Menggali Makna Teori Kritis Habermas

Penting untuk menggali makna teori kritis habermas Jurgen Habermas, seorang intelektual asal Jerman, yang lahir di Dusseldorf pada 18 Juni 1929. Pengalamannya yang terjadi pada masa Perang Dunia II, saat ia masih remaja, membuka matanya terhadap kejahatan rezim nasionalis sosialis di bawah kepemimpinan Adolf Hitler. Kesadaran ini menjadi landasan bagi Habermas untuk menekankan pentingnya demokrasi di negaranya. Setelah kejatuhan rezim Nazi, buku-buku yang sebelumnya dilarang di Jerman dapat diakses oleh siapa pun. Habermas memanfaatkan kesempatan ini untuk mendalami berbagai bidang, termasuk filsafat, psikologi, dan kesusastraan Jerman, yang semuanya ia pelajari di Universitas Gottingen. Puncak perjalanan akademisnya mencapai puncaknya dengan meraih gelar doktor di Universitas Bonn pada tahun 1945.

Sebagai tokoh terakhir dari aliran Frankfurt School, Habermas membawa semangat baru ke dalam teori kritis yang sebelumnya berakhir dengan nuansa pesimis. Ia berhasil menghidupkan kembali dan melanjutkan proyek teori kritis yang ditinggalkan oleh para pendahulunya. Namun, prestasi Habermas tidak terbatas pada pengembangan teori kritis semata; ia juga memberikan sumbangan berharga dalam dunia filsafat saat ini.

Awal karirnya di Frankfurt School mengikuti jejak para pemikir besar seperti Theodor Adorno, Max Horkheimer, dan Herbert Marcuse, namun pemikiran Habermas memiliki keunikannya. Dalam karyanya “Dialectic of Enlightenment” yang terbit pada tahun 1947, Adorno dan Horkheimer menyatakan bahwa upaya menuju nalar dan kebebasan malah memunculkan bentuk baru irasional dan represi.

Baca Juga :  Kantor Imigrasi Baubau Gelar Sosialisasi e-Paspor

Setelah Perang Dunia, Adorno mengembangkan pemikirannya dengan menolak segala bentuk pemikiran afirmatif tentang etika dan politik. Sementara itu, Horkheimer semakin tertarik pada teologi. Dari sini, Habermas memulai pemikirannya dengan menekankan pada pengembangan konsep nalar yang lebih komprehensif, yakni nalar yang tidak tereduksi pada instrumen teknis dari subjek individu, membuka jalan bagi masyarakat emansipatif dan rasional.

Pemikiran Filosofis dan Teori Kritis

Sejak awal, filsafat telah berupaya menjelaskan dunia secara keseluruhan dengan menggunakan beberapa pendekatan atau prinsip yang dapat ditemukan di dalam rasio dan bukan melalui komunikasi. Habermas tidak menyangkali akan hal ini, baginya penggunaan rasio dalam dunia filsafat merupakan hal yang wajar dan tidak dapat disangkal serta dihindari oleh siapa pun. Masalah mendasar yang sering dikemukakan dalam filsafat, baik dalam sosial maupun politik ialah apakah peran rasio dalam refleksi-refleksi tentang masyarakat? Apakah mungkin ada suatu teori atas dasar perspektif tertentu yang tidak memihak atau netral terhadap masyarakat? Bertolak dari permasalahan tersebut, sebuah teori kritis mulai muncul dengan tidak mengabaikan semua minat atau usaha yang pernah ada dan dilakukan sebelumnya. Akhirnya, teori kritis ini menarik perhatian dunia internasional.

Teori kritis yang dikemukakan oleh Habermas sebenarnya bukan merupakan suatu teori baru. Upaya menggali makna teori ini sebelumnya telah dikemukakan oleh para pendahulunya yang tergabung dalam mazhab Frankfurt yaitu Theodor Adorno, Max Horkheimer dan Herbert Marcuse. Tetapi teori kritis ini mengalami kebuntuan atau tidak dapat dilanjutkan lagi dikarenakan beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut ialah: 1) Teori ini terjebak oleh daya integratif sistem masyarakat kapitalisme, padahal dalam kenyataannya kaum buruh semestinya tidak ditindas dalam masyarakat kapitalis; 2) Teori kritis tetap bertolak pada pandangan Marx yang terlalu pesimis yang menilai manusia secara material saja, dan 3) Teori kritis menerima sepenuhnya pikiran Marx bahwa manusia adalah makhluk yang bekerja, yang berarti juga menguasai.

Baca Juga :  Ini Prediksi Timnas Indonesia vs Burundi 25 Maret 2023

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Habermas berusaha melanjutkan apa yang pernah dikemukakan oleh para pendahulunya yang gagal karena mereka terlalu pesimis (atau sebagaimana 3 faktor yang disebutkan di atas). Di sini ia bertindak sebagai pembaharu, dimana teori kritis ini dilihat dan tinjau dengan suatu paradigma baru karena teori sebelumnya tidak begitu memadai untuk menganalisa keadaan masyarakat. Ia berusaha untuk mengembangkan suatu teori yang dapat menunjukkan keterlibatan masyarakat serta mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Teori kritis sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terlalu menekankan aspek material dari masyarakat sehingga pekerjaan sangat menentukan dalam kehidupan masyarakat. Di sinilah Habermas tampil dan memberikan suatu jalan keluar melalui rekonstruksi besar-besaran terhadap teori kritis mazhab Frankfurt. Dengan menerima pemikiran Marx begitu saja yang mereduksikan manusia pada satu macam tindakan, yaitu pekerjaan termasuk ketika berinteraksi dengan orang lain sesungguhnya merupakan suatu kesalahan besar yang dilakukan oleh mazhab Frankfurt. Karena bekerja, sama artinya dengan menguasai, maka pekerjaan untuk pembebasan akan menghasilkan perbudakan baru yaitu saling menguasai satu sama lain sehingga orang yang lemah akan semakin tertindas.

Baca Juga :  Universitas Syiah Kuala Kini Miliki Pusat Bahasa dan Budaya Korea

Habermas berusaha mengkritisi hal ini dengan mengembangkan suatu penelitian sosial sebagai praksis komunikasi. Singkatnya, ia mau membuktikan bahwa suatu pengetahuan itu tidak hanya dapat dilakukan dengan menggunakan rasio saja melainkan komunikasi juga tidak kalah pentingnya. Komunikasi merupakan perwujudan dari tindakan saling pengertian. Komunikasi juga dapat memberikan solusi dalam menyelesaikan kebuntuan teori kritis yang telah dikemukakan oleh mazhab Frankfurt.

Itulah sebabnya, menggali makna teori kritis Habermas menambahkan konsep komunikasi pada teori kritis yang dikembangkannya sebagai suatu paradigma baru. Dengan demikian, ia berusaha mengembangkan suatu penelitian sosial sebagai praksis dari komunikasi karena menurutnya teori tidak dapat dipisahkan dari praksisnya. Praksis dilandasi oleh kesadaran rasional dan rasio itu sendiri tidak hanya mewujud dalam pekerjaan saja melainkan juga menyangkut interaksi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa sehari-hari. Oleh karena itu, suatu kritik dapat berkembang dengan menggunakan rasio komunikatif yang dimengerti.[]

Pengirim :
Ismail Maulana, Santri dan Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an An-nur Yogyakarta, email : ismailsobirin267@gmail.com

banner 300250