Oleh : Mahdalena Soleha1, Naeila Putri Ar’ramli2, Rukayah3
1) Tadris Biologi/UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, 45132, Indonesia., mhdaalnaa1524@gmail.com
2) Tadris Biologi/UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, 45132, Indonesia., naeilaarromli@gmail.com
3) Tadris Biologi/UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, 45132, Indonesia., rukayahkayah703@gmail.com
Abstrak
Masyarakat Indonesia yang tingkat kemajemukannya tinggi dengan beragam kultur budaya, membawa pengaruh terhadap beragamnya metode pengobatan. Salah satu pengobatan tradisional yang ada saat ini yaitu pengobatan tradisional dengan menggunakan media lintah sebagai penyembuh penyakitnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas lintah medis dalam pengobatan gangguan sirkulasi darah dan untuk memahami mekanisme kerja lintah medis dalam memperbaiki sirkulasi darah pada pasien dengan gangguan sirkulasi. Penelitian ini dilakukan pada hari Senin, 9 Desember 2024. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi literatur, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa metode pengobatan terapi lintah memiliki peluang kesembuhan yang tinggi untuk berbagai jenis indikasi penyakit terapi lintah. Hal ini dikarenakan lintah mengandung banyak zat yang penuh manfaat bagi tubuh manusia. Hasil analisis terapi lintah ini menunjukkan bahwa terapi lintah baik sebagai tindakan preventif dan pengobatan penyakit.
Keywords: Terapi lintah, hirudotherapy, terapi alami
Pendahuluan
Lintah merupakan invertebrata yang sudah dikenal lebih dari 4000 tahun di dunia pengobatan, sebagai alat untuk mengobati banyak penyakit, bahkan pengobatan terapi lintah telah dijalankan di zaman Hippocrates. Pada tulisan sanksekerta, Dhavantari bapak kedokteran India yang memegang nektar dan lintah di salah satu tangannya, terapi lintah juga terdapat pada pengobatan tradisional China dan lukisan lintah obat juga terdapat pada makan Firaun, dalam kedokteran Yunani ditemukan dalam puisi Alexpharmacia oleh Nicandros, seorang dokter Romawi Galen bahkan mengklasifikasi terapi lintah sebagai metode untuk mencapai keseimbangan yang sehat, di dunia islam terapi lintah digunakan oleh Ibnu Shina dalam karyanya yang berjudul The Canon of Medicine sebagai perawatan penyakit kulit dan penyumbatan darah. Terapi lintah diperkenalkan Abdel Latif pada abad ke XII sebagai pembersih jaringan penyakit setelah pembedahan, pada abad ke XIX terapi ini sangat digemari orang-orang Eropa sehingga lintahpun dibudidayakan untuk kebutuhan medis (Rismiati 2012, 1-2).
Lintah termasuk filum Hirudenia yang berasal dari Hirudo yang berarti lintah, oleh karena itu, pengobatan dengan lintah dikenal dengan istilah Hirudoterapi. Di antara 600 jenis lintah hanya beberapa jenis lintah tertentu yang dapat digunakan untuk Hirudoterapi (Putra 2012, 42). Adapun jenis lintah yang sering digunakan untuk pengobatan adalah Hirudo medicinalis, Hirudinaria manillensis, dan Haemnteria ghilianii. Penggunaan ketiganya sama, hanya saja ketiga jenis ini hanya berbeda ukuran tubuh, yang paling populer adalah jenis Hirudo medicinalis (Rismiati 2012, 12). Para ilmuan terus meneliti lintah terutama pada air liurnya, karena air liur lintah bisa mencegah atau menghentikan pembekuan darah. Ditemukan beberapa senyawa medis yang terdapat pada air liur lintah seperti zat aktif hirudin yang terkandung dalam air liur lintah dan juga callin, histamine dan lainnya. Para dokter beralih ke lintah untuk membantu mengembalikan sirkulasi darah ke jaringan yang dicangkok dan jari atau kaki yang disambung (Rismiati 2012, 18).
Sistem pengobatan modern telah berkembang pesat dimasa sekarang ini dan telah menyentuh hampir semua lapisan masyarakat seiring dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi, kedokteran, farmasi, dan sebagainya. Dewasa ini, praktikpraktik pengobatan medis modern telah berkembang baik, yakni pengobatan medis yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta selalu diikuti dengan perkembangan praktik-praktik pengobatan tradisional. Hal ini menunjukkan bahwa eksistensi pengobatan tradisional terbilang cukup baik serta menjadi model pengobatan alternatif masyarakat Indonesia.
Masyarakat Indonesia yang tingkat kemajemukannya tinggi dengan beragam kultur budaya, membawa pengaruh terhadap beragamnya metode pengobatan. Selain metode pengobatan dalam dunia kedokteran modern, terdapat juga metode pengobatan tradisional. Sebagaimana dijelaskan pada pasal 12 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional, dinyatakan bahwa pengobatan tradisional merupakan salah satu upaya pengobatan dan/atau perawatan cara lain diluar ilmu kedokteran dan/atau ilmu keperawatan, sebagai upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, dan/atau pemulihan kesehatan (Menkes, 2003).
Salah satu pengobatan tradisional yang ada saat ini yaitu pengobatan tradisional dengan menggunakan media lintah sebagai penyembuh penyakitnya. Sejak dahulu hingga kini, pemanfaatan lintah medis (Hirudo medicinalis) sebagai pengobatan, atau saat ini dikenal dengan terapi lintah, menjadi perhatian masyarakat dalam memilih teknik pengobatan. Terapi lintah sudah mulai banyak diaplikasikan di Indonesia saat ini. Bahkan, tidak sedikit masyarakat yang mengandalkan terapi lintah secara rutin sebagai tindakkan preventif atau merawat kesehatan.
Telah dibuktikan bahwa terapi pengobatan lintah menyembuhkan penyakit dan terbukti aman, kelenjar air liur lintah memiliki banyak kegunaan terutama yang berhubungan dengan sirkulasi darah, air liur lintah bekerja padaa saat lintah menyedot darah melalui pembulu darah dan akan berfokus pada penyakit yang akan diterapi. Terapi lintah jarang pernah menyebabkan komplikasi yang serius pada pasien yang menggunakan pengobatan terapi lintah efek yang ditimbulkan setelah terapi seperti rasa sakit dan gatal jangka pendek hanyalah efek samping yang biasa, rasa sakit hanya berawal dari saat lintah menggigit berlangsung satu sampai lima menit saja, setelah itu lintah akan mengeluarkan air liurnya dan rasa sakit pun berangsur menghilang, Rasa gatal yang ditimbulkan di tempat gigitan setelah beberapa hari bukan suatu alergi namun efek yang umumnya ditimbulkan (Rismiati 2012).
Terapi lintah adalah suatu jenis terapi dengan memanfaatkan hisapan lintah. Hakikatnya, teknik pengobatan dengan mengisap darah sebagai pengobatan dan juga melancarkan aliran darah atau dengan istilah bekam dan fashdu, hanya berbeda pada medianya yaitu lintah. Salah satu khasiat yang paling popular adalah mengobati peradangan, meringankan nyeri, hingga melancarkan peredaran darah. Manfaat lainnya yaitu untuk mengobati abses, artritis, glaukoma, miastenia gravis, thrombosis, dan beberapa kelainan vena. Selain manfaat yang telah disebutkan di atas, lintah medis ini juga dapat digunakan sebagai operasi plastik dan beberapa masalah sirkulasi darah lainnya serta penyakit jantung iskemik (Taqiyyah I., 2017). Penelitian ini memiliki tujuan yaitu untuk menganalisis efektivitas lintah medis dalam pengobatan gangguan sirkulasi darah dan untuk memahami mekanisme kerja lintah medis dalam memperbaiki sirkulasi darah pada pasien dengan gangguan sirkulasi.
Data dari SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional) menyatakan bahwa pada tahun 2001 hingga 2011, masyarakat Indonesia melakukan pengobatan tradisional semakin meningkat sebesar 49.53% dari 9.8% (Rahayu, 2012). Data dari SUSENAS menunjukkan bahwa sistem pengobatan alternatif cukup berkembang di masyarakat Indonesia. Perkembangan pengobatan tersebut didorong oleh beberapa faktor, diantaranya faktor sosial, faktor ekonomi, faktor budaya, faktor psikologis, faktor kejemuan terhadap pelayanan atau fasilitas medis, faktor manfaat dan keberhasilan, faktor pengetahuan, dan pemahaman tentang sakit, dan penyakit (Assegaf, 2011)
Metode Penelitian
Pada penelitian ilmiah kali ini, riset ini dilakukan pada tanggal 9 Desember 2024 di Jalan Cendana Raya No. 10 Perum, Bumi Arumsari Kecamatan, Cirebon Girang, Kec. Talun, Kabupaten Cirebon, menggunakan metode kualitatif deskriptif. Adapun hewan yang dipilih sebagai bahan riset adalah Lintah Medis (Hirudo medicinalis) yang bermanfaat untuk mengatasi masalah sirkulasi darah yang buruk, seperti pada kondisi pembekuan darah, stroke, dan varises. Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana efektivitas lintah medis dalam pengobatan gangguan sirkulasi darah, dan bagaimana mekanisme kerja lintah medis dalam memperbaiki sirkulasi darah pada pasien dengan gangguan sirkulasi. Metode pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan studi literatur, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempercayai terapi lintah sebagai pengobatan alternatif dalam menyembuhkan masalah kesehatan. Namun tidak semua jenis lintah dapat digunakan sebagai terapi, jenis lintah yang dapat diaplikasikan sebagai pengobatan terapi, yakni yang telah teridentifikasi kurang lebih sekitar 600 jenis lintah, namun yang dapat digunakan hanya sekitar 15 jenis sebagai pengobatan. Lintah di sini merupakan “lintah medis” yang sejak berabad-abad telah diplikasikan oleh para terapis, terutama di negara wilayah Eropa dan Amerika. Dahulu, diperkirakan hanya ada satu jenis lintah medis yang memiliki warna berbeda, yakni H. medicinalis dan H. officinalis. Namun, berdasarkan penelitian ilmiah, dari perbedaan pola permukaan tubuh lintah, terbukti menandakan adanya dua jenis lintah medis yang berbeda, yakni H. medicinalis dan H. verbana, yang dapat diuji dengan analisis DNA. Kedua jenis lintah selama ini tidak pernah dibedakan, karena keduanya digunakan secara bersamaan dan tidak ada perbedaan pada aktivitas dan komposisi air liurnya (Soraya, S. et. Al. 2021).
Saat ini lintah masih digunakan para dokter untuk mengembalikan sirkulasi darah ke jaringan yang dicangkok dan juga jari yang disambungkan, lintah dapat menghapus darah padat untuk memungkinkan sirkulasi normal untuk kembali ke jaringan sehingga mencegah matinya jaringan tubuh (Rismiati 2012, 19-20). Metode terapi lintah telah disetujui banyak negara terbukti efisien mengobati berbagai macam penyakit dan di beberapa negara terutama di Eropa dan Amerika terapi lintah sudah diakui negaranya oleh lembaga US Food and Drug Administration (FDA) Lembaga ini telah mengkelompokan lintah sebagai salah satu alat medis dan menyetujui lintah digunakan pada operasi kecil, di Jerman lebih dari 70.000 pengobatan dalam beberapa tahun terakhir telah menggunakan lintah dalam pengobatan, lintah diakui memeiliki peran besar dalam dunia kedokteran karena sudah banyak membantu dokter yang paling utama dalam pembedahan (Rismiati 2012, 103).
Telah dibuktikan bahwa terapi pengobatan lintah menyembuhkan penyakit dan terbukti aman, kelenjar air liur lintah memiliki banyak kegunaan terutama yang berhubungan dengan sirkulasi darah, air liur lintah bekerja padaa saat lintah menyedot darah melalui pembulu darah dan akan berfokus pada penyakit yang akan diterapi. Terapi lintah jarang pernah menyebabkan komplikasi yang serius pada pasien yang menggunakan pengobatan terapi lintah efek yang ditimbulkan setelah terapi seperti rasa sakit dan gatal jangka pendek hanyalah efek samping yang biasa, rasa sakit hanya berawal dari saat lintah menggigit berlangsung satu sampai lima menit saja, setelah itu lintah akan mengeluarkan air liurnya dan rasa sakit pun berangsur menghilang, Rasa gatal yang ditimbulkan di tempat gigitan setelah beberapa hari bukan suatu alergi namun efek yang umumnya ditimbulkan (Rismiati 2012, 104).
Hal ini dikarenakan lintah mengandung banyak zat yang penuh manfaat bagi tubuh manusia. Sebagaimana penjelasan Hayes (2004), bahwa para ilmuan terus meneliti keunikan lintah, terutama pada air liurnya. Air liur lintah mampu mencegah atau menghentikan pembekuan darah diyakini bisa memberikan manfaat lebih bagi manusia suatu saat nanti. Pendapat Hayes (2004) diperjelas dengan pernyataan Taqiyyah & Anggraini (2017) bahwa saat lintah diaplikasi pada kulit, lintah akan menggigit dan mengeluarkan saliva yang menginduksi anestesi lokal dan vasodilatasi sehingga lintah mulai menghisap darah. Beberapa substansi akan dilepaskan untuk mencegah proses pembekuan darah yaitu hirudin yang merupakan inhibitor trombin alami dengan efek paling kuat.

Klasifikasi Lintah medis (Hirudo medicinalis)
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Clitellata
Ordo : Arhynchobdellida
Family : Hirudinidae
Genus : Hirudo
Spesies : Hirudo medicinalis
Author : Linnaeus, 1758

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara secara langsung, bahwa walaupun lintah sudah dijadikan sebagai hewan pengobatan namun tidak sembarang lintah dapat dipakai sebagai terapi, hirudoterapi hanya beberapa jenis lintah yang bermanfaat bagi pengobatan. Hirudo medicinalis merupakan spesies lintah yang digunakan untuk terapi di Rumah Griya Sehat Alfatah dimana lintah ini dibudidayakan, oleh kalangan tertentu, karena jenis lintah ini tidak sembarangan. Cara membudidayaknya dengan cara dikawinkan untuk menghasilkan telur, telur tersebut dikembangbiakan dari mulai kecil hingga dewasa. Proses budidaya ini memerlukan perhatian khusus terhadap kualitas air, suhu, dan makanan lintah.
Berdasarkan hasil observasi, mekanisme kerja lintah dalam pengobatan gangguan sirkulasi darah di mulai ketika lintah menempel pada kulit dan menggigit pada area yang bermasalah. Gigitan lintah hampir tidak terasa sakit, karna air liurnya menggandung zat analgesit yang berfungsi mengurangi nyeri. Saat menggigit, lintah mengeluarkan enzim hirudin, sebuah zat anti koagulan yang mencegah darah membeku. Hirudin ini bekerja dengan menghambat aktifitas trombin, yaitu enzim yang berperan dalam proses pembekuan darah masih mengalir dengan lancar. Selain itu lintah juga mengeluarkan zat anti septik yang mencegah infeksi pada area gigitan serta zat fasolidator yang membantu melebarkan pembuluh darah, sehingga memperbaiki di area yang tersumbat atau terganggu. Hal ini menunjukan efektivitasnya pengobatan gangguan sirkulasi darah dengan menggunakan terapi lintah medis (Hirudo meicinalis).
Rumah Griya Sehat Alfatah menggunakan metode huwei untuk terapi lintah, dimana metode ini merupakan pendekatan pengobatan yang memanfaatkan khasiat lintah untuk meningkatkan sirkulasi darah dan mengatasi berbagai masalah kesehatan. Metode ini biasanya dilakukan dengan menggunakan lintah yang dipilih secara khusus untuk tujuan medis, di mana lintah diletakkan pada titik-titik tertentu di tubuh pasien. Salah satu aspek penting dari terapi ini adalah pemilihan lintah yang dilakukan hanya sekali pakai untuk memastikan kebersihan dan mencegah potensi penularan penyakit. Pada terapi Huwei, lintah yang digunakan tidak hanya berfungsi untuk menghisap darah, tetapi juga mengeluarkan zat-zat terapeutik yang dapat merangsang regenerasi jaringan serta meningkatkan aliran darah. Penggunaan lintah sekali pakai dalam metode Huwei memiliki tujuan utama untuk menjaga aspek keamanan dan higienitas. Setelah digunakan, lintah langsung dibuang untuk mencegah kontaminasi atau infeksi, sehingga memastikan bahwa terapi ini tetap aman bagi pasien. Dalam beberapa kasus, setelah terapi lintah, pasien mungkin akan merasakan efek positif seperti rasa lega pada area yang dirawat atau perbaikan pada kondisi kesehatan secara keseluruhan.
Hasil observasi yang telah dilakukan, peneliti mendapatkan berbagai informasi, baik mengenai instansi kesehatan maupun mengenai metode pengobatan terapi lintah.
Hasil observasi mengenai informasi instansi kesehatan, Rumah Griya Sehat Alfatah memiliki SOP tersendiri dalam pengelolaan tempat terapi, managemen, marketing internal maupun eksternal, serta keutamaan dalam standar alat terapi dan logistik yang dipakai. Hal ini menunjukkan bahwa SOP Rumah Griya Sehat Alfatah cukup baik, memiliki peralatan yang steril dan logistik yang akan digunakan sangat diperhatikan, terutama dalam pemilihan hewan lintah untuk digunakan terapi, karena pasien yang datang untuk terapi bukan hanya sekadar untuk preventif kesehatan, tetapi juga pasien yang sakit, dan kemungkinan dapat menularkan penyakit.
Hasil observasi mengenai informasi metode pengobatan terapi lintah yang dipakai oleh Rumah Griya Sehat Alfatah dengan langkah-langkah terapi sebagai berikut:
a. Mengambil lintah dengan menggunakan sarung tangan atau tissue.
b. Menentukan titik bagian tubuh yang menjadi tempat lintah untuk menggigit.
c. Menusukkan jarum pada titik bagian tubuh guna mengeluarkan darah agar lintah mudah untuk mengisap.
d. Mengarahkan ujung yang lebih kecil (kepala) ke bagian tubuh yang akan diterapi, kemudian bagian belakang lintah atau ekor (ujung bagian besar) akan menempel di sekitarnya.
e. Menutup lintah dengan tissue untuk menyerap air yang keluar dari tubuh lintah.
f. Memantau terus lintah untuk memastikan lintah tidak berpindah tempat.
g. Jika lintah sudah terisi dengan cukup darah, biasanya lintah jatuh dengan sendirinya. Jika tidak, gunakan garam, minyak kayu putih, parfume, atau sesuatu yang memiliki bau yang menyengat dan arahkan ke kepalanya.
h. Meletakkan lintah ke dalam bejana yang berisikan air.
i. Setelah lintah lepas, letakkan tissue atau gulungan pembalut untuk menyerap darah yang keluar.
j. Menutup luka bekas gigitan menggunakan kain kassa yang sebelumnya sudah diberi sedikit bubuk kopi atau sedikit robekan dari daun bandotan guna menghentikan pendarahan di kulit akibat gigitan lintah.
k. Terakhir, merekatkan kain kassa menggunakan plester.
Dalam melakukan terapi lintah hal yang perlu diperhatikan adalah mengetahui prosedur terapi secara detail, sehingga dapat mengetahui dengan tepat apa yang harus dilakukan sebelum dan sesudah terapi lintah. Pengukuran dan pengenduran syaraf pasien juga dapat dilakukan untuk menentramkan. Sifat terlalu cemas dapat menyebabkan terjadinya penurunan aliran darah dan temperatur secara ekstrem (sympatheticotonia). Sulit membuat lintah mau menghisap pada bagian yang jauh dari susunan tubuh, pada bagian sambungan kaki dan tangan. Terapi lintah tidak perlu dilakukan pada waktu yang khusus. Namun lebih baik dilakukan pada pagi atau tengah hari, karena lintah memerlukan waktu hingga dua jam untuk menyelesaikan proses makannya. Terapi pagi hari juga memudahkan dalam memonitor pasien selama beberapa jam, menjawab berbagai pertanyaan, dan menyediakan perawatan tambahan jika dibutuhkan. Bahan-bahan yang diperlukan untuk melakukan pengobatan terapi lintah adalah lintah, lancet atau jarum, sarung tangan, tisu atau lap kain, wadah untuk lintah yang sudah dipakai, kain kasa atau kapas, plester (Kurniasih, P. 2022).
Menurut Nadine, A. A. 2019, dalam tulisanya langkah membuat lintah berhenti makan atau menghisap darah, dapat dibantu dengan meletakan taburan garam dibagian cairan yang keluar dari dekat kepala lintah, dan jangan menggunakan terlalu banyak agar tidak menyebabkan lintah mengeluarkan kandungan zat baiknya. Lintah memerlukan waktu sekitar 20-60 menit untuk proses makan atau menghisap darah bahkan dalam kondisi tertentu lintah dapat makan lebih dari dua jam, kadang lintah tetap menempel meskipun telah kenyang dan tanpa gerakan. Tepuk atau sentuh lembut dengan kain dapat menolong lintah untuk terus makan atau melepaskan diri dari bagian yang sedang diterapi. Setelah lintah terlepas, luka yang ditinggalkan umumnya bengkak selama 12-48 jam yang disertai rasa panas dan warna kemerahan. Di sekitar gigitan lintah terdapat bercak darah kecil yang berkembang di bawah kulit yang pada awalnya berwarna ungu kemerahan, kemudian berubah kekuningan, dan akhirnya menghilang sekitar satu minggu. Kadang terjadi juga peradangan lokal yang disertai dengan gatal-gatal, radang ini biasanya mereda setelah ditempelkan es, penyebab gangguan ini kemungkinan adalah penanganan yang tidak tepat pada saat terapi.
Lintah bentuk tubuh-nya pipih dan segmen-segmennya jelas.Hirudo medicinalis merupakan kelas dari Hirudinea.Lintah ini tidak mem-punyai rambut dan parapodia serta mem-punyai dua alat penghisap pada kedua ujung tubuhnya. Lintah akan menghasilkan zat hirudin sebagai zat antikoagulan (agar darah tidak beku).Saluran pencernaannya sempurna (mulut, usus, dan anus).Pada umumnya hemafrodit.Hidupnya di air laut,air tawar dan darat.Makanannya cacing dan larva serangga. Memiliki sistem peredaran ter- tutup.Di Amerika, lintah mulai diteliti untuk mengobati gangguan darah, hati, dan paru- paru.(Rahmadina, 2018).
Karakteristik Responden Penelitian Berdasarkan data sekunder (dokumen) dari 15 responden, diketahui bahwa pasien di Rumah Griya Sehat yang berusia <40 tahun lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki usia lebih dari 40 tahun. Pada tingkat pendidikan responden di Rumah Griya Sehat, sebagian besar lulusan SMA/sederajat sebanyak 9 orang, sedangkan tingkat pendidikan yang paling sedikit adalah lulusan SMP/ sederajat, SD/ sederajat, dan pasien yang tidak menempuh pendidikan sebanyak masing- masing 1 orang. Perbandingan pasien yang menjalani terapi yakni pasien laki-laki lebih banyak dibandingkan pasien perempuan. Pada pasien bermata pencaharian pokok sebagai karyawan swasta sebanyak 6 orang, sebagai wiraswasta sebanyak 2 orang, sebagai ibu rumah tangga sebanyak 3 orang, sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 1 orang, sebagai pengajar sebanyak 1 orang, dan sebagai mahasiswa sebanyak 2 orang.
Menurut Umar (2005) mengenai kepuasan konsumen atau pelanggan, salah satunya adalah meningkatnya persepsikonsumen melaui harapannya setalah melakukan perbandingan. Jika seorang pelanggan merasakan kepuasan dengan memberikan nilai produk atau jasa yang diperoleh, maka sangat besar kemungkinan akan menjadi pelanggan dalam waktu lama. Adapun aspek yang memengaruhi kepuasan pelanggan yakni kualitas produk dan pelayanannya.
Fungsi Kandungan Zat Hirudin Zat aktif dalam ludah sekresi kelenjar lintah, berfungsi sebagai antikoagulan ampuh (Pengencer darah).Menghambat pembekuan darah dengan mengikat thrombin.Hyaluronidase (spreading factor) Berfungsi Memfasilitasi penetrasi dan difusi aktif secara farmakologi zat ke dalam jaringan, terutama di nyeri sendiri dan memiliki sifat antibiotik.Colin berfungsi Menghambat pembekuan darah dengan menghalangi pengikat faktor kolagen. Bdellins berfungsi Anti-inflamasi efek dan menghambat tripsin, plasmin dan acrocin.Anesthetic berfungsi Mengurangi rasa sakit selama lintah menggigit. Histamine berfungsi Meningkatkan masuknya darah di lokasi gigitan ( Abdullah et al. 2012)
Simpulan
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di Rumah Griya Sehat Alfatah, dapat disimpulkan bahwa terapi lintah medis (hirudoterapi) dengan menggunakan spesies Hirudo medicinalis terbukti efektif dalam pengobatan gangguan sirkulasi darah. Lintah yang digunakan dalam terapi ini dibudidayakan dengan perhatian khusus terhadap kualitas air, suhu, dan makanan, serta hanya digunakan sekali pakai untuk memastikan kebersihan dan mencegah penularan penyakit. Mekanisme kerja lintah medis dimulai ketika lintah menggigit kulit pasien, mengeluarkan zat hirudin yang mencegah pembekuan darah, serta zat anti-septik dan vasodilator yang membantu memperlancar aliran darah dan mencegah infeksi. Metode terapi yang diterapkan di Rumah Griya Sehat Alfatah, yaitu metode Huwei, memfokuskan pada pemilihan titik-titik tertentu di tubuh pasien untuk meningkatkan sirkulasi darah dan memperbaiki kondisi kesehatan secara keseluruhan. Selain itu, standar operasional prosedur (SOP) yang diterapkan di Rumah Griya Sehat Alfatah sudah mencakup pengelolaan yang baik, dengan perhatian terhadap peralatan yang steril dan logistik yang digunakan, memastikan terapi dilakukan dengan aman. Hasil terapi ini menunjukkan bahwa pasien mengalami perbaikan pada kondisi kesehatan, khususnya pada area yang terganggu aliran darahnya, yang mengindikasikan efektivitas terapi lintah medis dalam mengatasi gangguan sirkulasi darah.[]
Referensi
Assegaf, S. H. (2011). Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Minum Obat Antibiotik Golongan Sefalosporin pada Pasien Rawat Jalan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Apotek. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Malang.
Abdullah, S., Dar, L. M., Rashid, A., & Tewari, A. (2012). Hirudotherapy/leech therapy: applications and indications in surgery. Archives of Clinical Experimental Surgery, 1(3),172-180. https://doi.org/ 10.5455/aces.20120402072447
Atmoko, T. (2011). Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Universitas Padjajaran: Bandung.
Hayes, S. C. (2004). Acceptance and Commitment Therapy and The New Behavior Therapies: Mindfulness, Acceptance and Relationship. In Hayes, S. C., Follette,
V. M., & Linehan, M. (Eds.) Mindfulness and Acceptance: Expanding the Cognitive Behavioral Tradition (pp. 1-29). Guilford: New York.
Kurniasih, P. (2022). Perencanaan Infografis Hirudoterapi Sebagai Pengobatan Untuk Memperlancar Sirkulasi darah. Jurnal Desain, 9 (2), 213-231.
Ma’arif، H., Listya, A., Kurniasih, P. (2022). PERANCANGAN INFOGRAFIS HIRUDOTERAPISEBAGAI PENGOBATAN UNTUK MEMPERLANCAR SIRKULASI DARAH. Jurnal Desain, 9(2), 213-231.
http://dx.doi.org/10.30998/jd.v9i2.11987.
Nadine, A. A. 2019. Brilio. Accessed Oktober 10, 2019.
https://www.brilio.net/creator/dianggapmenjijikkan-ternyata-lintah-punya- segudang-manfaat-980e00.html.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. 2003. Menkes: Jakarta.
Putra, S. R. (2021). Hebatnya Manfaat-manfaat Lintah Bagi Kesehatan. Jogjakarta: Diva Press.
Rismiati, R. (2022). Terapi Lintah untuk Pengobatan 19 Penyakit Ganas. Jakarta: Dunia Sehat.
Rahayu, D. A. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Pengobatan Tradisional di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Siberut Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2012.
Rahmadina,Etiri,L.(2018).IDENTIFIKASI HEWAN INVERTEBRATA PADA FILUM ANNELIDA DI DAERAH PENANGKARAN BUAYA ASAM KUMBANG
DAN PANTAI PUTRA DELI. Jurnal penelitian biologi.Vol (2).No(2).2598- 6018.
Sarasi, V. (2023). Terapi Lintah Teori dan Praktek.Accessed 2018. https://www.terapijarum.com/2018/10/ebook-terapi-lintah-teori-dan- praktek.html.
Soraya, S., Sari, T. A., Noer, S. (2021). Analisis Terapi Lintah (Hirudotherapy) di Rumah Sehat Klasik Bekasi Utara. EduBiologia, 1(2), 91-97.
Taqiyyah I., & Anggraini, D. I. (2017). Terapi lintah sebagai alternatif pengobatan pada dermatitis atopik. Medula, 7(5), 171-176.
Umar, H. (2005). Study Kelayakan Bisnis. 3th Ed. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.