Kerusakan Masjid Ahmadiyah di Sintang Kalimantan Barat

Peristiwa perusakan masjid ahmadiyah di sintang, Kalimantan Barat di sebabkan karena miskomunikasi antara masyarakat dan kelompok ahmadiyah yang masyarakat anggap ajaran mereka adalah ajaran meyimpang. Dimana masyarakat tidak setuju dengan ajaran tersebut yang mereka anut, jadi masyarakat mulai resah karena ajaran tersebut yang menyebabkan masyarakat mulai marah kepada kelompok tersebut.

Dan masyarakat mulai membuat keputusan sepihak untuk melakukan Tindakan perusakan terhadap masjid tersebut tampa membuat diskusi secara sekeluargaan dengan kelompok ahmadiyah masjid tersebut menyebabkan kerusakan yang sangat parah yang dilakukan oleh masyarakat setempat.

Peristiwa perusakan Masjid Miftahul Huda milik Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Balai Harapan, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, terjadi pada Jumat, 3 September
2021. Peristiwa ini dipicu oleh keresahan warga setempat dan penolakan terhadap adanya kelompok Jamaah Ahmadiyah di wilayah mereka.

Seperti kita tahu bahwa Ahmdiyah tidak diakui sebagai bagian dari islam, oleh muslim arus utama (BBC News Indonesia) Ketua MUI (Ma’ruf Amin) juga memaparkan bahwa ajaran Ahmadiyah sudah menyimpang dari ajaran Islam yang sebenarnya. Hal prinsip yang membedakan antara Islam arus utama dan Ahmadiyah, sebagaimana dikatakan oleh ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), adalah masalah kenabian.

“Karena Ahmadiyah menganggap ada nabi setelah Nabi Muhammad. Itu suatu pendapat yang tidak boleh dipersoalkan lagi,” tegas Ma’ruf Amin dalam wawancara khusus dengan BBC Indonesia di kantor pusat MUI, Jakarta.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) menilai bahwa tindakan penyerangan dan pengrusakan tersebut selain merupakan bentuk pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan namun juga sebagai bentuk pengingkaran terhadap prinsip kebhinekaan Indonesia. Situasi ini salah satunya disebabkan, munculnya pihak-pihak (termasuk aktor negara) yang sering menganggap bahwa kelompok lain yang berbeda dengan dirinya adalah musuh yang dibenci.

Baca Juga :  Jelang Idul Adha, PJ. Bupati Asra Buka GPM

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Mabes Polri untuk mengambil alih proses hukum terkait perusakan masjid ini serta mengungkap aktor intelektual di baliknya. Komnas HAM menegaskan bahwa polisi harus mencegah eskalasi konflik agar tidak semakin meluas. Selain itu, mereka juga menilai bahwa kasus perusakan masjid di Sintang belum tertangani dengan baik dan mendorong adanya dialog antara berbagai pihak terkait. (Komnas HAM, 2021).

Sejak insiden ini terjadi, eskalasi ketegangan tidak hanya berlangsung di lapangan, tetapi juga menyebar melalui media sosial. Berbagai ujaran kebencian, provokasi, dan ajakan untuk melakukan tindakan kekerasan semakin marak di dunia maya.

Oleh karena itu, diharapkan pihak kepolisian tidak hanya menangani proses hukum terhadap para pelaku di lapangan, tetapi juga mengusut aktor intelektual yang mengoordinasikan penyebaran kebencian melalui media sosial. Hingga saat ini, pihak yang berwenang belum sepenuhnya mampu menangani permasalahan di lapangan, apalagi yang terjadi di media sosial, yang banyak berisi komentar provokatif dan ajakan untuk menyebarkan kebencian.

Pandangan Hukum Islam terhadap Perusakan Tempat Ibadah

Dalam hukum Islam, tindakan perusakan terhadap tempat ibadah atau simbol agama sangat dilarang dan dianggap sebagai perbuatan yang tercela. Beberapa prinsip hukum Islam yang relevan dalam kasus ini antara lain:

1. Perlindungan terhadap Tempat Ibadah

Islam menekankan pentingnya menghormati dan melindungi tempat ibadah, baik itu masjid, gereja, maupun tempat ibadah lainnya. Rasulullah SAW pernah menekankan pentingnya menjaga rumah ibadah umat lain. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh (Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW) bersabda:

Baca Juga :  Mahasiswa Universitas Syiah Kuala Raih 484 Prestasi Level Nasional dan Internasional

الْمَسَاجِ دُ حَرَ مُ عَلَُ الْقِتَالُِ

Artinya:”Masjid-masjid adalah tempat yang suci dan terlarang untuk berperang atau bertempur.”
(UU Nomor 1 tahun 1965)

Hadis ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan untuk menjaga keharmonisan antarumat beragama, termasuk menghormati tempat ibadah agama lain.

2. Menjaga Perdamaian dan Keharmonisan Sosial

Islam mengajarkan pentingnya hidup damai dengan sesama tanpa memandang perbedaan agama. Perusakan tempat ibadah, terutama dengan tujuan menyinggung atau mengancam kelompok tertentu, bertentangan dengan prinsip dasar Islam yang mendorong umat untuk menjaga perdamaian dan saling menghormati (Surat Al-Hajj ayat 40)

وَإِ نُ مَسَاجِدَُ الّلَُِ فَلَُ تَدْ عوا مَعَُ الّلَُِ أَحَدًا وَإِ ن هُ لَمِنُْ عَذَابُِ الّلَُِ عَذَا بُ شَدِي دُ

Artinya: “Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kamu menyembah bersama Allah siapa pun juga. Dan sesungguhnya azab Allah sangat pedih.” (QS. Al-Hajj: 40) (UU 1945 Pasal 28 I)

3. Hukum Pidana dalam Islam

Tindakan perusakan terhadap properti atau fasilitas umum dalam Islam dapat dikenakan hukuman yang setimpal, tergantung pada niat dan akibat dari perbuatan tersebut. Dalam konteks ini, perusakan masjid jelas merupakan pelanggaran serius yang tidak hanya merusak tempat ibadah, tetapi juga dapat memicu ketegangan sosial dan agama.

Dalam Qur’an disebutkan: “Dan janganlah kamu merusak di muka bumi setelah Allah memperbaikinya; dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Alfar’A:ُُ56(ُQS Al-A’raf ayat 56:

وَلَُ تفْسِ دوا فُِِ الَْْرْ ضُ بَعْدَُ إِصْلَحِهَا وَادْ عو هُ خَوْفًا وَطَمَعًاُُۚ إِ نُ رَحْمَةَُ الّلَُِ قَ ري بُ مِنَُ الْ محْسِنِ يَُ

Baca Juga :  Dr. Catur Haryati, MARS, buka Sosialisasi BPJS Ketenagakerjaan

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya. Dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan diterima).

Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf: 56

4. Tanggung Jawab Pemerintah dan Aparat Penegak Hukum

Dalam konteks hukum Indonesia, negara menjamin kebebasan beragama dan melarang diskriminasi berdasarkan ( Pasal 29 UUD 1945 ). Tindak pidana perusakan dapat dikenakan sanksi hukum yang tegas berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP Pasal 156a) tentang Penodaan Agama. Oleh karena itu, baik dari perspektif hukum Islam maupun hukum negara, tindakan perusakan masjid ini tidak dapat dibenarkan.

Dalam analisis penulis awal masalah yang menyebabkan masjid Ahmadiyah di sintang mengalami kerusakan yang sangat parah itu dikarenakan mis komunikasi antara masyarakat setempat dengan kehadiran kelompok Ahmadiyah di sintang, dan muncul ajaran Ahmadiyah yang dianggap masyarakat bahwa ajaran tersebut meyimpang dan masyarakat mulai resah, masyarakat memutuskan untuk melakukan aksi tidak setuju terhadap kehadiran mereka, yaitu dengan melakukan perusakan masjid yang dibangun jemaat Ahmadiyah di sintang tersebut.

Namun prilaku masyarakat tersebut tidak dibenarkan dikarenakan mereka main hakim sepihak, seharusnya jangan langsung main hakim sepihak, tapi dibicarakan secara kekeluargaan agar tidak memicu kerusuhan yang terjadi di masjid sintang tersebut.[]

Penulis :
Allen Oktavi Putri, Dewangga Sakti, Mabruroh, M. Iqbal Hibatullah, Richard Zalit, Yolanda, Shinta Lestari Oktarini (mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bangka Belitung)

banner 300250