Oleh : Rani Anastasya Masu
Kasus Demam Berdarah di Nusa Tenggara Timur selama masa pandemi ini meningkat dan tercatat 1.096 kasus yang terjadi di 20 kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Untuk kota Kupang pada bulan Januari 2021 tercatat 236 kasus meningkat menjadi 269 kasus dengan jumlah orang yang meninggal 3 orang. Apa itu DBD? Dan mengapa penyakit ini sangat berbahaya? Jadi, Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue. Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan.
Penyebab dari DBD dari salah satu serotipe virus genus Flavivirus dari famili Flavividae. Penyakit DBD menginfeksi manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus dimana kedua spesies nyamuk ini hidup didaerah tropis khususnya Indonesia namun, spesies Aedes aegypti yang lebih sering menginfeksi karena dapat hidup di dalam rumah sedangkan Aedes albopictus biasanya hidup di kebun atau hutan.
Orang yang terinfeksi virus dengue pada umumnya akan muncul 4-7 hari setelah digigit nyamuk dan akan berlangsung selama 10 hari. Gejala-gejala DBD seperti: demam yang tinggi, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri tulang, mual, muntah, muncul bintik-bintik merah pada kulit, nyeri pada kepala, dll.
Faktor yang mempengaruhi penularan penyakit DBD yaitu, orang yang sebelumnya sudah perah terinfeksi virus dengue, daya tahan tubuh yang lemah, melakukan perjalanan atau tinggal di tempat yang kasus DBD tinggi, membuang sampah sembarangan, curah hujan yang tinggi sehingga banyak gendangan air yang dapat menjadi “rumah” bagi nyamuk DBD, dll.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah seperti melakukan 3 M Plus yaitu, menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit dibersihkan, menggunakan obat anti nyamuk, menggunakan kelambu saat tidur, menutup dan menguras tempat penampungan air secara rutin, mengubur barang-barang seperti wadah atau botol-botol bekas yang dapat menjadi rumah bagi nyamuk DBD. Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan nyatanya belum memberikan kemajuan dalam menekan kasus DBD di Nusa Tenggara Timur.
Upaya lainnya yang dapat diterapkan untuk menurunkan penyebaran DBD yaitu dengan menggunakan bakteri Wolbachia yang biasanya sebagai parasit pada hewan antropoda namun tidak ditemukan hidup di nyamuk Aedes. Bakteri ini sudah terbukti dapat menghambat perkembangan dari virus dengue di dalam tubuh nyamuk karena bakteri Wolbachia dapat menekan replikasi virus dengue dibandingkan dengan nyamuk aedes yang tidak memiliki bakteri tersebut. Bakteri ini mampu berkompetisi dengan virus dengue untuk merebutkan makanan di dalam sel nyamuk sehingga bakteri ini menekan pertumbuhan virus dengue dalam sel nyamuk.
Cara kerja dari menggunakan bakteri ini yaitu, nyamuk betina yang sudah diinfeksi bakteri Wolbachia pada saat kawin dengan nyamuk jantan yang belum diinfeksi bakteri Wolbachia akan menghasilkan telur namun dan saat menetas, keturunan mereka sudah terinfeksi bakteri Wolbachia.
Begitu pun dengan nyamuk jantan yang sudah diinfeksi bakteri Wolbachia saat kawin dengan nyamuk betina yang belum terinfeksi bakteri Wolbachia akan menghasilkan telur namun telurnya tidak dapat menetas. Dengan cara ini ini juga dapat menghemat biaya pengobatan DBD dan dapat diterapkan pada lokasi atau daerah di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang kasus DBD-nya tinggi dan daerah yang penduduknya tinggi untuk mencegah penyebaran DBD.
Dengan dilakukan upaya-upaya tersebut yang didukung juga oleh pemerintah yang terkait dan peran masyarakat diharapkan dapat menurunkan kasus DBD di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
*Mahasiswi Fakultas Bioteknologi Universitas Kristen Duta Wacana – Yogyakarta, Email : ranastasya98@gmail.com