Aceh Timur, TERASMEDIA.NET – Kordinator Front Anti Kejahatan Sosial (FAKSI) Aceh, Ronny H, mengajak seluruh insan Pers di Aceh Timur untuk menolak atau tidak memberitakan materi pemberitaan yang bersifat pencitraan para pejabat di Aceh Timur.
Karena pencitraan pejabat dianggap pembodohan dan kebohongan publik yang dilakukan oleh sang pejabat, apabila yang dikatakan tidak sesuai dengan yang diperbuat, atau tidak sesuai antara perilaku asli sang pejabat atau perbuatannya yang sebenarnya dibalik pencitraan itu dengan tampilannya di media.
” Kalau dengan sekardus mie instant dan sepapan telor bisa mencitrakan seorang pejabat bak pahlawan, atau omong kosong, mulut manis pejabat bisa dianggap seperti sabda, maka pejabat paling brengsek pun bisa tampak baik dengan cara itu, dan banyak pahlawan kesiangan bisa bermunculan,” kata Ronny, Selasa, 28 September 2021.
Hal itu disampaikan Ronny, agar para pejabat itu, baik eksekutif maupun legislatif benar – benar membuktikan kerja nyata untuk masyarakat, dan tidak bersembunyi dibalik pencitraannya atau settingan layaknya acara reality show di TV.
” Kami ajak teman – teman wartawan untuk berhenti memberi kesempatan para pejabat untuk pencitraan, stop pencitraan mereka, beritakan kalau mereka sudah benar – benar kerja nyata untuk rakyat, jangan biarkan mereka sembunyi dari tanggungjawabnya yang sebenarnya,” himbaunya.
Menurut Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu, himbauannya kepada awak media itu sangat penting, agar para pejabat dapat bekerja lebih serius melayani dan memperjuangkan hak – hak masyarakat di Aceh Timur.
” Mereka harus benar – benar kerja untuk rakyat, mereka digaji untuk kerja bukan pencitraan, karena penderitaan rakyat itu sungguhan, bukan drama korea, yang bisa diatasi dengan pencitraan bak pahlawan kesiangan,” ketus putera Idi Rayeuk yang dikenal sangat kritis soal isu – isu sosial seputar kemiskinan, pengangguran, demokrasi dan hak asasi manusia itu.
Menurut Ronny, teknik pencitraan di media, selama ini telah di manfaatkan oleh para pejabat untuk menutup – nutupi tanggungjawabnya dan kenyataan sebenarnya yang mereka lakukan yang tidak sesuai dengan etika publik.
” Yang dikatakan lain, yang mereka buat beda, bersebrangan dengan penderitaan masyarakat yang sebenarnya, tapi itu dipoles dengan citra baik di media, seolah mereka para pejabat itu pahlawan,”ketus Ronny.
” Ada kalanya hanya pakai modal mie instan dan telor sepapan saja, dan itu pun untuk satu keluarga miskin saja, lalu diviralkan media, sudah cukup membuat sang pejabat seolah -olah jadi pahlawan, padahal tanggungjawab mereka yang sebenarnya lebih besar dari itu semua, dan belum tentu dikerjakan dengan baik,” tambahnya lagi.
Menurut Ronny pola – pola pencitraan pejabat sudah harus dihentikan dan masyarakat harus menolak segala bentuk pencitraan itu, karena pencitraan pejabat dapat dianggap bentuk lain dari pembodohan dan kebohongan publik.
” Kan jelas itu kalau beda kata dengan perbuatan, dan sesuatu tidak diinformasikan sebagaimana kenyataan sebenarnya, itu bentuk pembodohan rakyat dan kebohongan publik yang paling nyata, jadi stop pencitraan, masyarakat mesti kritis menolaknya, biarkan para pejabat itu kerja nyata baru diberi ruang publik,” pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya. [] Ril