AKTIFITAS perdagangan banyak kita temui oknum penimbunan barang jual, si penjual melakukan penimbunan bertujuan masing-masing, salah satunya demi mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, si penjual rela menunggu barang yang Ia jual hingga harga pasaran naik. Hal ini merupakan kegiatan jual beli yang dilarang karena merugikan orang lain dan hanya menguntungkan diri sendiri. Maka dari itu, dalam menjalankan bisnis perdagangan atau pun segala urusan mencari rizki lainnya harus menjalankannya dengan adil tidak dengan cara yang tidak merugikan sepihak atau menguntungkan sepihak, serta harus dengan cara yang di ridha Allah SWT.
Penimbunan dalam bahasa Arab adalah Al-Ihtikâr, secara terminologi berarti perbuatan menimbun, pengumpulan barang-barang atau tempat untuk menimbun. Penimbunan barang merupakan membeli sesuatu dengan jumlah besar, agar barang tersebut berkurang dipasar sehingga harganya (barang yang ditimbun tersebut) menjadi naik dan pada waktu harga menjadi naik baru (dijual) ke pasar, sehingga mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda.
Ihtikâr dalam fikih bermakna menimbun atau menahan agar terjual. Al-Ihtikârالاحتكارberasal dari kata يحكر-حكرا-حكرyang berarti aniaya, sedangkanالحكرberartiادخارالطعام) menyimpan makanan, dan kataالحكرة berarti والإمساك الجمع (mengumpulkan dan menahan). Jelasnya Fiqih Islam memaknai Ihtikâr dengan membeli barang pada saat lapang lalu menimbunnya agar barang tersebut langka dipasaran dan harganya menjadi naik. Hal ini yang menjadikan tidak diperbolehkan oleh para fuqoha.
Kenali Dalil-Dalil Penimbunan Barang Dagangan
Imam Al-Ghazali berkata, ” ada pun yang bukan makanan pokok dan bukan pengganti makanan pokok, seperti obat-obatan, jamu dan za’faran tiada sampailah larangan itu kepadanya, meskipun dia itu barang yang dimakan. Adapun penyerta makanan pokok, seperti daging, buah-buahan, dan yang dapat menggantikan makanan pokok dalam suatu kondisi, walaupun tidak mungkin secara terus menerus, maka ini termasuk dalam hal yang menjadi perhatian.”
Orang pada umumnya berkeinginan akan memiliki benda/ barang yang ada pada orang lain, barang tersebut dapat dimilikinya. Seperti contoh (membeli-minyak goreng) dengan mudah tetapi kadang-kadang pemiliknya tidak mau memberikannya (menjual-minyak goreng) dia memilih untuk menimbunnya (Ihtikâr). Pemilik barang tersebut akan (menjual-) ketika harga pasaran mulai naik, sengaja agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
Rasulullah SAW bersabda dalam HR. Ahmad: 464822 حَدَثـَنَا يَزِيدُ أَصْبَغُ بْنُ زَيْدٍ حَدَثـَنَا أَبُو بِشْرٍعَنْ أَ بيِ الزَّا هِرِيَّةِ عَنْ كَثِيرِ بْنِ مُرَّةَ اْلحَضْرَمِيَ عَنْ ابْنِ . عُمَرَ عَنْ النَّبيِِّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ مَنْ احْتَكَرَ طَعَامًا أَرْبَعِينَ لَيـْلَةً فـَقَدْ بَرِئَ مِنَ االلهِ عَالىَ وَبَرِئَ االلهُ تـَعَالىَ مِنْهُ وَأَيمَُّا أَهْلُ عَ رْصَةِأَصْبَحَ فِيْهِمْ امْرُؤٌجَائِعٌ فـَقَدْ بَرِئَتْ مِنـْهُمْ ذِمَّةُ االلهِ تـَعَالىَ .(رواه احمد: .(4648 Artinya: “telah menceritakan kepada kami Yazid telah mengabarkan kepada kami Ashbagh bin Zaid dari Katsir bin Murrah Al Hadlrami dari Ibnu Umar dari Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam: “Barang siapa yang menimbun makanan selama empat puluh malam, maka hubungan dia dengan Allah putus dan Allah pun memutuskan hubungan dengannya. Dan siapa saja memiliki harta selimpah sedang ditengah-tengah mereka ada seorang yang kelaparan, maka sungguh perlindungan Allah SWT telah terlepas dari mereka.”(HR. Ahmad: 4648).
Hadis ini menunjukkan Islam melarang penimbunan dengan tujuan mendapatkan keuntungan individu serta merugikan pihak lain.
Sangat tegas larangan nabi menimbun barang atau makanan selama 40 hari, biasanya pasar akan mengalami fluktuasi jika sampai 40 hari barang tidak ada dipasar karena ditimbun, padahal masyarakat sangat membutuhkannya. Bila penimbunan dilakukan beberapa hari saja sebagai proses pendistribusian barang dari produsen ke konsumen, maka belum dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. Namun bila bertujuan menunggu saatnya naik harga sekalipun hanya satu hari maka termasuk penimbunan yang membahayakan dan tentu saja diharamkan.
Ulama berpendapat penimbunan yang haram ialah yang berkriteria sebagai berikut:
1. barang yang ditimbun adalah kelebihan dari kebutuhannya, tanggungan untuk persediaan setahun penuh. Karena seorang boleh menimbun untuk persediaan nafkah dirinya dan keluarganya selama tenggang waktu satu tahun.
2. penimbun menunggu hingga memuncaknya harga barang agar bisa menjualnya dengan harga yang lebih tinggi karena orang sangat membutuhkan barang tersebut kepadanya.
3. Penimbunan dilaksanakan pada saat konsumen sangat membutuhkan barang yang ditimbun, seperti sembako, pakaian dan lain-lain. ketika barang-barang yang ada ditangan pedagang tidak dibutuhkan konsumen, hal itu tidak dianggap sebagai penimbunan, karena tidak berdampak menimbulkan kesulitan pada konsumen.
Menurut Yusuf al-Qardhawi penimbunan diharamkan ketika memiliki kriteria :
1. Dilakukan di wilayah yang penduduknya akan menderita sebab oknum penimbunan tersebut.
2. Penimbunan dilakukan dengan maksud menaikkan harga sehingga konsumen merasa susah dan agar ia meraut keuntungan yang berlipat ganda.
Di negara Indonesia pelaku penimbunan barang dijatuhkan hukuman sesuai Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2014 tentang Perdagangan. Dengan peraturan hukum ini, menjadikan solusi untuk meminimalisir terjadinya penimbunan barang dagangan.[]***
Pengirim :
Fajar Setiawan
Mahasiswa Institut Islam Nahdlatul Ulama Temanggung
Email : fajset123456@gmail.com