Pemahamaan Literasi Lingkungan dalam Menyikapi Bencana Tsunami

Oleh : Jufiani Ulfa*

Penurunan kualitas lingkungan umumnya disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Namun minimnya kesadaran dan tanggung jawab manusia menjadi faktor yang membawa pengaruh lebih besar dalam peningkatan isu lingkungan.

Menurut Karimzadegan &Meiboudi akibat dari kondisi lingkungan yang semakin memprihatikan, pelestarian lingkungan hidup menjadi perhatian dunia. Beberapa Negara menggagas upaya mencegah kerusakan alam dan perubahan iklim yang diajukan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sehingga puncaknya adalah diadakan Konferensi Internasional yang ditujukan membahas masalah lingkungan dalam perspektif global pada tahun 1972 di Stockholm.

Upaya pelestarian tidak dapat dilakukan jika manusianya tidak memiliki kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Menurut Rahmah (2019) sikap sadar seseorang untuk menjaga keseimbangan lingkungan disebut dengan istilah literasi lingkungan. Istilah literasi lingkungan juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami dan menafsirkan kondisi lingkungan sehingga mampu mengambil tindakan tepat untuk memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Salah satu upaya untuk mengembangkan kecakapan literasi lingkungan dapat dilakukan melalui pendidikan formal. Reis, Guimaraes-Iosif &Reis (2009) menjelaskan bahwa sistem yang dimiliki pendidikan formal yaitu sekolah mampu menginduksi komponen yang mendukung kecakapan literasi lingkungan, diantaranya pengetahuan, keterampilan, sikap maupun tindakan.

Srbinovski, Erdogan &Ismaili (2010) mengungkapkan bahwa literasi lingkungan dipahami sebagai hasil utama dari pendidikan lingkungan. Menurut Setyowati peranan pendidikan lingkungan di sekolah dapat memunculkan kesadaran dan tanggung jawab terhadap lingkungan. Penerapan Pendidikan lingkungan dalam mengembangkan kecakapan literasi lingkungan salah satunya dapat diupayakan melalui buku teks pelajaran yang memuat komponen literasi lingkungan.

Baca Juga :  Berhadapan Tim Liga 3 PSBL Langsa, PS Muda Sedia Menyerah 2-1

Selain itu, pendidikan di sekolah menjadi salah satu sarana yang efektif untuk mengurangi risiko bencana dengan memasukkan materi pelajaran tentang bencana alam sebagai pelajaran wajib bagi setiap siswa di semua tingkatan, terutama di sekolah-sekolah yang berada di wilayah risiko bencana. Tidak hanya melalui pendidikan di kelas yang terintegrasi pada pelajaran, namun sosialisasi di luar kelas juga diperlukan agar siswa mengetahui informasi mengenai kebencanaan secara utuh. Salah satu dari bencana tersebut adalah Tsunami.

Tsunami (dalam bahasa Jepang) secara arafiah berarti “Ombak” besar (nami) di pelabuhan (tsu), adalah sebuah ombak yang terjadi setelah gempa bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut tanah longsor di dasar laut. Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut atau turun secara tiba – tiba, yang mengakibatkan gangguan kesetimbangan air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air laut yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang mengakibatkan terjadinya tsunami.

Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi. Lempeng samudera yang lebih rapat menelusup ke bawah lempeng benua dalam status proses yang disebut subduksi, dan gempa bumi subduksi sangat efektif meghasilkan tsunami. Kecepatan penjalaran gelombang tsunami berkisar antara 50 km sampai 1.000 km per jam. Pada saat mendekati pantai, kecepatannya semakin berkurang, karena adanya gesekan dasar laut, tetapi tinggi gelombangnya justru akan bertambah besar pada saat mendekati pantai (mencapai ketinggian maksimum pada pantai berbentuk landai dan berbentuk seperti teluk dan muara sungai).

Baca Juga :  Dasar-dasar Filsafat Pendidikan: Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi

Peristiwa ini bisa menyebabkan kerusakan erosi pada kawasan pesisir pantai dan kepulauan. Tsunami dapat terjadi jika terjadi Gangguan yang menyebabkan perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Jika kita melihat pada kondisi pengelolaan lingkungan di Indonesia khususnya wilayah pesisir pantai ternyata cukup memprihatinkan dimana terjadi pengurasan dan eksploitasi sumber daya alam secara besar – besaran dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan materil belaka tanpa memikirkan dampak negatifnya bagi lingkungan hidup, baik kerusakan sumber daya alam maupun pencemaran lingkungan hidup.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh bencana tsunami perubahan bentang lingkungan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Keadaan yang berpengaruh terhadap kondisi kelestarian pantai dan lingkungan sekitarnya serta jumlah kunjungan wisatawan. Maka kerusakan akibat tsunami sangat fatal. Pengetahuan yang kurang mendalam tentang bencana tsunami seringkali diantaranya sebab-sebab, ciri-ciri atau sifat-sifat, maupun tanda-tanda akan terjadinya tsunami, serta yang menyebabkan timbulnya korban dikarenakan kurangnya perencanaan pengembangan kawasan pantai yang tidak tahan tsunami.

Oleh karena itu, pelaksanaan literasi mitigasi bencana tsunami dapat diajarkan pemahaman tentang apa-apa yang harus dilakukan apabila terjadi fenomena alam tersebut. Melihat kenyataan itu fenomena alam tsunami di Negara kita tentunya tidak mungkin dapat dihindari. Namun demikian upaya yang masih dapat dilakukan adalah mengurangi berbagai resiko kerugian dan kerusakan yang ditimbulkan. Oleh karena itu untuk mengurangi dan meredam timbulnya korban jiwa dan kerugian harta benda akibat proses geologi yang tidak akan pernah berhenti tersebut, perlu dilakukannya upaya mitigasi.

Baca Juga :  Usai Obrak-abrik Tanaman Petani, Gajah Liar Kejar Warga di Pidie

Sebagai warga negara, dimana berkaitan dengan nilai apa yang seharusnya diketahui (Civic Knowledge). Menurut Arif & Aulia (2016: 395) (Nurgiansah, 2020) Seorang masyarakat negara yang efektif dalam kehidupan globalisasi pada dasarnya dikehendaki memiliki kompetensi dalam tatanan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang siap memiliki hubungan dan koneksi melintasi perbedaan namun sekaligus menjaga dan memperdalam rasa identitas dan integritas dirinya sebagai bagian dari warga negara suatu negara.

Demikian karakter dan kompetensi kewarganegaraan yang diharapkan yaitu dengan pengetahuan Kewarganegaraan, sehingga tujuan dari cita-cita nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD NKRI tahun 1945 tercapai. Dengan menjaga agar hak-hak sebagai warga negara terlindungi, warga negara mempunyai hak atas informasi, hak untuk menyampaikan usulan, dan hak untuk melakukan kritik terhadap berbagai kebijakan pemerintah.

Bagaimana menciptakan kondisi sosial yang stabil serta mengurus standar keselamatan publik yang baik. Bentuk upaya yang dilakukan sebagai usaha literasi mitigasi bencana, dimana merupakan pengambilan keputusan berdasarkan pertimbangan yang bijaksana untuk memperkecil dan mengurangi dampak yang diakibatkan oleh bencana dan pada prinsipnya harus dilakukan untuk segala jenis bencana. Mengingat bahwa mitigasi ditujukan untuk mengurangi resiko akibat bencana terhadap korban jiwa, rusak dan hilangnya harta benda, rusaknya infrastruktur, rusaknya lingkungan hidup, dan trauma bagi korban yang berhasil selamat.[]

*Penulis adalah Mahasiswa Magister Pendidikan Fisika Universitas Negeri Padang, email : jufianiulfa@gmail.com

banner 300250