Awal tahun 2025 menjadi awal diberlakunya tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pemerintah secara resmi menegaskan bahwa kenaikan PPN hanya akan diberlakukan untuk barang dan jasa kategori mewah. Walaupun kebijakan ini memiliki tujuan yang baik, masyarakat tentu akan menghadapi berbagai tantangan. Apakah kebijakan PPN ini akan menjadi langkah bijak untuk meningkatkan kesejahteraan atau malah menimbulkan efek domino yang merugikan banyak pihak?
Dengan adanya kenaikan tarif PPN, tidak dapat dipungkiri kebijakan ini dapat membuka peluang bagi pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan perpajakan, yang mana dapat memicu peningkatan pendapatan negara, sehingga implementasi APBN dapat lebih ideal. Ketika anggaran negara semakin banyak, pembangunan infrastruktur serta pelaksanaan program perencanaan pembangunan jangka panjang di berbagai bidang dapat terealisasi secara optimal dan menyeluruh. Dampaknya, kebijakan ini dapat meningkatkan penyediaan fasilitas yang manfaatnya mampu mendukung kebutuhan serta dirasakan seluruh lapisan masyarakat.
Dengan memberlakukan kenaikan tarif PPN hanya pada kategori barang dan jasa mewah, kebijakan ini menyasar pada kelompok ekonomi atas untuk berkontribusi lebih banyak dalam penerimaan negara dan meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah dengan menghindari pembebanan berlebih pada kebutuhan pokok. Pendekatan ini memungkinkan menghasilkan sistem perpajakan yang lebih adil, terutama dengan memastikan keselarasan regulasi berdasarkan Undang-Undang Pajak dan menyesuaikan dasar pengenaan pajak agar mencerminkan nilai transaksi yang sebenarnya. Langkah ini juga dapat menekan angka konsumsi barang dan jasa yang sifatnya tidak esensial sehingga masyarakat lebih terdorong untuk mengalokasikan pengeluarannya pada kebutuhan yang lebih produktif.
Di sisi lain, meskipun kebijakan kenaikan tarif PPN bertujuan baik, tentu terdapat tantangan dan dampak besar yang akan dirasakan oleh masyarakat. Penyesuaian terhadap perubahan regulasi ini memerlukan waktu serta pengeluaran tambahan. Dengan hal itu, diprediksi nantinya operasional seluruh rakyat seperti perusahaan, pabrik, dan UMKM serta distribusi kebutuhan pokok juga ikut naik. Hal ini akan menyebabkan barang-barang/jasa kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat mengalami kenaikan harga dan berpotensi inflasi atau kenaikan biaya hidup. Selain itu, daya beli masyarakat juga memungkinkan akan turun bebas, otomatis perusahaan/UMKM juga akan mengurangi produksi yang dampaknya adalah PHK. Tidak sedikit rakyat Indonesia akan menganggur, yang mana berpotensi meningkatkan kriminalitas dan menurunnya aktifitas ekonomi lokal.
Tantangan utama yang harus diatasi adalah memastikan bahwa kenaikan PPN tidak semakin memberatkan masyarakat yang sudah tertekan oleh inflasi dan tingginya biaya hidup. Oleh karena itu, pemberian stimulus yang direncanakan pemerintah termasuk salah satu langkah yang bijak dalam meredam dampak negatif adanya kebijakan keniakan PPN, sekaligus melindungi sektor-sertor yang paling rentan terdampak. Namun, pemerintah harus terus mengawasi dan benar-benar memperhatikan berbagai hal atau aspek yang melingkupi dalam implementasi kenaikan PPN dan stimulus yang diberikan dengan baik.
Dalam implementasi tarif PPN yang berbeda antara barang atau jasa mewah dengan non mewah, terdapat resiko manipulasi, seperti undervaluasi untuk menghindari tarif pajak yang lebih tinggi, sehingga sistem pengawasan dan pelaporan yang ketat sangat dibutuhkan. Saat stimulus direalisasikan, efektifitas implementasinya harus benar-benar diperhatikan, dengan koordinasi antarinstansi untuk memastikan program tepat sasaran, dan tidak terjadi penyimpangan. Selain itu, di tengah ekonomi yang belum stabil pasca pandemi, pemerintah juga harus menjaga keseimbangan antara pengeluaran stimulus dan keberlanjutan anggaran negara, agar difisit anggaran tidak semakin membesar. Kebijakan kenaikan PPN ini akan terlaksana dengan baik jika pemerintah mampu menjamin mekanisme implementasi yang efektif, transparan, dan adil, serta memastikan paket stimulus menyentuh kelompok yang paling terdampak.
Kebijakan ini juga membutuhkan keterlibatan aktif masyarakat dalam memahami tujuan dibalik kenaikan PPN serta dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari. Komunikasi yang jelas dan transparan akan membantu mengurangi kesalahpahaman dan kecemasan, sekaligus memperkuat kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha. Komunikasi publik yang efektif dan diskusi yang transparan antara pemerintah dan masyarakat sangat peting untuk membangun kepercayaan, memahami kebijakan pajak, dan menciptakan dukungan bersama.
Pada akhirnya, meskipun kenaikan PPN dapat memberikan tekanan dalam jangka pendek, kebijakan ini merupakan bagian dari strategii yang lebih besar untuk membangun perekonomian yang lebih stabil dan berkelanjutan. Dengan perencanaan yang terstruktur dan kebijakan yang tepat, diharapkan dampak negatif dapat ditekan, sementara manfaat jangka panjang untuk pembangunan nasional dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.[]
Penulis :
Putri Febrianti, mahasiswa Prodi Perpajakan Universitas Airlangga