Senioritas Membunuh Kreativitas

Oleh : Karmila Eka Putri*

Dikata hebat dia lebih tua dan lebih tau kemudian sosok inspirasi. Senior merupakan orang yang dituakan dan ia yang lebih tau dari yang disebut sebagai junior yang di bawah senior. Senioritas sudah menjadi urat daging kita dalam kehidupan bermasyarakat. Bagaimana tidak ketika Sekolah dasar (SD) hingga dunia perguruan tinggi bahkan dalam dunia kerja kita masih menemukan senior.

Senior bahkan menjadi diri kita ketika kita naik tingkatan level misal dalam penempuhan pendidikan. Ketika sekolah kitapun menemui masa-masa OSPEK (Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus). Dalih-dalih Ospek seringkali menjadi bekal kita sebagai senior untuk menanamkan nilai-nilai disiplin.

Unsur cari muka dan mencari jodoh menjadi bekal senior dalam kegiatan OSPEK mungkin tidak hanya OSPEK. Di dunia kerja seringkali juga dilihat senior yang lebih tau dan cari muka untuk terlihat hebat di hadapan sang junior. Hirarkinya simpel antara dua yaitu senior dan junior. Sebenarnya kebohongan mulai timbul ketika senior mulai “sok Tau”, “Sok Pintar dan Sok-sok lainnya. Nilai disiplin diajarkan dari seorang yang teladan dalam kesehariannya mulut dan tindakan adalah sama atau ekuivalen. Namun jika tidak sama maka tidak salah jika kita lihat senior sedang berbohong.

Baca Juga :  UKT Batal Naik, BEM Universitas Sebelas Solo Bakal Kawal Terus

Suri Tauladan menjadi hal yang penting seharusnya jika memang senior ingin menanamkan nilai disiplin. Mukin dia bakal paling tidak memperbaiki dirinya sebaik mungkin sebelum ngajarin si junior. Namun ada suatu ketika masa OSPEK junior yang bangunnya siang sedangkan acara pagi. Ia si junior telat dan sang senior sebagai panitia marah-marah katanya “kamu ini gak bisa bangun pagi…!” ujarnya. Si junior pasti hanya tertunduk diam ibarat hukuman yang pantas untuknya adalah rela diapain aja karena sudah salah.

Padahal kalau dilihat masih banyak senior-senior yang juga kebiasaanya telat bangun berhubung jadi panitia ia jadi disiplin seketika. Bukankah ini pembohongan lagi. Contoh buruk yang dicontoh. Takutnya si junior kecewa dan jadinya pemberontak, mungkin hanya beberapa saja yang kritis.

Baca Juga :  Peran Penting Teknologi dalam Dunia Pendidikan

Kalau Jatuhnya mahasiswa kritis mungkin tidak masalah namun jika nanti menjadi penurut sepertinya kita sedang mengembalikan masa-masa kolonialisme. Mental terjajah kembali dalam ruang pendidikan dan dunia sosial lainnya. Jatuhnya mereka menjadi tertutup pikirannya dan takut ber inovasi. Menjadi senior sangatlah berat jika tidak diimbangi dengan akhlak yang baik.

Apalagi momen-momen penerimaan mahasiswa baru para lembaga eksternal kampus sedang sibuk-sibuknya cari kader. Bahkan sampai saling sikutlah antara kedua organisasi ekstra. Sang senior ini sedang menjadi hebat dihadapan juniornya. Seketika baik dan disiplin kemudian umbar janji bagai pejabat pemerintah saat ini yang suka membohongi.
Dampak Memerintah dan mengendalikan junior berakibat pada hilangnya kemauan junior.

Mungkin ada yang kecewa dan resah kemudian pergi. Tidak adanya spirit idealisme dalam diri junior untuk melangkah dengan mimpi-mimpinya. Takutnya pemikiran junior ini jatuh menjadi fatalistik. Bahwa sudah nasibnya sebagai junior tidak tau apa-apa. Dan minta terus bimbingan senior sampai-sampai menghamba pada senior. Padahal senior itu juga banyak salah karena dia masih manusia dengan kebenaran relatif. Bukanlah Tuhan yang memegang kebenaran mutlak.

Baca Juga :  Keresehan Virus Baru Omikron

Sadarlah wahai junior dan senior jangan sampai menjadi kalangan penindas dan menindas. Senior menjadi pembelajar dan juniorpun demikian. Proses kritis antara junior dan senior mampu melahirkan ikatan baru. OSPEK musti menjadi wadah intelektual dan pembaharu untuk masyarakat dan alam. Jika jatuhnya penindasan sebenarnya kita sedang masuk pada cerita masa lalu (Kolonialisme). Dampak dari senior selaku yang dituakan haruslah menyadari situasi ini sehingga tidak menjadikannya penindas. Dan junior harus paham situasi dan berpikir dengan kritis.[]

*Penulis adalah mahasiswa Universitas Muhammadyah Malang, email : ekap71929@gmail.com

banner 300250