Lembaga Kajian Keagamaan Universitas Pamulang (LKK Unpam) menyelenggarakan seminar keagamaan bertajuk “Agama dan Ilmu Pengetahuan: AI antara Kemajuan Teknologi dan Kemunduran Akhlak.” Seminar keagamaan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni K.H. Muhammad Cholil Nafis, Lc., S.Ag., M.A, Ph.D (Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah) dan Prof. Dr. Thomas Djamaluddin, M.Sc (Ketua LAPAN RI 2014-2021). Seminar ini digelar di Auditorium Darsono, Kampus II Viktor, Universitas Pamulang, Kamis (27/06/2024) yang lalu.
Pada sesi pertama seminar KH. Cholil Nafis memulai paparan materi dengan menekankan pentingnya ayat pertama yang turun dalam Al-Quran, yakni “Iqra“ (bacalah), yang memerintahkan umat manusia untuk membaca. Artinya, ini menunjukkan signifikansi ilmu pengetahuan dan membaca sebagai media pendekatan diri kepada Allah SWT. Beliau mengkritik anggapan bahwa agama bertentangan dengan intelektualitas, sains, dan kemajuan, dengan merujuk pada sejarah kontribusi besar umat Muslim dalam bidang ilmu pengetahuan. Misalnya, Ibnu Sina’ (Avicenna) dikenal sebagai bapak ilmu bedah, dan Al-Khawarizmi yang menemukan sistem hitungan aljabar dan angka nol.
Dalam pandangan KH. Cholil, kemajuan teknologi, termasuk Artificial Intelligence (AI), sebenarnya sejalan dengan ajaran keagamaan. Beliau menyoroti bagaimana AI telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, dari otomatisasi industri, kesehatan, hingga manajemen keuangan. Meski demikian, KH. Cholil juga mengakui adanya risiko yang menyertai kemajuan teknologi ini, terutama dalam konteks keagamaan. Salah satu risiko utama yang dibahas adalah hilangnya keaslian dan otoritas dalam penafsiran teks suci ketika AI digunakan tanpa panduan yang tepat.
Untuk mengatasi risiko ini, KH. Cholil mengemukakan tiga prinsip penting dalam menggunakan AI. Prinsip tersebut yakni amanah, insaniah, dan hikmah. Amanah berkaitan dengan kejujuran dalam penggunaan dan penyebaran informasi melalui AI. Insaniah menekankan pentingnya mempertahankan sifat manusiawi dalam interaksi dengan AI, termasuk empati dan keadilan.
Hikmah menunjuk pada kebutuhan untuk menggunakan AI secara bijaksana dan sesuai dengan tujuan yang luhur. KH. Cholil menekankan bahwa AI harus digunakan untuk meningkatkan, bukan menggantikan peran ulama dan guru dalam pendidikan agama.
Lebih lanjut, KH. Cholil membahas tantangan-tantangan yang dihadapi dalam penggunaan AI, termasuk isu kejujuran akademik dan sensor plagiarisme. Dia mengingatkan bahwa AI dapat menjadi alat yang kuat untuk menyebarkan ajaran agama dan meningkatkan wawasan umat, namun harus tetap diatur agar tidak mengorbankan keaslian dan autentisitas teks suci. Dengan integrasi yang tepat antara ilmu pengetahuan dan agama, kedua bidang ini dapat berjalan paralel dan saling memperkaya, menciptakan kehidupan yang lebih baik dan berkelanjutan.
Di penghujung pemaparannya, KH. Cholil menekankan bahwa kemajuan teknologi dan AI tidak harus dilihat sebagai ancaman terhadap agama, tetapi sebagai peluang untuk memperdalam pemahaman dan aplikasi ajaran agama. Dia mengajak semua pihak untuk bijak dalam memanfaatkan teknologi, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip keagamaan yang kuat.
Sesi kedua seminar, menyambung pemaparan dari KH. Cholil Nafis, Prof. Thomas Djamaluddin juga sepakat dalam menyoroti bahwa meskipun teknologi AI memiliki nilai positif, AI juga memiliki banyak dampak negatif yang perlu diwaspadai. Beliau mengingatkan tentang pentingnya menjaga etika dalam penggunaan AI, terutama dalam pembuatana karya ilmiah. AI dapat sangat membantu dalam menyusun dan mencari referensi, namun peran manusia tetap penting untuk menjaga keaslian dan etika penulisan. Salah satu contoh yang beliau sebutkan adalah penggunaan AI yang dapat membuat video Presiden atau Wakil Presiden berbicara dalam bahasa yang berbeda, yang menunjukkan bahwa AI dapat mengurangi kebenaran dan autentisitas.
Prof. Thomas kemudian mengaitkan pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam dengan mengutip beberapa ayat Al-Qur’an. Disampaikan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu beberapa derajat lebih tinggi. Surat Al-Mujadalah (58 : 11) dan surat Ali Imran (3 : 190-191) menggarisbawahi bahwa dalam penciptaan langit dan bumi terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ulil Albab). Ulil Albab adalah mereka yang senantiasa ingat kepada Allah dalam segala keadaan, selalu berpikir tentang penciptaan langit dan bumi, mengakui keagungan Allah, dan meminta ampun atas kekhilafan mereka.
Prof. Thomas juga mengingatkan bahwa tafsir Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan sifatnya itu sama-sama berkembang. Penafsiran Al-Qur’an dapat terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Dia menekankan bahwa Al-Qur’an memiliki kebenaran mutlak yang tidak berubah, namun penafsirannya bisa berkembang. Di sisi lain, ilmu pengetahuan bersifat relatif dan bisa berubah seiring dengan penemuan-penemuan baru.
Prof. Thomas mengangkat tantangan yang dihadapi oleh umat manusia dalam memahami alam semesta. Dia mengutip surat Ar-Rahman (55 : 33) yang menantang manusia dan jin untuk menembus langit dan bumi dengan kekuatan ilmu pengetahuan. Teknologi satelit adalah salah satu contoh bagaimana manusia menjawab tantangan ini. Satelit digunakan untuk komunikasi, navigasi, dan penginderaan jauh, semuanya berkat pemahaman manusia tentang gravitasi dan mekanika benda langit.
Selanjutnya, dipaparkan bahwa teknologi antariksa telah berhasil mengirimkan satelit ke luar angkasa dan bahkan mendaratkan manusia di bulan. Misi antariksa ke planet lain seperti Mars juga bergantung pada pengetahuan tentang orbit dan dinamika benda langit. Hal ini menunjukkan pentingnya ilmu pengetahuan dalam menjawab tantangan yang terungkap dalam Al-Qur’an.
Prof. Thomas menekankan bahwa mempelajari alam semesta dapat membantu kita memahami Al-Qur’an dengan lebih baik. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang alam semesta, dan pengetahuan sains dapat memperkaya pemahaman kita. Dia mengingatkan bahwa proses penciptaan langit dan bumi dalam Al-Qur’an adalah proses evolutif yang terus berkembang, bukan sesuatu yang langsung selesai.
Dalam penutupnya, Prof. Thomas mengajak semua yang hadir untuk menjadi Ulil Albab, dengan selalu berzikir, berpikir, mengakui keagungan Allah, dan memohon ampun atas kekhilafan. Beliau mengingatkan bahwa perjalanan intelektual kita bisa saja salah dan oleh karena itu, kita harus selalu kembali kepada Allah SWT.[]
Pengirim :
Muhammad Alvin Arrafi, mahasiswa Semester 2 Universitas Pamulang, email : arrafialvin29@gmail.com