Aceh Utara, TERASMEDIA.NET – Kontrak kerja ribuan bakti murni dan tenaga kerja kontrak yang tersebar dalam sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) Pemkab Aceh Utara sudah berakhir pada Juli 2021.
Eksesnya, sebagian besar tenaga kontrak tersebut tidak bekerja lagi seiring dengan berakhirnya masa kontrak kerja tersebut.
Hanya sebagian kecil saja tenaga kontrak dan bakti murni di setiap kantor yang masih tetap bekerja, kendati tidak mendapatkan honorarium lagi.
Dari puluhan OPD di Aceh Utara, terbanyak tenaga kontrak dan bakti murni tersebut berada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Dinas Kesehatan (Dinkes).
Informasi yang diperoleh Serambinews.com menyebutkan, pemangkasan gaji tenaga kontrak dan bakti murni selama lima bulan yakni Agustus-Desember 2021, dilakukan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Ini dilakukan setelah adanya refocusing atas permintaan Kementerian Keuangan RI.
Selain itu, juga adanya pengurangan transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat.
Dalam surat yang disampaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK/07/2021, dana yang dialihkan untuk penanganan Covid-19, paling sedikit delapan persen dari Rp 882.657.786.000, total DAU yaitu mencapai Rp 70.612.622.880.
Ekses berakhir kontrak tenaga kontrak dan bakti murni akan berpengaruh pada kinerja tahun ini.
“Jumlah tenaga kontrak di Aceh Utara sebanyak 2.236 orang dan bakti murni 1.966 orang, sehingga jumlah total 4.202 orang,” ujar Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembagan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Aceh Utara, Syarifuddin kepada Serambinews.com, Sabtu (4/8/2021).
Jumlah tersebut tersebar di sejumlah OPD yang di Aceh Utara. Menurut Syarifuddin, honorarium yang diterima tenaga bakti murni perbulan mencapai Rp 300 ribu. Sedangkan tenaga kontrak Rp 750 ribu.
Artinya, untuk honorarium bakti murni yang harus disediakan Pemkab Aceh Utara perbulannya secara keseluruhan 589,8 juta atau pertahunnya Rp 7 miliar lebih.
Sedangkan untuk tenaga kontrak perbulannya secara keseluruhannya, Rp 1,6 miliar lebih atau pertahunnya mencapai Rp 20,1 miliar lebih.
“Yang bisa saya jelaskan, SK mereka hanya sampai Juli 2021, sesuai kemampuan daerah,” tukas Syarifuddin.[]
Sumber : Tribunnews.com