Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, tingkat pendidikan di Indonesia masih terbilang memprihatinkan setelah lebih dari 70 tahun merdeka. Indonesia berada di posisi yang sangat rendah dalam laporan PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2018 berkaitan dengan kemampuan siswa dalam literasi, sains, dan matematika. Kemampuan literasi masyarakat Indonesia menempati posisi 71 dari 79 negara lainnya. Angka tersebut tentu sangat memprihatinkan karena adanya korelasi antara kualitas pendidikan dan sumber daya manusia. Padahal, pendidikan yang baik akan menghasilkan sumber daya manusia yang baik juga, dan sebaliknya.
Memperkuat kehidupan bangsa adalah salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mencapai konsep negara yang ideal pascakemerdekaan, menurut UUD 1945. Kondisi inilah yang membuat profesi seorang guru hingga saat ini sangat dibutuh bagi masyarakat Indonesia agar mampu menciptakan generasi penerus bangsa yang berkompeten, sehingga bisa membawa bangsa Indonesia semakin maju. Namun, apakah para guru di Indonesia saat ini sudah mendapatkan kesejahteraan yang sesungguhnya? Mengingat peran penting para guru dalam bidang pendidikan, maka sudah seharusnya para guru tersebut dihargai sesuai dengan pekerjaan dan kontribusi yang mereka lakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa Indonesia.
Namun, kenyataannya berbeda. Para guru di Indonesia terutama yang bertugas di daerah terpencil dan para guru honorer masih jauh dari kata sejahtera. Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih besar untuk mengatasi permasalahan ini. Di Indonesia, guru honorer tidak hanya menghadapi masalah gaji yang rendah tetapi juga sering terjadi penundaan pembayaran gaji selama berbulan-bulan. Hal ini terjadi pada Wilfridus Kado, seorang guru honorer di Ende, yang tidak menerima gaji selama tujuh bulan lamanya (Nugraheny, 2021).
Tertinggalnya pendidikan di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor yang tidak memadai kegiataan pembelajaran. Hal ini meliputi distribusi fasilitas yang tidak merata, sarana dan prasarana yang belum memadai, kualitas tenaga pendidik yang masih kurang, metode pembelajaran yang konvensional, dan kurangnya kesejahteraan bagi tenaga pendidik.
Kesejahteraan yang terjamin adalah salah satu penghargaan yang berhak diterima oleh tenaga pendidik. Bahkan disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) bagian a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang guru dan dosen menyebutkan bahwa guru berhak atas penghasilan yang melebihi kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Dalam hal kesejahteraan guru di Indonesia, penghargaan yang diterima tidak sebanding dengan apa yang sudah merela lakukan. Bagaimana mungkin gaji yang sudah di bawah rata-rata dengan pembayaran yang sering ditunda sebanding dengan pekerjaan yang sudah dilakukan para guru dapat meningkatkan ekonomi negara? Jika kondisi ini terus berkelanjutan, para guru tidak akan termotivasi untuk mengajar dikarenakan tingkat kesejahteraan yang didapatkan sangat rendah, secara tidak langsung kualitas pendidikan di Indonesia tidak akan berkembang.
Salah satu masalah yang dihadapi bangsa Indonesia dalam sistem pendidikan adalah rendahnya kesejahteraan yang didapatkan para tenaga pendidik Indonesia. Padahal, salah satu komponen pendidikan yang baik adalah kesejahteraan guru. Kinerja seorang guru akan meningkat apabila mendapatkan gaji yang tetap, rasa aman yang cukup, dan kemakmuran yang telah dijamin oleh pemerintah. Keberhasilan dalam dunia pendidikan ditentukan oleh seberapa siap seorang guru melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik dalam memberikan berbagai pengalaman belajar yang bermanfaat kepada para siswa di sekolah. Di Indonesia sendiri gaji yang didapatkan para tenaga pendidik masih cukup rendah, terutama guru honorer menerima gaji jauh lebih rendah daripada guru yang sudah berstatus ASN (Aparatur Sipil Negara). Hal ini menunjukkan tingkat kesejahteraan guru yang sangat rendah.
Jika dipikirkan kembali, seorang guru tidak hanya diwajibkan untuk mengajar para siswa, tetapi juga harus menangani administrasi, asesmen, dan tugas lain di luar kelas. Sayangnya, gaji yang didapatkan tidak sebanding dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Maka tidak jarang para guru hanya digaji ratusan ribu setiap bulannya, yang mana jumlah ini jauh di bawah standar UMR (Upah Minimum Rupiah). Hal ini dibuktikan dengan banyaknya guru dengan gelar sarjana tinggi hanya berpenghasilan di bawah Rp. 1.000.000 per bulan. Bahkan pada tahun 2018 terdapat guru di Indonesia yang hanya digaji Rp. 200.000 per bulannya (Indra, 2018). Kondisi seperti inilah yang tidak menunjukkan jasa para guru di Indonesia sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Tak jarang ada beberapa guru yang terus melakukan pekerjaan tambahan selain mengajar seperti berdagang kecil-kecilan di sekitar sekolah, mengambil jadwal mengajar di sekolah lain, beternak dan lain sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru juga mebutuhkan makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang layak. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan ini, banyak para guru yang mencari cara lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Jika hal ini terus terjadi, konsentrasi para guru mudah terpecah karena mereka menjadi tidak profesional dalam menjalankan tugas mereka sebagai seorang guru. Dan dapat dipastikan hal tersebut akan berdampak buruk pada siswa-siswanya.
Negara-negara yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung memperhatikan kesejahteraan para tenaga pendidik dengan baik. Misalnya, pada tahun 2018, Kanada berada di peringkat ke-8 dari skor PISA. Data yang dikumpulkan oleh OECD mengenai gaji guru menunjukkan bahwa para guru sekolah menengah atas di Kanada rata-rata menerima gaji sekitar 590 juta dolar per tahun pada tahun 2020.
Sedangkan Finlandia merupakan salah negara yang terkenal karena memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Selain itu, para guru juga menerima gaji sekitar 600 juta euro per tahun untuk guru sekolah menengah atas, menurut data yang sama. Meskipun terdapat beberapa komponen lain yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan dari kedua negara di atas salah satunya adalah kesejahteraan guru yang harus diperhitungkan dengan baik.
Dari analisis di atas, dapat dipastikan bahwa tingkat kesejahteraan guru yang rendah akan berdampak buruk bagi kualitas pendidikan di Indonesia. Oleh karena itu, semua pihak yang terlibat termasuk pemerintah harus menyadari bahwa pentingnya menjaga kesejahteraan para guru dan berusaha untuk memberikan upah/ penghargaan yang layak sesuai dengan kontribusi mereka dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.[]
Pengirim :
Yusro Syafawani Ridho, Mahasiswi Pendidikan Kimia UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, email : syafawani738@gmail.com