya secara penuh sejak usia dini dan tahapan masa kanak-kanak yang dijalaninya serta memberikan lingkungan yang baik.
Pengalaman yang diperoleh anak dari lingkungan, termasuk stimulasi yang diberikan oleh orang dewasa, akan mempengaruhi kehidupan anak di masa yang akan datang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang mampu memfasilitasi anak dalam masa tumbuh kembangnya berupa kegiatan pendidikan dan pembelajaran sesuai dengan usia, kebutuhan dan minat anak.
Masa usia dini adalah tahun-tahun paling aktif dalam kehidupan manusia, anak kelihatan tidak kehabisan energi terutama untuk bermain karena dunia anak adalah bermain dan melalui bermain tersebut anak belajar. Dikatakan oleh Al Ghazali, hendaknya sang anak diijinkan untuk bermain dengan mainan yang disukainya, jika anak dilarang bermain akan memadamkan kecerdasannya dan membuat masa kecilnya kurang bahagia, sehingga pada akhirnya anak  akan berupaya dengan berbagai macam cara untuk membebaskan diri dari perasaan tertekannya,  sesungguhnya mainan bagi anak-anak sama halnya dengan pekerjaan orang dewasa.
Bermain memungkinkan anak untuk belajar sendiri, pengalaman ini diperolehnya ketika ia berusaha mengorganisasi, menguasai, memikirkan  dan merencanakan dengan bermain sebagai medianya.
Menurut Seto Mulyadi ciri-ciri kognitif pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Concreteness, atau berfikir kongkrit, pada tahab ini anak belum mampu memikirkan hal abstrak (misalnya keadilan) dimana pada tahap ini anak belum mampu memahaminya.
b. Realisme, yaitu kecenderungan untuk menanggapi segala sesuatu sebagai hal yang riil atau nyata. Karakteristik ini sebenarnya tidak jauh terlepas dari kemampuan berpikirnya yang masih cenderung kongkret.
c. Centration, yaitu kecenderungan untuk mengkonsentrasikan diri pada satu aspek dari suatu situasi. Kecenderungan ini menyederhanakan dunia yang ada di sekitar anak sehingga mudah berinteraksi namun menyulitkan anak untuk memecahkan masalah yang perlu mempertimbangkan aspek-aspek lain dari suatu masalah.
d. Dominasi perceptual, pemikiran anak pada masa ini didominasi oleh persepsi mereka sendiri. Perhatian mereka lebih tertuju pada sifat fisik dari obyek yang bersangkutan.
e. Irreversibility, yaitu kemampuan untuk berpikir tentang apa yang terjadi sekarang dan bagaimana mencapai tujuan selanjutnya, namun tidak memiliki kemampuan untuk mengenai bagaimana mereka sampai pada keadaan sekarang.
f. Konsep yang simplistic, yaitu kecenderungan untuk berfikir secara sederhana. Misalnya konsep “paman” adalah pria setengah baya yang sering hadir dalam pertemuan keluarga, hal ini membuat semua pria setengah baya yang hadir pada pertemuan keluarga dianggap “paman”.
g. Idiosincratic, yaitu kecenderungan untuk menggunakan konsep-konsep yang hanya dapat dipahami dirinya sendiri. Anak sendiri tidak mampu menjelaskan apa yang dimaksudnya, namun mengganggap orang lain memahaminya sebagaimana halnya dirinya.
Keterangan tersebut menunjukan bahwa pola berpikir anak usia dini masih sangat sederhana, berpikir kongkrit atau nyata, anak belum bisa memahami hal-hal yang abstrak. Sehingga dalam memberikan kegiatan pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak.
Demikian pula pada perkembangan moral dan nilai agama anak usia 0-7 tahun belum dapat berfikir abstrak untuk membedakan baik dan buruk atau benar dan salah. Anak hanya belajar bagaimana bertindak dalam situasi tertentu, dalam tahap ini perkembangan moral anak bahwa anak mengikuti peraturan tanpa berpikir dan menilai, jikapun dia mmenilai benar atau salah ukuranya berdasarkan akibat yang diterima anak sebagai reaksi orang dewasa atas perbuatan yang dilakukan anak. Anak beranggapan perbuatan salah ialah tindakan yang mendapatkan hukuman.
Jadi dalam perkembangan moral dan nilai agama tidak lepas dari perkembangan kognitif anak, masih berfikir kongkrit sehingga pada tahap ini pembelajaran dilakukan melalui pembiasaan berbuat baik dan memberikan penguatan seperti pujian terhadap anak yang melakukan perbuatan baik.
Pada perkembangan Sosial-Emosional anak usia dini menurut Rusda Koto dan Sri Maryati (2004), secara garis besar yang terkait dengan perkembangan sosial meliputi agresif, pemalu, manja, daya saing kurang, perilaku berkuasa dan perilaku merusak. Sedangkan yang menyangkut perkembangan emosi meliputi penakut, pemarah, cemburu, mudah tersinggung dan sedih.
Dari keterangan diatas dapat dipahami bahwa terkait perkembangan sosial-emosional anak usia dini sangat beragam dan komplek, sehingga pada tahap ini pembelajaran dilakukan melalui pembiasaan berbuat baik dan memberikan penguatan seperti pujian terhadap anak yang melakukan perbuatan baik perlu dilakukan seperti halnya pada pengembangan moral dan nilai agama.
Adapun dalam perkembangan bahasa anak usia dini, Musfiroh  membedakan istilah pemerolelan bahasa dan pembelajaran bahasa. Pemerolehan bahasa merupakan suatu proses psikologis yang terjadi pada masa kanak-kanak guna mendapatkan bahasa secara ilmiah, fungsional, dan tidak ada target dalam proses ini. Sebaliknya pembelajaran bahasa bersifat formal, bertarget, orientasi struktur. Penguasaan bahasa (lisan maupun tulisan) didasarkan pada prinsip- prinsip berikut;
a. Anak belajar secara alamiah, yaitu melalui praktek berbicara nyata yang disimaknya dari orang-orang di sekitarnya.
b. Aktivitas berbahasa dipengaruhi oleh bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan, Interaksi dengan lingkungan memungkinkan anak melakukan komunikasi, menyimak dan berbicara, menanggapi dan bertanya.
c. Orang dewasa sangat mempengaruhi kemampuan anak memanfaatkan bahasa, respon orang tua merangsang anak untuk terlibat kegiatan komunikasi, membantu anak memperoleh kata-kata baru dan maknanya melalui penggunaan nyata.
d. Aktivitas berbahasa dipengaruhi pajanan, orang tua dan pendidik perlu menyediakan benda-benda yang dibutuhkan anak, mengajak anak melihat lingkungan sekitar terutama buku-buku dan bacaan yang memungkinkan anak berinreraksi denganya.
e. Bantuan belajar terkait dengan masa peka anak, yaitu harus sesuai dengan “saat minat” anak terhadap bahasa, saat anak terlibat dengan benda-benda, dan saat anak membutuhkan kata-kata baru untuk menuangkan ide atau perasaanya.
Uraian tersebut di atas menunjukkan bahwa dalam perkembangan bahasa anak usia dini dipengaruhi oleh faktor alamiah yang lebih menekankan pada kondisi psikologis anak termasuk masa peka dalam pembelajaran berbahasa dan faktor pajanan yang secara sengaja di rancang untuk pengembangan bahasa. Kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi pemerolehan berbahasa pada anak.
Selanjutnya pada perkembangan motorik anak usia dini tidak terlepas dari gerak dasar manusia. Menurut Abdulkadir dan Adams gerak dasar manusia meliputi;
a. Lokomotor, yaitu aktivitas pengembangan kemampuan  gerak yang dilakukan dengan berpindah tempat, seperti merangkak, berlari dan melompat.
b. Non lokomotor, yaitu pengembangan kemampuan gerak anak ditempat, seperti membungkuk, memutar, dan membalik.
c. Manipulasi, yaitu kemampuan gerak anak yang dilakukan dengan menggerakan anggota badan secara terampil, seperti melempar, menangkap, dan menggiring bola.
d. Stabilisasi, yaitu pengembangan kemampuan gerak anak yang dilakukan dengan mempertahankan keseimbangan, seperti berdiri diatas satu kaki dan berdiri tegak.
Dari keterangan tersebut dapat dipahami bahwa pengembangan motorik anak dapat dilakukan melalui rangsangan, walaupun motorik anak akan berkembang secara alami, namun dengan memberikan rangsangan akan dapat meningkatkan kwalitas perkembangan organ secara optimal.
Aspek- aspek yang dikembangkan dalam pendidikan anak usia dini adalah sebagai berikut :
a. Agama dan Moral
Fokus pengembangan aspek ini adalah pada pembentukan perilaku yang mulia dan bermoral tinggi yang dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai yang berkaitan dengan keimanan, rasa kemanusiaan, hidup bermasyarakat dan bernegara.
b. Motorik
Pengembangan ini mencakup motorik kasar dan motorik halus, dilakukan dengan kegiatan-kegiatan yang melatih otot-otot besar dan kecil untuk mendukung kemampuan menolong diri sendiri.
c. Kognitif
Kemampuan kognitif anak mempengaruhi semua kegiatan pembelajaran karena anak mulai dapat mengamati, membedakan, meniru, memecahkan masalah sederhana, dan berpikir logis.
d. Bahasa
Anak perlu mendapatkan stimulasi untuk mendengar, berbicara, membaca dan menulis. Anak akan dapat mengekspresikan perasaannya secara  verbal dan mampu membangun interaksi sosial melalui kegiatan berbahasa.
e. Sosial Emosional
Anak mulai mengenal diri sendiri, orang lain, aturan dilingkungan sekitar, belajar untuk mengendalikan emosi, dan rasa memiliki. Dengan berkembangnya kemampuan tersebut, maka seorang anak mulai belajar menempatkan dirinya agar diterima oleh lingkunganya.
Pendidikan anak usia dini merupakan tahap pertama dalam pendidikan dimana pada masa ini merupakan masa emas perkembangan anak yang  sangat menentukan bagaimana kwalitas generasi yang akan datang, sehingga perlu terus mendapatkan perhatian yang serius serta kerjasama antara orang tua, lembaga pendidikan, akademisi dan pemerintah.[]
Penulis : 
Suhartono, M.S.I, Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta, email : suhartono.abuhasna@gmail.com  
banner 300250