Bangka Belitung merupakan provinsi penghasil timah terbesar di Indonesia dan menguasai 90% total produksi timah Indonesia. Pertambangan ini telah dilakukan sejak tahun 1711 oleh seorang pedagang China Siauw A Tji, dan kemudian di produksi oleh PT Timah yang telah berdiri tahun 02 Agustus 1976 hingga sekarang.
Lamanya aktivitas pertambangan ini tentunya berdampak buruk bagi daerah yang menjadi lokasi tambang, terutama di daerah yang sering dijadikan daerah tambang ilegal. Maka dari itu diperlukannya kegiatan pemulihan ekosistem alam guna memanfaatkan dan melestarikannya. Tetapi apakah masyarakat perduli dengan lingkungan yang mereka rusak?
Sesuai dengan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengatur tentang sanksi pidana bagi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan lingkungan hidup yang berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup sehingga membahayakan kesehatan, kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan keanekaragaman hayati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Namun sampai sekarang masih sangat banyak kita temukan masyarakat masyarakat yang melakukan tambang ilegal tanpa memperdulikan kondisi alam, serta seringkali membiarkan lubang galian dari tambang ilegal tersebut. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi padahal sudah terdapat peraturan didalam undang undang ?
Kegiatan para masyarakat tersebut sudah dianggap biasa karna banyak oknum yang menjadikan tambang ilegal sebagai sumber matapencaharian mereka, sehingga kerusakan kerusakan yang terjadi di pulau kita sudah menjadi hal yang biasa bagi masyarakat Bangka Belitung. Dari kebiasaan tersebutlah para oknum tidak segan melakukan pertambangan yang membuat kerusakan di Bangka Belitung, padahal Bangka Belitung terkenal dengan keindahan alamnya.
Upaya pemulihan kerusakan ekosistem akibat tambang ilegal merupakan langkah krusial dalam menjaga keseimbangan alam. Diperlukan kerjasama erat antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta untuk menghentikan praktik tambang ilegal dan mengembalikan ekosistem yang terganggu. Selain rehabilitasi fisik, edukasi mengenai pentingnya pelestarian alam juga perlu ditingkatkan agar masyarakat lebih sadar akan dampak negatif tambang ilegal.
Hukuman yang tegas terhadap pelaku tambang ilegal juga menjadi faktor penentu dalam menjaga keberlanjutan upaya pemulihan ini. Selain itu kerusakan tambang ilegal dapat di minimalisir dengan rehabilitasi lahan, penanaman kembali vegetasi asli. Hukuman yang tegas terhadap pelaku tambang ilegal juga menjadi faktor penentu dalam menjaga keberlanjutan upaya pemulihan ini.
Dengan mengakhiri, kita menyadari bahwa Bangka Belitung, meskipun menjadi salah satu produsen timah terbesar, menghadapi tantangan serius akibat dampak pertambangan ilegal yang telah berlangsung selama berabad-abad. Meskipun peraturan dan undang-undang telah ditetapkan, kenyataannya masih banyak masyarakat yang mengabaikan lingkungan, menempatkan kebutuhan ekonomi pribadi di atas keberlanjutan alam. Untuk memulihkan ekosistem yang terkikis, dibutuhkan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Edukasi yang lebih intensif, penegakan hukum yang ketat, dan rehabilitasi lahan adalah langkah-langkah kritis yang harus diambil untuk melindungi keindahan alam Bangka Belitung demi generasi mendatang.[]
Penulis :
Egie Aszacky Asrozi, mahasiswa Jurusan Hukum Universitas Bangka Belitung