Kecemasan Munculnya Omicron, Varian Baru Covid-19

SARS-Cov2 tidak henti-hentinya menyebar dan membuat kecemasan akan masa depan manusia. Covid-19 sudah banyak menelan korban, bukan hanya di Indonesia tetapi hampir seluruh negara-negara di luar Indonesia. Pandemi Covid ini tidak hanya mengancam kesehatan namun juga melumpuhkan sektor pariwisata dan juga menghantam perekonomian dunia.

Pada awal tahun baru ini banyak diperbincangkan mengenai varian baru Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) menyebutkan bahwa virus SARS-Cov2 bertambah satu varian lagi yang disebut dengan varian B.1.1.529 atau disebut dengan Omicron. Omicron ini pertama kali dilaporkan ke WHO pada tanggal 24 November 2021 dari Afrika Selatan. Varian Omicron terus menyebar ke seluruh dunia.

Dinyatakan sebagai “Change of Concerns (VOC)” oleh World Health Organization (WHO) sejak 26 November 2021, data per 16 Desember 2021 terdapat 15.778 kasus Omicron di 85 negara dan pada hari ini angkanya tentu sudah bertambah lagi. Belum banyak bukti ilmiah yang dapat dikumpulkan untuk menyimpulkan seberapa ganas Omicron dibandingkan dengan varian-varian sebelumnya yaitu Alpha, Beta, Gamma, dan Delta. Serta dari pihak WHO juga belum menyimpulkan apakah Omicron ini lebih berbahaya dari varian lainnya.

Baca Juga :  Indonesia di Tengah Krisis: Menghadapi Tantangan Pemecahan Negara

Akan tetapi para Menteri Kesehatan negara mengeluarkan pernyataan yang memperingatkan bahwa varian Omicron adalah ancaman terbesar bagi kesehatan masyarakat dunia. Beberapa pendapat ahli mengatakan bahwa Omicron ini lebih berbahaya dengan penularan tinggi daripada varian Delta. Selain itu terdapat analisis awal di beberapa negara terutama pada kasus pertama di Afrika Selatan bahwa varian Omicron ini enam kali lebih kuat dari virus Covid Delta.

Pada kasus pertama yang terjadi di Afrika Selatan orang yang terpapar virus Corona varian Omicron menunjukkan gejala ringan seperti kelelahan, sakit kepala, nyeri badan, dan tenggorokan gatal tidak seperti pada kasus sebelumnya seperti gejala batuk-batuk, indra penciuman dan perasa yang hilang ujar Dokter Angelique Coetzee, dokter yang menangani kasus pertama di Afrika Selatan.

Untuk Indonesia sendiri sudah ada laporan kasus pertama, seorang petugas di Wisma Atlet Jakarta. Bisa dikatakan bahwa kasus penularan Omicron ini sudah ada di dalam negeri karena pada kasus pertama seorang petugas tersebut sebelumnya tidak melakukan perjalanan ke luar negeri. Jika memang petugas tersebut tertular di Wisma Atlet, padahal di lokasi tersebut bisa dikatakan protokol kesehatan cukup ketat. Artinya bisa disimpulkan bahwa Varian Omicron ini sepertinya memang mudah menular sehingga kita semua harus benar-benar menerapkan 3m.

Baca Juga :  Karakteristik Seorang Guru yang Profesional

Untuk saat ini seharusnya Indonesia menambah strategi pencegahan dari 3m menjadi 5m yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi secara ketat. Dan pada kasus pertama tersebut ditemukan karena dilakukan tes pada orang tanpa gejala. Jadi, sebaiknya peningkatan terhadap tes harus terus digalakan dan apabila teridentifikasi adannya kasus harus segera dikarantina secara ketat beserta semua kontaknya.

Sampai saat ini kasus Omicron di Indonesia terus bertambah, pada senin (11/1) pemerintah mencatat penambahan kasus 57 orang. Banyak orang yang terinfeksi Omicron adalah mereka yang telah vaksin lengkap dan tidak menunjukkan gejala apapun. Ini menyiratkan bahwa vaksin dapat mengurangi keseriusan Coronavirus. Namun saya rasa vaksin saja tidak cukup, dan harus diikuti dengan disiplin menerapkan protokol kesehatan dengan ketat. Supaya menjamin seseorang aman dari tertular atau menularkan virus corona kepada orang lain.

Baca Juga :  Navigasi Krisis: Mengatasi Tantangan dengan 8 Teori Komunikasi Krisis Terkemuka

Banyak negara-negara luar yang sudah menyediakan vaksin dosis ketiga untuk mencegah penularan Covid-19 varian Omicron ini. Di Amerika dan Kanada, separuh penduduknya sudah mendapatkan vaksinasi lengkap dan hampir 20 persen sudah mendapatkan vaksin jenis Booster. Begitu juga di Eropa beberapa persen penduduknya sudah mendapat vaksinasi lengkap, tetapi tidak untuk Afrika yang secara rata-rata hanya 10 persen penduduknya yang mendapatkan vaksinasi lengkap. Untuk Indonesia sendiri, program vaksin ketiga jenis Booster baru mulai dijalankan pada awal januari ini dan baru diprioritaskan untuk lansia, tentu didampingi dengan protokol kesehatan yang semakin ketat.[]

*Penulis adalah mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Magelang, email : reniamalia531@gmail.com

banner 300250