Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya

Oleh : Septa Eka Permatasari*

Anak Tunarungu menunjukkan kesulitan mendengar dari kategori ringan sampai berat, digolongkan ke dalam kurang dengar dan tuli. Tunarungu adalah orang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengarannya, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Anak tunarungu memerlukan media belajar berupa alat peraga untuk memperkaya perbendaharaan bahasa. Alat-alat peraga itu antara lain miniatur binatang-binatang, miniatur manusia, gambar-gambar yang relevan, buku perpustakaan yang bergambar, dan alat-alat permainan anak.

Kehilangan pendengaran bisa disebabkan oleh faktor genetik, infeksi pada ibu seperti cacar air selama kehamilan, komplikasi ketika melahirkan, atau penyakit awal masa kanak-kanak seperti gondok atau cacar air. Banyak anak sekarang ini dilindungi dari kehilangan pendengaran dengan vaksinasi seperti untuk mencegah infeksi. Tanda-tanda masalah pendengaran adalah mengarahkan salah satu telinga ke pembicara, menggunakan salah satu telinga dalam percakapan, atau tidak memahami percakapan ketika wajah pembicara tidak dapat dilihat indikasi lain adalah tidak mengikuti arahan, sering kali meminta orang untuk mengulang apa yang mereka katakan, salah mengucapkan kata atau nama baru, atau tidak mau berpartisipasi dalam diskusi kelas.

Gangguan pendengaran yang dialami oleh anak tunarungu tentunya akan berakibat pada perkembangan bahasa dan bicaranya. Kemampuan anak tunarungu dalam berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hal ini dikarenakan kemampuan berbicara sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar yang dimiliki. Karena pada dasarnya manusia dapat berbicara dikarenakan hasil dari kemampuan dalam mendengar suara-suara dari lingkungannya. Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat atau kurang mendengar membuatnya mengalami kesulitan untuk memahami bahasa yang diucapkan oleh orang lain. Mereka tidak mampu mendengar atau menangkap sebagain atau seluruh kata-kata yang diucapkan oleh orang lain. Mereka mengandalkan indera penglihatannya untuk melihat gerak bibir lawan bicaranya.

Baca Juga :  Pentingnya Diversifikasi Ekonomi untuk Pertumbuhan yang Berkelanjutan

Sehingga mereka tidak mengetahui cara mengucapkan kata-kata, kalimat dan iramanya dengan tepat. Akibatnya, mereka mengalami keterbatasan dalam bicara secara lisan atau oral. Kemampuan bicara yang dimiliki anak tunarungu dipengaruhi oleh sisa pendengaran yang dimiliki anak. Sisa pendengaran yang ada dapat dilatih untuk terbiasa mengenal bunyi, katakata, dan irama. Mengingat pentingnya bicara bagi anak tunarungu, dengan penanganan serta pelayanan yang tepat sisa pendengaran yang dimiliki oleh anak tunarungu dapat dioptimalkan.

Kemampuan anak tunarungu dalam berbahasa dan berbicara berbeda dengan anak normal pada umumnya karena kemampuan tersebut sangat erat kaitannya dengan kemampuan mendengar. Karena anak tunarungu tidak bisa mendengar bahasa, maka anak tunarungu mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Bahasa merupakan alat dan sarana utama seseorang dalam berkomunikasi. Alat komunikasi terdiri dan membaca, menulis dan berbicara, sehingga anak tunarungu akan tertinggal dalam tiga aspek penting ini. Anak tunarungu memerlukan penanganan khusus dan lingkungan berbahasa intensif yang dapat meningkatkan kemampuan berbahasanya.

Kemampuan berbicara anak tunarungu juga dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa yang dimiliki oleh anak tunarungu. Kemampuan berbicara pada anak tunarungu akan berkembang dengan sendirinya namun memerlukan upaya terus menerus serta latihan dan bimbingan secara profesional. Dengan cara yang demikian banyak dari mereka yang belum bisa berbicara seperti anak normal baik dari segi suara, irama dan tekanan suara terdengar monoton berbeda dengan anak normal.

Baca Juga :  Larangan Memakai Sandal Jepit saat Berpergian

Sebab-sebab kelainan pendengaran atau tunarungu juga dapat terjadi sebelum anak dilahirkan, atau sesudah anak dilahirkan, Faktor-faktor sebelum anak dilahirkan (pre natal), Faktor-faktor saat anak dilahirkan (natal), Faktor Rhesus (Rh) ibu dan anak yang sejenis, Faktor-faktor sesudah anak dilahirkan (post natal).

Salah satu solusi untuk anak Tunarungu adalah Sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah inklusi setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya.

Sekolah inklusi adalah sekolah biasa/reguler yang menyelenggarakan pendidikan inklusi dengan mengakomodasi semua peserta didik baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang menyandang kelainan fisik, intelektual, sosial, emosi, mental cerdas, berbakat istimewa, suku terasing, korban bencana alam, bencana social, mempunyai perbedaan warna kulit, gender, suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, kelompok politik, anak kembar, yatim, yatim piatu, anak terlantar, anak tuna wisma, anak terbuang, anak terlibat sistem pengadilan remaja, anak terkena daerah konflik senjata, anak pengemis, anak terkena dampak narkoba, HIV/AIDS (ODHA), anak nomaden dan lain-lain sesuai kemampuan dan kebutuhannya.

Anak tunarungu memiliki hambatan dalam pendengaran, individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. Saat ini di beberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat, dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstak.

Baca Juga :  Ini Perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional

Mengajar anak tunarungu pasti berbeda dengan anak normal, maka dibutuhkan media untuk membantu anak tunarungu. Pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi visual atau verbal Solusi cara mengajar anak dengan pendengaran terganggu (tunarungu) yaitu dapat melalui media pembelajaran dengan menunjukkan foto-foto, video, kartu huruf, kartu kalimat, anatomi telinga, miniatur benda, finger elphabet, model telinga, torso setengah badan, puzzle buah-buahan, puzzle binatang, puzzle konstruksi, silinder, model geometri, menara segitiga, menara gelang, menara segi empat, atlas, globe, peta dinding, miniatur rumah adat.

Anak tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam berbicara dan mendengar, memerlukan media pembelajaran yang berupa media visual. Adapun cara menerangkannya dengan bahasa bibir/gerak bibir. anak tunarungu memerlukan media belajar berupa alat peraga untuk memperkaya perbendaharaan bahasa. Alat-alat peraga itu antara lain miniatur binatang-binatang, miniatur manusia, gambar-gambar yang relevan, buku perpustakaan yang bergambar, dan alat-alat permainan anak. []

*Penulis adalah Mahasiswi Prodi PIAUD INISNU Temanggung – Jawa Tengah, email : septaekapermatasari@gmail.com

banner 300250