Santri, Budaya dan Moderasi

Oleh : Khosingatun Nafik*

Berbicara tentang santri, di fikiran kita pasti akan terlintas sosok santri adalah seseorang yang menuntut ilmu di pesantren. Akan tetapi pada hakikatnya santri bukanlah seseorang yang hanya berada di pesantren saja, melainkan siapapun yang menuntut ilmu dan memiki akhlak seperti santri, itulah santri. Seperti dawuh K.H. Musthofa Bisri bahwa “Santri bukan yang mondok saja, tapi siapapun yang berakhlak seperti santri, dialah santri.”

Berdasarkan buku karangan Prof. Dr. H. Faisal Ismail, M.A. yang berjudul Islam Dinamika Dialogis dan Kemanusiaan (2021) dikatakan bahwasanya agama dan kebudayaan memang dapat dibedakan dalam din, akan tetapi keduanya membentuk kebulatan yang penuh. Dari pernyataan di atas, agama itu menyatakan diri pada kebudayaan. Shalat adalah unsur agama, tetapi kejahatan yang dicegahnya langsung mengenai masyarakat. Shalat menegakkan moral kebudayaan. Zakat adalah unsur agama, tetapi efeknya ekonomi. Puasa adalah unsur agama, tetapi hikmahnya disiplin akhlak, membina kesehatan jasmani dan menumbuhkan rasa sosial. Haji adalah unsur agama, tetapi hikmahnya adalah pembinaan sosial, ekonomi, dan politik.

Baca Juga :  Kontroversi Gedung Garuda di IKN: Antara Simbolisme dan Ekspektasi Publik

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Kata ini adalah serapan dari kata ”moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.

Pesantren memiliki fungsi yang strategis sebagai pusat pembentukan perilaku keagamaan melalui pendekatan sufistik dalam bentuk penanaman nilai-nilai pengamalan yang dikembangkan melalui berbagai jaringan keulamaan nusantara, baik secara nasional maupun internasional. Pesantren juga menjadi salah satu tempat yang tepat untuk

Pesantren disini tentunya pesantren yang berhaluan Ahlussunnah Waljama’ah, bukan pesantren yang berhaluan radikal yang bisa ditemukan di zaman sekarang ini. Pesantren merupakan sistem pendidikan Islam di Indonesia yang telah menunjukkan perannya dengan memberikan kontribusi tidak kecil bagi pembangunan manusia seutuhnya. Di dunia pesantren pendidikan karakter sangat diutamakan, karena persoalan akhlak menjadi persoalan yang sangat penting.

Baca Juga :  Pengembangan Nilai Agama dan Moral Anak Usia Dini

Di era kecanggihan teknologi komunikasi dan informasi budaya santri kini semakin tercerabut dengan segala kemjuan yang ada, karena terkadang budaya yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang santri kini semakin merajalela yang mana jika dibiarkan akan merusak moral santri. Dengan adanya keragaman yang ada mambu menajadi bingkai moderasi sesame santri maupun yang bukan santri dalam meningkatkan kualitas beragama untuk sebuah persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketika santri, budaya, dan moderasi mampu berkiprah di era sekarang ini tentunya akan menajadi peluang bangsa dalam memajukan negara Indonesia di masa mendatang.[]

*Penulis adalah Mahasiswi PAI INISNU Temanggung, Jawa Tengah, email : khosingatunnafik@gmail.com

banner 300250