Maraknya Pencabulan Anak di Bawah Umur, KPAI Kurang Peduli?

Membahas tentang Pencabulan Anak tentunya tidak jauh dikepala kita bahwasanya tentang tindakan pidana berupa kekerasan seksual ,Abuse (kekerasan)  tidak hanya diartikan secara fisik namun juga secara verbal, anak yang dikatakan dibawah umur merupakan anak yang berusia kurang dari 18 tahun bedasarkan  ” Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan “. tindakan pelecehan seksual pencabulan terhadap anak lebih kerap terjadi baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun di lingkungan sekitar tempat tinggal,akibat lengahnya pentauan orang tua.

Namun menurut pandangan saya selaku Mahasiswi Hukum Universitas Bangka Belitung, mirisnya di Indonesia sendiri masih banyaknya anak dibawah umur yang kurang dari usia 18 tahun yang belum mengerti tentang apa itu tipuan dan seringkali menjadi sasaran empuk Pedofil ( kelainan seksual meliputi nafsu seksual terhadap anak-anak maupun remaja yang berusia di bawah 14 tahun) mengalami pencabulan atau kekerasan seksual baik secara fisik maupun verbal dalam namun enggan melapor kepada orang tua maupun pihak yang berwajib.

Baca Juga :  Etika dan Moral Menjadi Dasar Dalam Ilmu Pengetahuan

Dikutip dari catatan KemenPPPA, kasus kekerasan seksual terhadap anak diIndonesia sendiri mencapai 9.588 kasus pada 2022. jumlah itu mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya, yakni 4.162 kasus. padahal anak sendiri mempunyai hak asasi yang harus dilindungi dari tindak kejahatan (kekerasan), tertera dalam “Pasal 82(1) UU 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak”.

Lalu perlu dipertanyakan bagaimana peran perlindungan anak KPAI ( Komisi Perlindungan Anak Indonesia ) Apakah kurang peduli akan kasus yang marak terjadi di negeri sendiri namun kurang ditangai? menurut dalam Undang-Undang KPAI mempunyai tugas dan fungsi menurut Pasal 76, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yaitu antara lain : Melakukan sosialisasi seluruh yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpul data informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak. secara hal ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi .

Baca Juga :  Ribuan Warga Aceh Tamiang Antusias Ikuti Jalan Sehat Prabowo-Gibran

Mengulik dari Jurnal pernyataan pendapat :Noviana, I. (2015) Dampak kekerasan terhadap anak yaitu : dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, antara lain: pengkhianatan atau hilangnya kepercayaan anak terhadap orang dewasa (betrayal), trauma secara seksual (traumatic sexualization), merasa tidak berdaya (powerlessness), dan stigma (stigmatization) secara fisiknya memang mungkin tidak ada hal yang harus dipermasalahkan pada anak yang menjadi korban kekerasan seksual. tapi secara psikis hal yang terjadi bisa menimbulkan trauma, bahkan pelampiasan dendam dengan orang sekitarnya baik Orangtua, saudara bahkan teman sendiri.

Maka dari itu penyebab dari terjadinya kekerasan lebih banyak terjadi karena pengaruh kehidupan sosial dan masyarakat lingkungan, tanggung jawab untuk penghapusan kekerasan ini tidak hanya negara saja akan tetapi harus dipertegas antara pemerintah, masyarakat, keluarga, serta kepekaan orangtua dalam memperhatikan anak dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak ( KPAI ), dan lembaga penegak hukum agar secara lebih tegas melindungi generasi penerus bangsa.

Baca Juga :  [FOTO] Anak Gajah Sumatera Dievakuasi Petugas BKSDA Jambi

Pengirim :
Michelle Tania Lie, Mahasiswi Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung, email : michelletania2004@gmail.com

banner 300250