Efektifitas Normalisasi Sungai sebagai Strategi Penanggulangan Banjir

Oleh: Fatimah Najmurrahmah
Mahasiswi Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Terasmedia.com – Banjir adalah salah satu bencana yang sering melanda wilayah dunia, termasuk Indonesia. Banjir merupakan kondisi ketika aliran air yang berlebihan merendam daratan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menunjukkan bahwa banjir berarti ‘berair banyak dan deras kadang-kadang meluap atau peristiwa terbenamnya daratan karena peningkatan volume air’. Sedangkan menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat. Bencana ini sering terjadi baik di pedesaan dan perkotaan, bahkan di beberapa tempat banjir sudah menjadi agenda tahunan.

Berdasarkan data dari laman resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per 7 November 2024, banjir menjadi bencana alam dengan kejadian terbanyak pada tahun ini, yakni mencapai 849 kejadian. Jumlah itu setara dengan 49,8% dari total bencana alam di Tanah Air yang sebanyak 1.705 kejadian. 8 Provinsi dengan kejadian banjir terbanyak diduduki oleh Sumatera Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera barat, Jawa Timur dan Riau. Dengan begitu banjir menjadi salah satu isu yang krusial, karena itu diperlukan kemampuan yang cukup besar untuk mengatasi permasalahan ini seperti mengontrol situasi daerah rawan banjir karena banjir di lokasi berbeda menimbulkan dampak yang berbeda.

Banjir di wilayah perkotaan sebagian besar akan menimbulkan kerusakan pada sarana dan prasarana pemukiman warga. Lain halnya jika bencana ini terjadi di pedesaan yang pada umumnya akan menyebabkan terendamnya lahan pertanian dan ladang milik masyarakat. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya banjir yaitu hujan dengan intensitas tinggi.

Sebagai negara kepulauan beriklim tropis, Indonesia dihadapkan dengan risiko hidrometeorologis yang yang disebabkan oleh faktor iklim melalui siklus air dan angin yang ada di permukaan bumi, oleh karena itu informasi cuaca sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologis seperti banjir dan kekeringan. Ketika tempat untuk menampung air hujan sudah tidak mampu menahan sesuai dengan jumah kepasitasnya maka air akan naik ke daratan sehingga terjadilah banjir, tetapi seiring berjalanya waktu penyebab terjadinya banjir disebakan oleh ulah tangan manusia seperti penggundulan hutan, urbanisasi yang tidak terencana, pengolaan sampah yang buruk, rusaknya drainase, membangun rumah di bantaran sungai dan masih banyak lagi penyebab terjadinya banjir.

Baca Juga :  Minorways, Tuangkan Rasa Sayang Kepada Ibu Melalui Rilisan EP “My Mother is Stronger Than Godzilla”

Dengan terjadinya banjir dampak yang diakibatkan sangat luas dan kompleks, mencakup berbagai aspek kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan akan menjadi dampak utama dari bencana ini karena akan terjadi kerusakan ekosistem yang dapat merusak habitat hewan dan tumbuhan sehingga akan terjadinya penurunan keanekaragaman hayati. Pencemaran air akan terjadi karena limbah, bahan kimia, dan sampah aka terbawa dan mencemari sumber air bersih dan hilangnya lapisan subur tanah sehingga erosi tanah akan terjadi.

Selain itu kegiatan ekonomi pada daerah yang terkena banjir akan mengalami kerugian materi yang besar karena berbagai bangunan yang sering terkena banjir akan rusak dan ganguan aktivitas lainnya akan terhenti dan pemerintah serta masyarakat harus mengeluarkan biaya untuk perbaikan infrastruktur dan bantuan bencana. Gangguan kesehatan dan gangguan pendidikan juga akan terjadi setelah bencana ini terjadi, dampak jangka panjang juga akan terbit yaitu degrasi lahan, perubahan pola migrasi, peningkatan jangka panjang.

Mengingat dampak yang hadir setelah terjadinya banjir pentingnya pemerintah untuk melakukan mitigasi, mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana, menurut UU 24 Tahun 2007, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik, maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Dalam hal ini pemerintah harus memiliki kemampuan untuk merespon bencana, bantuan koordinasi, dan kebijakan rekonstruksi.

Dalam jurnal UINSMUH MAKASSAR peran merintah dalam mengatasi banjir berupa sosialisasi dan pelatihan mengenai prosedur penanggulan banjir termasuk pelatihan pengerahan personil tim reaksi cepat untuk meminimalisir dampak yang akan terjadi. Berbagai hal lainnya yang dapat dilakukan sepertu penghijauan wilayah juga dapat dilakukan sebab penggundulan hutan juga kerap kali menjadi faktor berkuranganya daerah resapan air, tujuan dilakukannya penghijauan untuk menjaga lingkungan dengan melakukan penanaman pohon di lahan terbuka yang dimana pohon akan menyerap air di tanah sebagai upaya mencegah terjadinya banjir, hal ini juga dilakukan dibeberapa wilayah seperti di wilayah DKI Jakarta seperti keterangan dalam Berita Online Jakarta Smart City.

Baca Juga :  Menjadi Sarjana adalah Mimpiku

Pada dasarnya penyebab terjadinya banjir tidak luput dari ulah manusia seperti membuang sampah sembarangan, penyempitan alur sungai dan urbanisasi yang tidak terencana. Maka dari itu pentingnya membangun kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan, langkah lain yang dilakukan pemerintah yakni dengan perencanaan tata ruang untuk mengembalikan pemanfaat yang optimal serta salah satu strategi jitu pemerintah dalam menangani bencana ini adalah dengan melakukan program normalisasi sungai.

Normalisasi sungai adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengembalikan dan
memperbaiki kembali fungsi sungai secara normal, mengapa hal ini merupakan langkah yang paling sering dilakukan terutama di kawasan perkotaan yang memiliki risiko tinggi, sebab strategi ini melibatkan pelebaran, pendalaman dengan melakukan pengerukan sedimen yang menjadikan terjadinya pendangkalan dasar sungai, dan pelurusan alur sungai untuk meningkatkan kapasitas tampung air, dan normalisasi sering kali disertai dengn perbaikan tanggul, saluran drainase. Hampir di berbagai provinsi Indonesia melakukan normalisasi sungai seperti sungai sail di Pekanbaru, sungai Pidie di Aceh, sungai Ciliwung di Jakarta, dan masih banyak lagi sungai-sungai yang melakukan program ini.

Ditengah berlangsungnya program ini banyak sekali pertanyaan terkait efektifitas program ini, apakah normalisasi sungai benar-benar mampu mengurangi potensi banjir secara signifikan? bagaimana dampaknya terhadap lingkungan, ekosistem, dan masyarakat sekitar serta apakah metode ini lebih unggul dibandikan pendekatan lain?

Dalam Jaya Pos menyatakan bahwa normalisasi sungai dan peningkatan tanggul sukses di desa Palu Manan. Desa ini selama bertahun-tahun mengalami banjir setiap hujan deras turun yang menyebabkan rumah warna nyaris terendam, langkah awal yang dilakukan dengan melakukan program normalisasi sejauh 4 kilo meter dan peninggian tanggul dusun 7,6,5 yang melibatkan banyak pihak dan langkah ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi ini mampu memberikan solusi efektif terhadap masalah. Dan normalisasi pinggir sungai Ciliwung yang dijalankan oleh dirjen SDA Kementrian PUPR masih berjalan 40% sudah dapat dirasakan manfaatnya dengan melakukan pelebaran sungai.

Baca Juga :  Pentingnya Pengetahuan untuk Pencegahan HIV/AIDS

Meski memiliki manfaat signifikan, normalisasi juga menimbulkan tantangan yang memerlukan evaluasi menyeluruh, proses pengerukan dan pelebaran sungai sering kali merusak ekosistem alami, termasuk habitat flora dan fauna di sekitar sungai. Konflik sosial kerap terjadi ketika normalisasi berlangsung sebab program ini melibatkan relokasi penduduk yang tinggal di bantaran sungai, jika tidak dilakukan dengan pendekatan yang baik, hal ini dapat memicu konflik sosial dan menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat.

Normalisasi memerlukan pemeliharaan berkelanjutan untuk mencegah sedimentasi ulang. Tanpa pemeliharaan yang memadai, manfaat normalisasi bisa berkurang seiring waktu dan normalisasi tidak menangani akar masalah karena normalisasi hanya fokus pada aliran air tanpa menangani penyebab utama banjir seperti kerusakan hutan di hulu, perubahan tata guna lahan, atau sistem drainase yang buruk.

Untuk memastikan efektivitasnya dalam jangka panjang. Pendekatan ini harus dilihat bukan sebagai solusi tunggal, melainkan sebagai bagian dari strategi pengelolaan sumber daya air yang lebih luas. Diperlukan keseimbangan antara manfaat teknis normalisasi dan dampaknya terhadap lingkungan serta masyarakat. Oleh karena itu, kolaborasi antara pemerintah, ahli lingkungan, dan masyarakat sangat penting untuk merancang solusi yang tidak hanya mengatasi banjir tetapi juga melestarikan ekosistem sungai. Dengan pendekatan yang bijak, normalisasi sungai dapat menjadi salah satu langkah strategis dalam menciptakan sistem pengelolaan air yang berkelanjutan dan memberikan manfaat nyata bagi generasi saat ini maupun yang akan datang.*

banner 300250