Indonesia di sebut sebagai Negara Islam Nusantara karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Indonesia adalah negara mayoritas Islam terbesar kedua di dunia setelah Pakistan, sebelum memasuki tahun 2024 Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk muslimnya terbanyak di dunia, namun memasuki tahun 2024 Pakistan menggeser Indonesia pada peringkat kedua.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada bulan Juni 2024 bahwa jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam saat ini adalah sebanyak 245,93 juta jiwa atau sekitar 87,2% dari jumlah populasi 5 agama lain yang diakui oleh Negara Indonesia.
Menurut pandangan ahli pakar dan peneliti Indonesia menyatakan, Nusantara menjadi bangsanya orang muslim karena nilai-nilai yang diajarkan Islam sesuai pada pandangan kehidupan yang berlaku di mayoritas masyarakat dalam negeri. Kehadiran Islam membawa keindahan pada peradaban Nusantara dan menjadi puncak kebudayaan pada masyarakatnya.
Menyebarnya Islam di Nusantara
Sejarah mencatat awal mula masuknya Islam pertama kali di Nusantara pada abad ke-7 Masehi melalui jalur perdagangan yang di bawa oleh orang-orang dari Arab. Salah satu bukti masuknya Islam ke Nusantara pada abad ke-7 melalui jalur perdagangan yang di bawa oleh pedagang dari berbagai wilayah, seperti Gujarat, India dan Timur Tengah yang sudah banyak menganut agama Islam.
Pada saat itu pedagang-pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia dan india sampai pada kepulauan Indonesia untuk berdagang dan saat itu juga Islam pertama kali berkembang di Timur Tengah. Adapun teori-teori yang mendukung masuknya Islam ke Nusantara.
Teori Mekkah
Teori ini mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia berasal dari Mekkah atau Arab yang berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 Masehi, yang dibawa oleh pedagang Arab khususnya kaum Alawiyyin dan kaum Hadramaut. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau disebut sebagai Buya Hamka, Ia merupakan seorang ulama, filsuf dan sastrawan Indonesia.
Buya Hamka memperkenalkan teori ini dalam pidatonya di Dies Natalies PTAIN ke-8 di Yogyakarta pada tahun 1958. Ia adalah tokoh yang menolak anggapan orang-orang Barat yang mengatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia bukan berasal dari Arab langsung, dan Ia berargumentasi pada sumber lokal Indonesia dan sumber Arab sebagai sumber acuan.
Teori Mekkah ini juga menjadi bentuk sanggahan terhadap Teori Gujarat yang mengemukakan bahwa awal masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-13 yang berasal dari Gujarat. Teori Mekkah ini di dukung oleh beberapa bukti diantaranya yaitu, Kerajaan Samudra Pasai yang menganut mazhab syafi’i, pada saat itu bangsa Arab dan Mekkah yang menganut mazhab ini dan tersebar terbesar dalam Arab dan Mekkah. Yang kedua adanya gelar al-Malik yang digunakan oleh raja-raja Samudra Pasai yang berasal dari Mesir.
Ketiga adanya perkampungan Islam di pantai barat Sumatera pada tahun 674 Masehi. Dan pada tahun 675 Masehi catatan Al-Mas’udi mengatakan adanya utusan dari Arab seorang Muslim yang berkunjung ke Kalingan. Pandangan Buya Hamka hampir mirip dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H Johns yang beranggapan bahwa yang telah melakukan Islamisasi pertama kali di Nusantara adalah para musafir atau disebut sebagai kaum pengembala.
Teori Gujarat
Teori ini mengatakan bahwa awal masuknya Islam di Indonesia berasal dari para pedagang muslim di Gujarat, India pada abad ke-13 Masehi. Tokoh yang pertama kali mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel, seorang ilmuwan dari Universitas Leiden, Belanda pada abad ke-19 Masehi. Ia berpendapat bahwa orang-orang yang bermahzab syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyah atau pada abad ke-7 Masehi.
Adapun pendapat dari Snouck Hurgronje yang mengatakan hubungan perdagangan Indonesia dengan India telah lama terjalin di banding hubungan perdagangan Indonesia dengan Arab, dan Islam lebih dulu berkembang di kota-kota Pelabuhan anak Benua India. Teori ini di dukung oleh beberapa bukti diantaranya yaitu, kesamaan batu nisan Malik As-Saleh dan Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik dengan batu nisan di Cambay.
Namun dari beberapa bukti yang ada teori ini lebih banyak memiliki kelemahan, diantaranya adalah, Masyarakat Gujarat banyak yang menganut mazhab Hanafi sedangkan Masyarakat Samudra Pasai banyak yang menganut mazhab Syafi’i. Yang kedua pada saat Islam masuk ke Samudra Pasai, Gujarat masih Kerajaan Hindu, dan yang ketiga menurut S.Q Fatimi bentuk dan gaya batu nisan Malik Al-Saleh berbeda dengan batu nisan yang ada di Gujarat.
Teori Persia
Teori ini mengatakan bahwa proses datangnya Islam ke Indonesia berasal dari Persia atau parsi (sekarang adalah Iran) pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, seorang sejarawan asal Banten, Ia berpendapat bahwa adanya persamaan dalam budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain yaitu, tradisi memperingati 10 Muharrom atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, yang sama seperti tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Adapun kesamaan kaligrafi pahat batu-batu nisan yang di pakai untuk makam-makam diawal Islam masuk Indonesia, dan kesamaan yang lain adalah umat Islam di Indonesia menganut mazhab Syafi’i, sama seperti kebanyakan muslim di Persia.
Namun teori memiliki kelamahan yaitu pada masa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7, masa kekuasaan Islam di Timur Tengah masih di genggaman Dinasti Umayyah yang berada di Damaskus dan sekitarnya, oleh karena itu tidak memungkinkan bagi ulama Persia untuk menyokong penyebaran Islam di Indonesia.
Teori Cina
Teori ini menyatakan bahwa datangnya Islam di Indonesia berasal dari para perantau muslim Cina. Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Slamet Mulyana dan Sumanto Al-Qurtuby. Sumanto Al-Qurtuby mengatakan bahwa arus Cina-Islam-Jawa pada kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton hingga pesisir Cina sebelah selatan telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Menurut beberapa sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa adalah Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa (Cina bagian Selatan). Adapun bukti pendukung teori ini adalah nama-nama raja Majapahit dan Wali Songo menggunakan Bahasa Cina dan beberapa masjid di Indonesia memiliki arsitektur Cina, seperti masjid Cheng Ho di Surabaya.
Namun seperti teori yang lainnya teori cina mempunyai kelemahan diantaranya yaitu, tidak menjelaskan awal masuknya agama Islam di Indonesia, yang mana teori lebih menjelaskan peranan Cina dalam datangnya Islam di Indonesia.
Proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia tidak hanya melalui terbentuknya teori-teori sebagai pendukungnya, tetapi juga berlangsung secara intensitif melalui beberapa cara dan saluran. Adapun saluran-salurannya yaitu, melalui perdagangan, melalui perkawinan, melalui dakwah nya para ulama, melalui ajaran tasawuf yang dibawa oleh para sufi, dan saluran Pendidikan.
Tokoh-tokoh yang menyebarkan Islam di Nusantara
Dalam persebaran Islam di Indonesia tidak luput dari perjuangan para tokoh yang memiliki peran penting untuk persebaran dan perkembangan agama Islam di wilayah Indonesia. Adapun tokoh-tokoh yang berperan penting dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia adalah, yang pertama yaitu Wali Songo.
Dalam menyebarkan Islam wali songo menggunakan metode yang berbeda-beda salah satu contoh ada Sunan Kalijaga yang menggunakan metode pendekatan yang toleran dan inklusif terhadap budaya lokal. Adapun Sunan Bonang yang menggunakan metode pendekatan melalui kesenian dalam menyebarkan Islam di masyarakat.
Metode yang lain yaitu dengan membangun madrasah Pendidikan seperti pesantren, melalui dakwah, mengislamkan para Raja dengan begitu masyarakatnya akan ikut Islam. Wali Songo pada saat menyebarkan Islam banyak yang menempat di pulau Jawa dan Perjuangan Wali Songo membuahkan hasil karena banyak masyarakat Jawa yang masuk Islam.
Mereka terdiri dari Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati. Yang kedua yaitu Syekh Yusuf (Tuan Guru Bajang), Ia adalah ulama dan pejuang Islam asal Makassar. Kemudian ada Sayyid Ali Akbar adalah ulama dari Hadhramaut, Yaman yang berperan dalam masuknya Islam ke Indonesia.
KH Ahmad Dahlan adalah pendiri Muhammadiyah, organisasi yang dibangun untuk memurnikan ajaran Islam. KH Hasyim Asy’ari adalah tokoh yang berpengaruh dalam perkembangan Islam di Indonesia serta beliau adalah pendiri NU (Nahdlatul Ulama) yang memiliki tujuan untuk mengembangkan ajaran Islam Ahlussunnah Wa Al Jamaah yang mengikuti ajaran-ajaran dan sunnah-sunnah Nabi SAW dan para sahabat.
Buya Hamka adalah tokoh Islam Indonesia yang perkembangan khazanah keilmuan di Indonesia. Syekh Yahya adalah tokoh yang berjasa dalam perkembangan Islam di Sumatera Selatan dalam dakwah dan menyebarkan agama Islam. Inilah beberapa tokoh yang berperan dalam penyebaran Islam di Nusantara, namun masih banyak lagi tokoh yang berperan terhadap Sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Peran Mayoritas Muslim pada Negara Indonesia
Sebagai mayoritas Muslim di Indonesia banyak peran yang dimiliki sebagai warga negara yang baik, adapun peran mayoritas muslim di Indonesia adalah sebagai perdamaian dan kerukunan, karena Islam telah membawa banyak perubahan dan nilai positif dalam masyarakat Indonesia, Islam juga mengajaran toleransi pada umatnya, dan Indonesia sebagai negara yang mengakui lima agama yang lain selain Islam maka sangat di perlukan toleransi antar umat beragama.
Mayoritas Muslim di Indonesia juga di harapkan dapat mempersatukan perbedaan yang ada melalui toleransi, dengan begitu Indonesia tidak hanya sebagai negara mayoritas muslim tetapi juga menjadi negara yang indah dalam mempersatukan warga negaranya, maka Indonesia adalah negara yang menjunjung nilai kemanusiaan untuk minoritas penduduk selain yang beragama Islam.[]
Penulis :
Nurul Fatimah, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya