Krisis dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Kerap kali, krisis dapat menimbulkan tantangan yang besar bagi sebuah instansi ataupun organisasi. Harapannya, dengan memahami teori komunikasi navigasi krisis terkemuka, instansi atau organisasi dapat mengatasi tantangan tersebut dengan cara yang lebih efektif. Dalam artikel ini, kita akan membahas mengenai masing-masing teori dan bagaimana penerapannya dapat membantu instansi atau organisasi dalam mengatasi tantangan yang dihadapi selama krisis.
Memahami Arti dan Tujuan Komunikasi Krisis
Kata krisis berasal dari bahasa Yunani krisis (kpion), yang memiliki arti keputusan. Dalam bahasa Cina, krisis diucapkan dengan wei-ji yang memiliki dua arti yakni bahaya dan peluang. Krisis dapat diartikan keadaan tak terduga yang bisa mengancam reputasi dan harus ditangani secara cepat agar kembali berjalan normal. Ketika sebuah instansi atau organisasi mengalami krisis, maka penting bagi mereka untuk memutuskan apa yang harus dilakukan. Fearn-Banks (1996:1) mendefinisikan krisis sebagai peristiwa besar dengan potensi dampak negatif bagi perusahaan atau industri, organisasi dan publik, produk, layanan, atau nama baiknya. Sebuah krisis dapat mengancam keberlangsungan hidup maupun keberadaan perusahaan. Pada dasarnya krisis merupakan situasi yang tak terduga, artinya sebuah instansi atau organisasi tidak dapat menebak dengan pasti kapan terjadinya krisis yang dapat mengancam reputasi.
Shrivastava dan Mitroff (1987) mengartikan krisis perusahaan adalah kejadian yang mengancam tujuan terpenting perusahaan untuk bertahan dan menghasilkan keuntungan. Bagi Barton (1993) krisis adalah peristiwa besar yang tidak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap organisasi dan publiknya. Peristiwa tersebut tentunya dapat merusak instansi atau organisasi, karyawan, produk maupun jasa yang dihasilkan bahkan sampai merusak reputasi dari instansi atau organisasi tersebut.
W. Timothy Coombs mendefinisikan komunikasi krisis sebagai suatu komunikasi antara organisasi dengan masyarakat atau stakeholder dalam rangka menangani peristiwa atau informasi yang dapat membawa pengaruh buruk terhadap reputasi dan citra yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komunikasi krisis merupakan strategi yang digunakan oleh organisasi untuk mengelola dampak negatif yang bisa saja timbul akibat dari sebuah peristiwa.
Komunikasi krisis tentunya mempunyai tujuan yakni untuk menjaga reputasi organisasi di mata publik dan stakeholder, memberikan informasi yang jelas, akurat, dan terkini kepada stakeholder dan publik, dan berperan mengurangi kepanikan serta tidakpastian di kalangan publik.
Pentingnya Mempelajari Teori Komunikasi Krisis
Teori komunikasi krisis menjadi penting untuk dipelajari sebab memberikan pengalaman yang mendalam tentang krisis. Dengan mempelajari teori komunikasi krisis, instansi ataupun organisasi dapat mempersiapkan diri lebih baik dalam menghadapi krisis yang potensial. Selain itu, dengan mempelajari teori komunikasi krisis dapat membantu meningkatkan efektivitas komunikasi intansi atau organisasi dalam situasi krisis. Krisis kerapkali menjadi peluang untuk belajar dan memperbaiki diri. Harapannya, dengan mempelajari teori komunikasi krisis, individu, instansi ataupun organisasi dapat mengambil pelajaran dari pengalaman krisis yang telah mereka alami, dan menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola krisis di masa depan.
Kenali Delapan Teori Komunikasi Krisis Terkemuka
Hearit (1994) mengemukakan teori apologia merupakan teori mengenai organisasi yang dituduh melakukan kesalahan dan memilih untuk memberikan pernyataan penyesalan yang menyampaikan duka untuk meredakan permusuhan publik terhadap korporasi. Pada teori Apologia, sebuah instansi atau organisasi tidak hanya memberikan pernyataan permintaan maaf, namun juga dapat menyangkal atas krisis yang menimpa mereka.
W. Timothy Coombs mengemukakan Situational Crisis Communication Theory (SCCT) merupakan teori yang mengatur strategi respon krisis dengan menentukan apakah maksud dari strategi tersebut dapat mengancam reputasi organisasi. Teori ini mempunyai tiga model, yaitu teori atribusi, tanggung jawab, dan reputasi.
Prof. William Benoit mengemukakan Image Restoration Theory (IRT) membahas tentang bagaimana individu atau organisasi mengelola citra mereka setelah terjadi kegagalan ataupun skandal. Teori ini mengidentifikasi berbagai strategi restorasi citra yang dapat digunakan untuk memperbaiki reputasi yang tercemar akibat krisis.
W. Barnett Pearce dan Vernon Cronen mengemukakan Teori Coordinated Management of Meaning (CMM) merupakan teori yang menggambarkan cara individu mengembangkan, mengkoordinasikan, dan mengelola arti dalam proses komunikasinya. Teori ini dapat membantu dalam memahami bagaimana individu dan organisasi saling berkomunikasi dan menciptakan makna selama situasi krisis.
James Gruning (2002) menyatakan bahwa teori excellence merupakan pengembangan dari empat model public relations, yang diterapkan praktisi PR dalam menjalin hubungan dengan publik. Keempat model tersebut adalah press agentry, public information, two-way asymmetric, dan two-way symmetric. Keempat model ini dibuat berdasarkan empat dimensi utama, yaitu arah komunikasi, keseimbangan kepentingan antara kedua pihak, saluran, dan dimensi etis.
Teori retorika arena adalah konsep yang menggambarkan berbagai ruang atau platform di mana komunikasi persuasif terjadi selama situasi krisis. Teori ini telah dipopulerkan oleh Aristoteles dan Cicero. Dalam manajemen krisis, teori retorika arena dapat digunakan untuk mengidentifikasi beragam platform komunikasi yang relevan dalam mengelola navigasi krisis. Hal ini mencakup media massa tradisional seperti televisi, radio, dan surat kabar serta platform digital seperti media sosial dan website.
Teori chaos adalah konsep yang mengakui kompleksitas dan ketidakpastian yang mungkin timbul dalam navigasi krisis. Teori ini menyoroti faktor-faktor kecil atau perubahan kecil dapat menghasilkan dampak yang besar dan sulit untuk diprediksi dalam sistem yang kompleks. Singkatnya teori ini tidak mempunyai strategi khusus dan mengikuti perkembangan situasi. Teori chaos sendiri pertama kali dikemukakan oleh Edward Lorenz.
Teori Social Mediated Crisis Communication Model (SMCC) menggambarkan sumber dan bentuk informasi navigasi krisis berdampak pada organisasi dan menyarankan strategi respons krisis yang dimediasi sosial. Singkatnya teori SMCC adalah model strategi komunikasi krisis yang melibatkan media sosial. Teori ini sendiri dikembangkan oleh Jin, Austin, dan Liu.
Keberhasilan PT Gojek Indonesia Mengatasi Krisis Menggunakan Teori Apologia
Dilansir dari publikasi ilmiah karya Aris Budi Prabowo, publikasi tersebut membahas mengenai penelitian yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana komunikasi krisis yang dilakukan oleh PT Gojek Indonesia, khususnya Driver Service Unit (DSU) Solo Raya dalam menangani krisis penolakan kehadiran Gojek di Solo Raya. Aris Budi Prabowo menggunakan pendekatan teori apologia dalam mengungkap fenomena krisis yang terjadi.
Hasilnya pendekatan teori apologia pada permasalahan di atas dapat dikatakan relevan. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh DSU Gojek Solo Raya yakni yang pertama permintaan maaf dengan membentuk klaim berupa fakta lain yang terjadi dilapangan, yang kedua dan ketiga adalah membuat klaim baru sebagai upaya untuk mengidentifikasikan serangan dengan suatu pandangan publik dengan citra positif serta meminta publik untuk menunda penilaian sampai semua bukti disajikan.
Komunikasi krisis adalah hal yang penting untuk dipahami dalam menghadapi situasi tak terduga yang dapat mengancam reputasi sebuah organisasi. W. Timothy Coombs mendefinisikan komunikasi krisis sebagai interaksi antara organisasi dengan masyarakat atau pemangku kepentingan dalam menangani peristiwa atau informasi yang dapat merugikan reputasi.
Untuk memahami dan mengelola krisis dengan efektif, penting untuk mempelajari berbagai teori komunikasi krisis yang ada, seperti teori apologia, Situational Crisis Communication Theory (SCCT), Image Restoration Theory (IRT), Coordinated Management of Meaning (CMM), teori excellence, teori retorika arena, teori chaos, dan Social Mediated Crisis Communication Model (SMCC). Studi kasus tentang PT Gojek Indonesia menunjukkan bahwa penerapan teori apologia dalam komunikasi navigasi krisis dapat menjadi strategi yang efektif dalam menjaga reputasi dan mengatasi dampak negatif dari krisis yang dihadapi.[]
Pengirim :
Noor Latifah Adzhari, mahasiswa Sekolah Vokasi IPB University Program Studi Komunikasi Digital dan Media, email : latifahadz66@gmail.com