Pemuda adalah harapan masa depan suatu bangsa. Menurut definisi, pemuda adalah individu yang berusia antara 10 hingga 24 tahun, dengan kelompok usia 10 hingga 19 tahun disebut sebagai remaja. Namun, makna pemuda tidaklah sesederhana itu. Dalam satu kata “pemuda” terkandung harapan dan potensi yang sangat besar. Keberadaan pemuda sangat penting dalam membangun dan mengembangkan bangsa.
Lantas, apa yang terlintas di benak kita ketika mendengar kata pemuda? Apakah mereka penerus bangsa, anak milenial, atau harapan negara? Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Musthofa Al Ghulayain, “Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Sesungguhnya di tanganmu-lah urusan bangsa dan dalam langkahmu tertanggung masa depan bangsa.” Hal ini senada dengan syair Imam Asy-Syauqiy yang menyatakan bahwa kejayaan suatu bangsa terletak pada akhlak manusianya. Jika akhlak bangsa ini hilang, maka hancurlah bangsa itu.
Islam tidak lepas dari peran pemuda. Kesuksesan Nabi Muhammad dalam berdakwah banyak didukung oleh sosok-sosok sahabat yang masih muda, seperti Ali bin Abi Thalib, Zubair bin ‘Awwam, dan Mush’ab bin Umair. Mereka adalah contoh pemuda yang berani dan berkomitmen terhadap nilai-nilai Islam. Dalam konteks ini, Bung Karno pernah berkata, “Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya, berikan aku 1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Ini menunjukkan bahwa satu pemuda dapat mengubah dunia, sementara seribu orang tua hanya dapat bermimpi.
Namun, kenyataan pemuda saat ini seringkali berbeda dari harapan. Banyak pemuda yang terpengaruh oleh globalisasi dan sulit mengendalikan diri terhadap perkembangan teknologi. Kenakalan remaja, seperti pergaulan bebas, narkoba, dan kekerasan, semakin meningkat. Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa angka kenakalan remaja di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.
Dengan jumlah generasi muda mencapai 68,66 juta di Indonesia, dan mayoritas adalah pemuda Muslim, tantangan ini menjadi semakin mendesak. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika pemudanya terjerumus dalam perilaku negatif? Salah satu faktor penyebabnya adalah kurangnya pendidikan Islam. Banyak orang tua yang lebih memilih sekolah-sekolah umum yang minim pendidikan agama, sehingga akhlak dan moral pemuda pun terabaikan.
Untuk mengatasi masalah ini, pendidikan Islam perlu diperkuat. Mengarahkan anak-anak untuk memasuki pesantren dan mengikuti kajian-kajian agama dapat menjadi salah satu solusi. Di pesantren, para santri diajarkan budi pekerti yang baik, mendalami ilmu agama, dan juga berbagai bidang lain yang mereka minati, seperti olahraga dan seni.
Contoh nyata adalah Muhammad Rafli Mursalin, seorang pemuda pesantren yang berhasil memperkuat timnas muda Indonesia. Dengan pendekatan ini, kita dapat melawan arus globalisasi yang berdampak buruk pada moralitas kaum muda.
Kita juga perlu menyadari bahwa Al-Qur’an dan Sunnah sangat menaruh perhatian pada generasi muda. Pemuda seyogianya meneladani sosok Rasulullah SAW, yang sejak remaja telah menunjukkan banyak teladan dalam perjuangan dan akhlak.
Kesimpulan
Pemuda Muslim memiliki peran yang sangat penting dalam kebangkitan Indonesia. Mereka adalah harapan bangsa dan tolak ukur kemajuan suatu negara. Dengan pendidikan yang baik dan penanaman nilai-nilai akhlak yang kuat, pemuda dapat menjadi agen perubahan yang membawa bangsa ini menuju masa depan yang lebih baik.
Mari kita dukung pemuda Muslim sebagai agen perubahan dengan mendorong mereka terlibat dalam kegiatan positif dan pendidikan yang menekankan akhlak. Ajak orang tua untuk mempertimbangkan pendidikan di pesantren dan kenalkan pemuda pada sosok teladan dalam sejarah Islam. Ciptakan lingkungan yang mendukung inovasi dan kreativitas, sehingga mereka dapat menunjukkan potensi terbaiknya. Bersama-sama, kita dapat memastikan pemuda Muslim menjadi pemimpin yang mampu membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih cerah.[]
Penulis :
Muhamad Naufal Fauzan, Mahasiswa STMIK Tazkia Bogor