Moderasi Beragama dengan Berbasis Kearifan Lokal

Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri, karena kearifan lokal ini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat setempat. Masyarakat di setiap daerah juga memiliki kearifan lokal yang berbeda-beda sesuai dengan budaya dan adat istiadat masyarakatnya.

Meskipun setiap daerah memiliki budaya yang berbeda dengan daerah lain dan memiliki kearifan lokal yang berbeda, namun kearifan lokal terbukti mampu menawarkan solusi spesifik terhadap permasalahan lokal yang terjadi di daerah ataupun masyarakat.

Kearifan lokal adalah adat istiadat dan hukum adat. Adat istiadat merupakan sistem nilai yang sifatnya lebih abstrak. Pada saat yang sama, hukum adat menjadi norma sosial dengan adanya penghargaan dan punishment.

Hukum adat dalam masyarakat Indonesia telah lama didedikasikan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial, termasuk masalah etnis dan agama atau kepercayaan yang terkait dengan konflik horizontal. Meskipun bernaung di bawah hukum tata negara, masyarakat hukum adat memiliki kearifan lokal yaitu hukum normatif yang disepakati bersama sebagai sarana penyelesaian. Masalah-masalah lokal yang bersifat lokal, terbukti efektif dalam memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat adat.

Baca Juga :  "UMKM Tumbuh Aceh Tangguh" Sukses Digelar di Bireun

Kearifan lokal telah menjadi konsep nilai masyarakat yang istimewa dan lebih tinggi. Barangkali anggapan ini benar, namun tetap meninggalkan kesan bahwa kearifan lokal tidak serta merta diterima sebagai kebenaran universal manusia, melainkan harus menunggu lama sebelum diakui sebagai kearifan nasional yang melampaui beberapa nilai etnik.

Contoh kearifan lokal adalah gotong royong dalam penyelesaian ruang publik, seperti perbaikan jalan raya, posyandu, poskamling dan sebagainya, toleransi dalam penyelenggaraan upacara keagamaan, urung rembuk (pertimbangan) dalam pengangkatan pemimpin dan menyerahkan kepada lembaga adat untuk menyelesaikan konflik di wilayah setempat.

Di era globalisasi ini, ada kebutuhan yang semakin besar akan kearifan lokal untuk memecahkan beberapa masalah yang tidak dapat ditangani dengan baik oleh hukum formal umum kita. Kearifan lokal juga dapat menyelesaikan konflik dalam urusan agama atau keagamaan.

Biasanya pihak yang bertikai memiliki agama, mazhab dan aliran yang berbeda tetapi mereka memiliki budaya leluhur yang sama. Budaya luhur inilah yang dapat menjembatani kesenjangan tersebut pihak yang bertikai. Budaya luhur, yang merupakan istilah lain dari kearifan lokal ini mencairkan hubungan yang berbeda satu sama lain.

Baca Juga :  Kasus Korupsi Timah, Pelajaran untuk Memperkuat Otda dalam Pengelolaan SDA

Kearifan adalah kebenaran yang universal, jadi jika ditambahkan ke dalam kata lokal, dapat mereduksi persepsi kearifan itu sendiri. Setiap kali kita berbicara tentang kebijaksanaan, setiap kali kita berbicara tentang kebenaran dan nilai-nilai universal. Menentang kearifan lokal berarti menolak kebenaran universal. Sebuah kebenaran universal sebenarnya adalah seperangkat nilai kebenaran lokal. Tidak ada kebenaran universal tanpa kearifan lokal. Jadi tidak tepat mengkontraskan kearifan lokal dengan kebenaran universal.

Karakteristik kearifan lokal merupakan bentuk kearifan lingkungan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat di suatu tempat atau wilayah. Jadi itu mengacu pada tempat dan komunitas tertentu. Kearifan lokal adalah nilai-nilai atau perilaku masyarakat setempat dalam berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggalnya secara arif. Salah satu wujud perilaku manusia, kearifan lokal bukanlah hal yang statis, melainkan berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada tatanan sosial budaya dan hubungan dalam masyarakat.

Baca Juga :  Maraknya Pencabulan Anak di Bawah Umur, KPAI Kurang Peduli?

Karakteristik kearifan lokal adalah: (1) Mampu mentolerir budaya asing, (2) Kemampuan mempertimbangkan unsur budaya asing, (3) Kemampuan mengintegrasikan unsur budaya asing ke dalam budaya sendiri, (4) Memiliki keterampilan dalam kepemimpinan, (5) Mampu memberikan arah bagi perkembangan kebudayaan.

Menurut ahli budaya, Koentjaraningrat dalam bukunya yang dalam adat istiadat ditemukan tiga bentuk budaya yang pertama, bentuk budaya sebagai ide, gagasan, dan nilai. Kedua, wujud kebudayaan sebagai aktivitas atau model aktivitas manusia dalam masyarakat. Ketiga, budaya sebagai bentuk benda-benda hasil karya atau buatan manusia.

Menurut definisi ini, tradisi (adat) adalah kesatuan Terpola, sistematis dan diwariskan secara turun-temurun. Pada masyarakat tertentu, nilai-nilai adat seperti sirri na pacce (harga diri dan malu) di Makassar merupakan sifat leluhur yang masih diyakini oleh warga Bugis-Makassar Sulawesi Selatan. Kecuali Makassar, masih banyak tradisi yang dipuja semua suku Indonesia dan menjadi sumber kebanggaan dan pemersatu suku bangsa.[]

Pengirim :
Sholihatun Nisa, mahasiswa UIN KH. Aburrahman Wahid Pekalongan

banner 300250