Menjaga Keseimbangan Pengetahuan dan Karakter

Perkembangan teknologi yang pesat, globalisasi, dan modernisasi telah membawa dampak besar bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Bersamaan dengan itu, muncul berbagai tantangan yang menyentuh aspek moral dan sosial yang semakin kompleks. Arus informasi yang terbuka, gaya hidup konsumtif, serta pergeseran nilai budaya sering kali membuat generasi muda kehilangan arah dan jati dirinya. Fenomena seperti merosotnya rasa hormat kepada orang tua, meningkatnya kasus perundungan, dan menurunnya empati sosial menjadi bukti bahwa pendidikan karakter belum sepenuhnya menjadi fokus utama dalam sistem pendidikan nasional.

Pendidikan sejatinya bukan hanya bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dalam aspek akademis, melainkan juga memiliki tanggung jawab dalam membentuk manusia yang berakhlak mulia, bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, peduli terhadap sesama, serta cinta kepada bangsa dan tanah air. Dalam konteks ini, pendidikan memiliki peran krusial dalam membentuk generasi berkarakter kuat yang akan menjadi pondasi utama bagi kemajuan dan keberlangsungan bangsa Indonesia ke depan.

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan merupakan proses sistematis yang melibatkan pengembangan intelektual, emosional, sosial, dan spiritual secara menyeluruh. Pendidikan tidak hanya terjadi di ruang kelas, melainkan berlangsung sepanjang hidup, melalui interaksi dengan keluarga, masyarakat, dan lingkungan kerja. Melalui pendidikan, diharapkan terbentuk manusia yang berpikir kritis, bersikap bijaksana, dan mampu memberi kontribusi nyata bagi masyarakat dan negara.

Karakter merupakan seperangkat nilai moral, etika, dan kebangsaan yang menjadi dasar dalam bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan, kepedulian, serta nasionalisme merupakan bagian esensial dalam pembentukan karakter. Pendidikan memiliki peranan penting dalam membentuk karakter siswa melalui integrasi nilai-nilai tersebut dalam kurikulum, keteladanan dari para pendidik, serta lingkungan belajar yang kondusif. Pendidikan yang efektif tidak hanya menekankan aspek akademik, tetapi juga mengembangkan sikap dan perilaku positif sebagai bagian dari pembelajaran hidup.

Baca Juga :  35 Anggota DPRK Aceh Tamiang Dilantik

Sekolah sebagai tempat utama bagi anak-anak dalam menghabiskan sebagian besar waktunya, menjadi lahan strategis untuk menanamkan nilai-nilai karakter seperti disiplin, tanggung jawab, kejujuran, dan empati. Nilai-nilai tersebut ditanamkan melalui aktivitas harian, baik di dalam maupun luar kelas, yang kemudian diterapkan dalam kehidupan nyata. Dalam hal ini, peran guru sangatlah penting. Guru bukan hanya sebagai penyampai materi, tetapi juga contoh sosok teladan dalam bersikap dan berperilaku. Keteladanan guru yang jujur, bertanggung jawab, dan peduli dapat memberikan pengaruh kuat dalam membentuk kepribadian siswa.

Kurikulum yang dirancang dengan mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam setiap mata pelajaran akan membuat nilai-nilai luhur lebih mudah dipahami dan diterapkan oleh siswa. Selain itu, lingkungan sekolah yang positif, aman, dan inklusif pun turut mendukung proses ini dengan menciptakan ruang yang mendorong siswa untuk tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri, mandiri, dan bertanggung jawab.

Namun, proses membentuk karakter peserta didik bukanlah hal yang mudah. Salah satu tantangan besar datang dari pengaruh media dan lingkungan sosial yang tidak selalu memberikan contoh positif. Tayangan di televisi, media sosial, dan internet sering kali menyajikan konten yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, sehingga dapat mempengaruhi cara berpikir dan bersikap peserta didik, terutama yang belum memiliki filter nilai yang kuat.

Baca Juga :  Tambak Udang Alternatif Pendapatan Masyarakat Bangka Belitung

Meski demikian, proses pembentukan karakter bukanlah hal yang mudah. Salah satu tantangan besar datang dari pengaruh media dan lingkungan sosial yang sering menyajikan contoh perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral. Tayangan di televisi, media sosial, dan internet kerap menampilkan konten negatif yang dapat mempengaruhi pola pikir dan perilaku peserta didik, terutama mereka yang belum memiliki filter nilai yang kuat. Selain itu, kurangnya keteladanan dari orang dewasa seperti guru, orang tua, dan tokoh masyarakat, juga menjadi penghambat dalam pendidikan karakter. Anak-anak lebih cenderung meniru perilaku yang mereka lihat daripada nasihat yang mereka dengar.

Di sisi lain, praktik pendidikan yang masih menitikberatkan pada capaian akademik semata turut mengabaikan dimensi afektif dan moral. Padahal, untuk membentuk manusia seutuhnya, diperlukan keseimbangan antara kecerdasan dan karakter. Pendidikan karakter tidak boleh dianggap sebagai pelengkap, melainkan harus menjadi bagian integral dari seluruh proses pembelajaran.

Menghadapi tantangan ini, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan semua pihak. Kolaborasi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang mendukung pembentukan karakter. Orang tua perlu aktif terlibat dalam mendampingi proses belajar anak di rumah, sementara sekolah dan masyarakat menyediakan ruang bagi pengalaman-pengalaman yang membangun nilai-nilai positif.

Penerapan pembelajaran berbasis nilai dan pengalaman langsung (experiential learning) juga dapat menjadi solusi efektif. Ketika siswa dilibatkan dalam kegiatan nyata seperti proyek sosial, diskusi etika, atau simulasi pengambilan keputusan, mereka tidak hanya memahami nilai-nilai secara teoritis, tetapi juga belajar menerapkannya dalam situasi nyata. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan sosial, serta budaya sekolah yang mengutamakan nilai-nilai gotong royong, toleransi, dan kepedulian harus terus diperkuat agar pendidikan karakter dapat berjalan secara berkelanjutan dan menyeluruh.

Baca Juga :  Netizen Indonesia dan Sepakbola Tanah Air

Salah satu pendekatan yang efektif adalah pembelajaran berbasis nilai dan pengalaman langsung (experiential learning). Melalui keterlibatan dalam proyek sosial, diskusi etika, atau simulasi pengambilan keputusan, siswa tidak hanya memahami nilai secara teoritis, tetapi juga menginternalisasikannya dalam tindakan nyata. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler, program sosial, dan budaya sekolah yang menekankan pada gotong royong, toleransi, serta kepedulian sosial harus diperkuat agar pendidikan karakter dapat berjalan secara konsisten dan berkelanjutan.

Pendidikan pada hakikatnya bukan hanya tentang mencerdaskan, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya—berilmu, berkarakter, dan bertanggung jawab. Dalam menghadapi tantangan global, pendidikan karakter menjadi kunci penting dalam menciptakan generasi muda yang tangguh dan berintegritas. Oleh karena itu, semua pihak—baik pendidik, orang tua, maupun masyarakat luas perlu mengambil peran aktif dalam menanamkan nilai-nilai luhur melalui pendidikan yang bermakna.

Mari kita jadikan pendidikan sebagai fondasi utama dalam membangun masa depan bangsa. Generasi yang kuat tidak hanya dilihat dari tingkat kecerdasannya, tetapi dari kemampuannya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai moral, bersikap adil, serta bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, sesama, dan negaranya.[]

Penulis :
Leny Yunita Pratiwi, Mahasiswa Pendidikan Kimia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

banner 300250