Perkawinan Lintas Budaya

Pada kesempatan kali ini saya akan membahas per(soal)an perkawinan lintas budaya. Perkawinan beda suku atau yang disebut budaya adalah suatu perkawinan yang terjadi antara pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dimana penyatuan pola pikir dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Sebagaimana keseluruhan yang terjadi dengan hal itu (perkawinan) banyak tercipta lintas budaya seperti, orang Madura dengan Jember.

Membaca dari segi budaya antara Madura dan Jember jauh berbeda, dari aspek kultural di Jember saja tidak ada yang namanya kerapan sapi, sama halnya dengan Madura, tidak ada budaya larung sesaji Papuma. Melihat dari kacamata bahasa, bahasa Jember menggunakan bahasa Jawa, meski sebagian yang hanya tahu berbahasa Madura, lain halnya dengan Madura, berbahasa yang kokoh dengan logat ke Maduraan, tentu orang Madura jarang mengetahui bahasa Jawa sebagaimana bahasa Jawa yang digunakan oleh Jember. Itu hal pertama yang sudah membedakan antara Madura dan Jember.

Baca Juga :  Penerapan Media Sosial dan Scan Barcode Menu pada UMKM Kuliner

Baik, di sini saya akan merujuk kepada tema besar yaitu perkawinan lintas budaya, bagaimana ketika hal itu terjadi? Tentu sebagaimana hal yang kini terjadi, begitu banyak tidak dihiraukan lagi, bukan hanya Jember-Madura, selain itu telah menjadi peristiwa sejak tahun 90an, yang menjadi persoalan adalah dari segi bahasa, Itu yang pertama. Jika sudah terjadi sebuah perkawinan, lalu yang akan terjadi dalam keseharian secara berbahasa otomatis menggunakan bahasa kenegaraan (Indonesia) tentu sudah keluar dari hakikat logat bahasa tersendiri. Lain lagi soal Jember notabene yang tahu bahasa Madura atau sebaliknya, bahasa keseharian tidak akan keluar dari kebahasaan tersendiri.

Yang ke dua soal kerukunan bertetangga dan ajaran-ajaran nenek moyang seperti, pada hari Kamis malam Jum’at ada yang namanya Arabbe mengirimkan doa kepada para leluhur yang sudah mendahului dari sebuah keluarga tersebut. Ketika kedua belah pihak (keluarga) hidup di daerah Madura, semisal sang istri atau suami untuk membangun adaptasi sesama masyarakat terdekat (tetangga) tentu membutuhkan waktu lama, begitu pun dengan adanya ajaran nenek moyang yang telah melekat pada penduduk Madura. Jika hal serupa itu di Jember masih sama seperti itu (Madura) tak akan ada perbedaan yang akan menjadi ketidaksamaan atau cara adaptasi yang begitu lama, otomatis lebih sangat gampang cara adaptasi sesama masyarakat.

Baca Juga :  Dampak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Bangkabelitung

Adapun dalam perkawinan ini merupakan hal kebiasaan, pertama karena adanya perkenalan baik itu melalui media sosial atau perkenalan secara langsung, hingga tercipta rasa satu sama lain terjadilah yang namanya sebuah perkawinan. Kedua adanya suatu perantaun yang akhirnya menjadi suatu percintaan satu sama lain. Barangkali jika mengaca kepeda perkawinan sesama daerah cara mengadaptasi kesebuah budaya akan mudah, baik itu cara tutur kata akan menggunakan bahasa keseharian. Itu hal sangat mudah. Lalu bagaimana dengan yang lintas budaya, sebagaimana yang sudah dibahas di atas, namun untuk keturunan yang mestinya mempunyai dua kebudayaan, salah satunya yang akan mendalami yaitu dimanakah ia menetap dialah yang akan menjadi suku utama, entah itu dari ayah atau ibunya.

Baca Juga :  Transformasi Digital dan Dampaknya pada Ekonomi

Dari dua pihaklah yang akan mengalah untuk menjadi penerus kebudayaannya, itulah yang akan menjadi kosekuensinya, jika sesama kedua kebudayaan didalami secara luas atau sama-sama paham yang melekat keberuntungan besar bagi kedua pasangan, apalagi keturunannya sangatlah bagus. Maka dari hal itu adalah bagaimana kita bisa tidak menghilangkan kultur kebudayaannya masing-masing, jika pada akhirnya mempunyai pasangan yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Sekian, terima kasih.

Pengirim :
Ach. Atikul Ansori, yang mempunyai nam pena En. Aang MZ, berkelahiran Madura, Sumenep, Giliraja. Mahasiswa Fakultas Dakwah UIN Khas Jember, email : aangmz009@gmail.com

banner 300250